SIAPAKAH PEMENANG PILPRES 2019? (bag.1)

Ayo Berbagi!

Oleh: Izul Muslimin

SwaraSenayan.com. Polmark Indonesia belum lama ini merilis hasil surveinya. Survei dilakukan pada periode 13-25 November 2017. Hampir mirip dengan hasil beberapa survei lainnya, survei Polmark sekali lagi mengindikasikan persaingan Jokowi dan Prabowo dalam Pilpres 2019. Jokowi dilaporkan lebih meningkat elektabilitasnya sementara Prabowo dalam posisi stagnan. Meskipun meningkat elektabilitasnya, Jokowi belum memasuki zona aman karena masih di bawah 60% (Elektabilitas Jokowi 52,4%). Sementara di luar dua tokoh itu belum ada tokoh lain yang muncul secara signifikan.

Keadaan ini nanti akan diperjelas dari hasil Pilkada 2018 yang meskipun tidak berbanding lurus 100% tetapi ada beberapa yang bisa mengkonfirmasi apakah Jokowi benar-benar cukup kuat atau tidak. Pertarungan Pilkada di Sumut, Sumsel, Lampung, Jabar, Jateng, Jatim, dan Sulsel bisa mengkonfirmasi apakah Jokowi akan ringan melenggang di periode kedua atau tidak.

Namun sebelum menunggu hasil Pilkada 2018, sebenarnya ada beberapa hasil survei Polmark yang perlu dicermati dan menjadi perhatian atau peringatan baik bagi Jokowi maupun Prabowo. Bagi Jokowi sebagai incumbent, pertarungan terberat sebenarnya justru dengan dirinya sendiri. Artinya, kinerja dan kebijakan pemerintahan Jokowilah yang akan menjadi penentu apakah Jokowi akan bisa kembali memimpin di periode kedua atau tidak.

Ada yang menarik dari hasil survei Polmark (dan juga beberapa survei lain sebelumnya) bahwa jarak antara tingkat kepuasan (75,8%) dan elektabilitas Jokowi cenderung agak jauh (lebih 20 digit). Jika kita mau agak lebih detil, sebenarnya bisa dijelaskan bahwa kepuasan terhadap kinerja Jokowi selalu sangat menonjol dalam hal pembangunan infrastruktur (51,8%) dan agak jauh dengan kepuasan di bidang-bidang yang lain (dibawah 10%) Bahkan kepuasan dalam hal mendapatkan lapangan pekerjaan adalah kepuasan yang paling rendah.

Perlu diketahui bahwa kepuasan atas pembangunan infrastruktur memang tidak bisa secara langsung berdampak pada tingkat elektabilitas karena dampak infrastruktur tidak selalu berakibat bagi kesejahteraan rakyat secara langsung. Jika tidak tepat sasaran pembangunan infrastruktur justru bisa menimbulkan kesenjangan ekonomi dan ketimpangan sosial semakin melebar. Pembangunan infrasruktur yang tidak dibarengi dengan stategi pembangunan yang baik justru bisa mengakibatkan bertambahnya pengangguran dan kemiskinan.

Sebagai contoh, pembangunan jalan tol sepanjang pulau jawa memang satu sisi akan memperlancar distribusi, tetapi pada sisi lain juga berakibat pada penurunan bahkan kematian perekonomian di beberapa kota sepanjang pantura yang selama ini menikmati tetesan ekonomi rantai distribusi jalur pantura. Tentu tidak mudah dalam waktu jangka pendek mencari alternatif pengganti sumber ekonomi mereka.

Pembangunan infrastruktur yang pesat juga semestinya berbanding lurus dengan semakin meningkatnya investasi di bidang industri. Namun kenyataannya justru sekarang ini banyak investasi di bidang industri yang keluar dari Indonesia. Inilah yang disebut Wapres JK sebagai anomali ekonomi di Indonesia. Tapi sebenarnya itu bisa dijelaskan sebabnya. Saat ini kawasan industri di sekitar Bekasi hingga Cikampek menjadi kawasan yang sangat terganggu dengan pembangunan infrastruktur di sepanjang Tol Cikampek. Kemacetan akibat penyempitan lajur karena pembangunan di sekitar jalan tol semakin memperparah kemacetan yang sebelumnya memang sudah terjadi.

Ditambah lagi kebijakan pengupahan buruh di daerah tersebut yang dianggap semakin tidak kondusif untuk investasi. Jadi wajar jika akhirnya banyak perusahaan asing yang saat ini memindahkan pabriknya ke Vietnam dan negara Asean yang lain karena memang kawasan industri di Indonesia yang sebagian besar beroperasi di Bekasi dan Karawang sangat tidak efisien dalam satu dua tahun terakhi ini.

Inilah kondisi yang mungkin kurang terlalu diperhitungkan oleh pemerintahan Jokowi. Jokowi terlalu bernafsu dengan pembangunan infrastruktur tetapi tidak siap dengan perhitungan yang lebih detil dan matang sehingga justru mempersulit Jokowi sendiri. *SS

Ayo Berbagi!