Membangun Ketahanan Energi melalui Kebijakan yang Berkeadilan dan Berkesinambungan

oleh -97 Dilihat
oleh
Audiensi PN1 / GKI dengan Ketua DPR RI
banner 468x60

SwaraSenayan.com. Dalam kesempatan audiensi bersama antara PN1 dan GKI dengan Bambang Soesatyo selaku Ketua DPR RI (1/2/2018) di gedung DPR Senayan, IRESS dan PUSKEPI sebagai LSM yang aktif bergerak di bidang energi menyampaikan aspirasi nya dalam membangun ketahanan energi melalui kebijakan yang berkeadilan dan berkesinambungan. Berikut aspirasi tertulisnya yang ditujukan kepada Ketua DPR RI.

Dalam satu tahun terakhir sejak bulan Januari 2017 hingga Januari 2018 harga minyak dunia terus berfluktuasi, namun menunjukkan tren yang terus naik. Harga minyak dunia tercatat naik dari rata-rata US$ 45/barel pada tahun 2016 menjadi US$ 68/barel minyak pada Januari 2018. Sedangkan asumsi harga minyak (ICP) di APBN dipatok pada level US$ 48/barel. Dengan demikian harga minyak dunia saat ini saat ini telah berada pada level lebih dari 30% di atas asumsi ICP APBN 2018. Sementara itu, dengan harga minyak yang terus meningkat selama 2017, pemerintah telah berketetapan untuk tidak menaikkan harga BBM. Bahkan atas pertimbangkan yang dominan oleh faktor politik, Menteri ESDM telah pernah menyatakan rencana bahwa pada 2018 pemerintah tidak akan menaikkan harga BBM, LPG dan listrik.

banner 336x280

Namun dalam menjalankan kebijakan tidak menaikkan harga BBM selama 2017 tersebut, pemerintah dan DPR tidak menambah subsidi BBM di APBN 2017. Padahal sesuai Perpres No.191/2014 yang antara lain berisi formula harga BBM domestik sesuai fluktuasi harga minyak dunia dan nilai tukar Rp terhadap US$, pemerintah dapat saja menaikkan harga BBM setiap 3 bulan. Ternyata, karena kepentingan politik di satu sisi dan tidak tersedianya tambahan subsidi di APBN di sisi lain, peraturan yang telah tersedia tersebut tidak dijalankan secara konsisten. Sebaliknya, guna mempertahankan harga BBM tidak naik, pemerintah telah memaksa Pertamina untuk menanggung kerugian atas adanya kenaikan harga minyak dunia.
Pada tahun-tahun pilkada dan pemilu 2018 dan 2019, kepentingan politik untuk mempertahankan BBM, elpiji dan listrik semakin mengemuka. Pada tahun 2018, akan diselenggarakan pilkada serentak di 171 daerah. Pilkada ini kemudian dilanjutkan di tahun 2019 dengan pemilu Presiden dan Wakil Presiden, serta pemilihan anggota-anggota legislatif di level daerah dan pusat. Karena itu, pada tahun-tahun politik ini, diperkirakan pemerintah dan juga partai-partai politik akan memilih kebijakan populis dalam berbagai aspek, termasuk dalam kebijakan menetapkan dan mempertahankan harga BBM dan LPG bersubsidi ke depan.

Sehubungan dengan hal di atas, terkait kebijakan energi nasional, kami berpendapat bahwa pemerintah dan DPR harus lebih memperhatikan kepentingan negara dan rakyat yang lebih komprehensif dan berkelanjutan. Pemerintah dan DPR harus mengutamakan kepentingan ketahanan dan kemandirian energi nasional yang berkelanjutan, serta kebutuhan untuk memiliki BUMN energi yang besar, dibanding hanya mempertimbangkan aspek politik jangka pendek melalui kebijakan-kebijakan yang populis. BUMN, Pertamina, tidak boleh dikorbankan hanya untuk mengakomodasi kebijakan pemerintah dan partai-partai yang lebih berorientasi pada kekuasaan. Untuk itu kami mengusulkan beberapa hal di bawah ini.

Pertama, pemerintah perlu mempertahankan kebijakan yang telah dimulai dengan baik melalui terbitnya Perpres No.141/2014. Harga BBM perlu ditetapkan berubah setiap 3 bulan sesuai perubahan harga minyak dunia. Adanya kenaikan harga BBM ini harus diiringi secara paralel dengan penerapan kebijakan suatu pola subsidi langsung tepat sasaran kepada rakyat miskin yang terdampak.

Kedua, jika pemerintah berketetapan untuk mempertahankan harga BBM tidak naik, sementara harga minyak dunia telah naik dan berpotensi terus naik hingga lebih dari US$ 70/barel pada 2018, maka pemerintah dan DPR perlu menambah alokasi subsidi BBM di APBN 2018. Pemerintah dituntut untuk tidak mengorbankan Pertamina melalui pembatasn subsidi, sehingga harus menanggung beban kenaikan harga minyak dunia jika ingin mempertahankan harga BBM tidak naik.

Ketiga, dengan meningkatnya harga gas dunia dan konsumsi gas elpiji di dalam negeri, maka guna mengurangi beban biaya BUMN, pemerintah perlu menaikkan harga jual elpiji 3kg. Hal ini perlu dilakukan untuk mengurangi kerugian BUMN yang terus meningkat, dan juga volume impor gas yang terus tumbuh, mengingat lebih dari 60% konsumsi gas domestik dipenuhi melalui impor. Kebijkan ini perlu pula didukung dengan menerapkan subsidi langsung tepat sasaran, dan salah satunya dengan mengefektifkan sistem distribusi tertutup.
Kempat, jika pemerintah berketetapan untuk mempertahankan harga gas elpiji 3kg pada harga yang berlaku saat ini, sementara konsumsi gas terus meningkat, maka kuota elpiji berikut alokasi anggaran subsidinya di APBN 2018 harus ditingkatkan.

Terlepas dari kebijakan mana pun yang akan diambil dalam menerapkan harga BBM dan elpiji domestik, kami menganggap pemerintah dan DPR harus memperimbangkan seluruh aspek yang terkait, termasuk aspek-aspek strategis, secara seksama. Untuk itu, aspek kemandirian dan ketahanan energi yang berkelanjutan dan bersifat jangka panjang harus menjadi pertimbangan utama. Karenanya, kita perlu melindungi BUMN energi dari berbagai kepentingan sempit dan kebijakan politik jangka pendek. Kita perlu memiliki BUMN energi yang besar, kuat dan berkompeten sebagai perusahaan kelas dunia guna mendukung kebutuhan akan ketahanan dan kemandirian energi nasional.

Seperti disinggung di atas, kebijakan pemerintah menerbitkan Perpres No. 191/2014 merupakan langkah awal dan kebijakan yang baik dan patut diapresiasi. Hanya saja, kebijakan dan peraturan tersebut belakangan ini justru tidak dijalankan secara konsisten. Karena pertimbangan aspek politik, pemerintah telah melanggar peraturan yang telah dibuat sendiri. Dengan demikian, target-target penting pada sektor energi, terutama untuk sektor migas menjadi gagal tercapai dan bahkan mengulang kesalahan yang dilakukan selama 10 tahun oleh pemerintahan sebelumnya.

Akibat inkonsistensi tersebut bahkan BUMN energi kita menanggung kerugian dan terancam gagal memenuhi kebutuhan ketahanan energi nasioanl. Untuk itu kita meminta agar pemerintah kembali kepada kebijakan yang telah diatur dalam Perpres No.191/2014 atau bahkan menyempurnakan isi dan pelaksanaannya.

Jakarta, 1 Februari 2018
Marwan Batubara dan Sofyano Zakaria
(IRESS dan PUSKEPI)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.