Kegaduhan Nelayan Dengan Pemerintah Akibat Kebijakan Dikelola Orang Yang Tidak Paham Perikanan

Ayo Berbagi!

demo susiSwaraSenayan.com. Semua aturan-aturan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang diterbitkan selama ini dibuat secara ugal-ugalan, tidak taat hukum, dan mengabaikan hak-hak nelayan dan pembudidaya ikan.

Demikian ditegaskan Rusdianto Ketua Umum Front Nelayan Indonesia dalam release nya yang diterima redaksi SWARA SENAYAN (27/4/2017).

Menurutnya, aturan-aturan Susi Pudjiastuti tidak melalui proses kajian teknis, sosial ekonomi, sinkronisasi aturan dan tanpa sosialisasi, sehingga merugikan dan mematikan usaha nelayan Indonesia. Seluruh aturan-aturan Susi Pudjiastuti tidak mengindahkan peraturan-peraturan yang lebih tinggi.

Front Nelayan Indonesia menilai, Permennya menteri Susi Pudjiastuti melanggar Kepres, berbagai UU, diantaranya melanggar UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, melanggar Sila ke 4 dan ke 5, Pasal 33 dalam Konstitusi Indonesia.

“Aturan-aturan ini disusun oleh oknum-oknum Susi Pudjiastuti dari tim Satgas 115 KKP  yang terdiri dari Mas Achmad Santosa, Yunus Husein, Fika Fawzia, Narmoko Prasmadji dan Sjarif Widjaja yang bukan orang perikanan dan tidak paham perikanan serta tidak memenuhi azas Gesetzgebung,” tegas Rusdianto.

Diseluruh dunia, Rusdiyanto menyatakan, tidak ada satupun negara yang melarang penggunaan pukat dan trawl (FAO), ini yang berbicara FAO. Pukat udang di Indonesia diatur dalam Kepres tahun 1980 yang tidak melarang. “Tetapi aneh sekali kok Permen melanggar Kepres. Aneh,” ujarnya.

Dimata Front Nelayan Indonesia, Susi Pudjiastuti selalu membohongi publik, yang tidak paham perikanan, bahwa alat tangkap pukat / jaring itu merusak karang dan menangkap ikan-ikan yang undersize.

“Pukat / jaring, jika kena karang maka yang rusak itu jaringnya, bukan karangnya, dan jika terjadi maka nakhoda pasti dipecat karena merugikan pemilik kapal ratusan juta. Ikan-ikan seperti kapasan, bloso, mata goyang dll. Sementara yang ditangkap cantrang memang tidak bisa besar, jenis ikannya yang sudah ukuran statis. Hingga usia tahunan pun ikan teri, kapasan, bloso, mata goyang dll, tidak akan bisa menjadi sebesar ikan tongkol atau tuna. Besarnya segitu saja,” terangnya.

Masih menyorot dan mengkritisi dengan tajam terhadap kebijakan Susi Pudjiastuti, Rusdianto menilai menteri Susi tidak paham bahwa mengganti alat tangkap itu butuh biaya 4 – 5 miliar. Artinya kalau setiap nelayan ditanggung oleh negara maka negara akan keok anggarannya, pasti bocor. Sementara Susi sendiri tidak memikirkan dampak pergantian alat tangkap seperti hutang nelayan capai 10 miliar hingga 1 triliunan. Hanya untuk pengadaan alat tangkap dan perbaikan kapal. Dimana mereka dapat anggaran segitu adalah dari Bank.

“Memang KKP RI mau mengganti biaya alat tangkap, jangankan ngurus nelayan, tender kapal dan alat tangkap anggaran 1,9 Triliun saja tidak tepat sasaran,” tegas Rusdianto.

Front Nelayan Indonesia mendesak Susi Pudjiastuti untuk melakukan introspeksi terhadap kebijakannya. Agar semua nelayan itu merasa sejahtera dan enak. “Jangan sampai nelayan berkonflik antara pemerintah dengan rakyatnya sendiri. Karena akan merugikan banyak pihak,” pungkasnya. SS.

Ayo Berbagi!