Krisantus Serukan Jaga Keharmonisan dan Persatuan Pasca Pemilu di Ruang Digital

Ayo Berbagi!

SwaraSenayan.com. Pasca pemilu 2024, kehidupan sosial di Indonesia tengah mengalami pergejolakan. Namun topik pembahasan mengenai pemilu selalu berhasil mencuri perhatian, terlebih perihal beda pilihan tak sedikit berujung pada retaknya hubungan antara teman, tetangga, bahkan keluarga.

Krisantus Kurniawan, S.IP., M.SI selaku Anggota Komisi I DPR RI mengucapkan, dengan adanya kemajuan teknologi masyarakat harus semakin sadar pentingnya bersikap bijaksana dalam megelola informasi. Disinformasi menjadi sangat rentan dan harus diwaspadai agar tidak terjadi perpecahan antar anak bangsa.

“Dengan kekayaan dan keanekaragaman suku, ras, budaya, dan agama, persatuan menjadi kunci bangsa ini bisa bersatu,” kata Krisantus dalam acara Webinar Forum Diskusi Publik yang diselenggarakan oleh Direktorat Informasi dan Komunikasi Publik (Ditjen IKP) Kemkominfo RI yang mengusung tema “Mari Menjaga Pasca Persatuan di Dunia Digital Pemilu” secara virtual, Jakarta, Selasa (27/02/2024).

Ia melanjutkan, menjaga persatuan pasca pemilu merupakan tantangan penting dalam konteks demokrasi. Jangan sampai hanya karena perbedaan pandangan dan pilihan, membuat kita lupa akan perundang-udangan yang berlaku.

Perbedaan pendapat adalah hal yang wajar dalam konteks demokrasi. Sikap saling menghormati dan menghargai pendapat orang lain harus dimiliki setiap masyarakat untuk menjaga keharmonisan.

“Perbedaan adalah inti dari berdemokrasi, perbedaan pilihan atau pendapat adalah hal yang wajar dan harus kita hormati dan hargai. Waspadai berita hoax, jangan percayai berita yang tidak ketahui kebenarannya,” tutup Anggota Komisi I DPR RI.

Pegiat Literasi Digital Gun Gun Siswadi mengungkapkan bahwa menjaga keharmonisan adalah peran bagi setiap lapisan masyarakat dalam menghadapi berbagai permasalahan pasca pemilu.

“Momen pasca pemilu biasanya diwarnai dengan maraknya berita hoax di dunia digital,” ungkap Gun Gun.

Berita hoax yang bertebaran di media sosial biasanya dibuat untuk disamarkan seperti layaknya kebenaran. Berita tersebut tentunya berdampak pada disintegrasi bangsa atau dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Media sosial menjadi tidak produktif, karena digunakan untuk hal hal yang tidak bermanfaat.

“Jangan langsung share apabila menemukan informasi yang tidak jelas kebenarannya, bijaksanalah dalam meneruskan informasi yang diterima,” himbaunya.

Sejumlah kalangan menilai polarisasi pada Pemilu 2024 tidak setajam Pemilu 2019. Salah satu faktornya karena jumlah pasangan calon peserta Pilpres, 2019 diikuti dua pasangan capres dan cawapres, sedangkan 2024 diikuti 3 pasangan capres dancawapres. Hal ini disampaikan oleh Maya Karim yang juga selaku Pegiat Literasi Digital.

Maya menilai, suasana pemilu 2024 berjalan lebih kondusif, baik dalam kehidupan nyata maupun di ruang digital.

“Suasana ini perlu dijaga dan dipertahankan hingga seluruh tahapan pemilu selesai,” lanjut Maya

Hal ini disampaikannya berdasarkan respon dari masyarakat, khususnya generasi muda yang memanfaatkan media sosial untuk memposting konten-konten ajakan berpolitik secara menarik dan menjadikan ruang komentar sebagai media untuk berdiskusi. Dan emosi netizen mayoritas bersentimen positif mengenai perkembangan perhitungan suara.

“Meski begitu, berita-berita hoax politik masih terus bermunculan dengan jumlah dua kali lipat lebih banyak dibandingkan pada musim Pemilu 2019,” sebut Pegiat Literasi Digital tersebut.

Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) menemukan 2.330 informasi hoax selama tahun 2023 dengan hoaks politik sebanyak 1.292. Sementara 645 di antaranya adalah hoaks terkait Pemilu 2024.

Saat ini, konten hoax yang menggunakan modifikasi AI semakin banyak beredar di masyarakat. Hoax ini muncul dalam berbagai temadan tersebar di media sosial serta aplikasi percakapan, termasuk tema politik.

“Terus narasikan pemilu damai di dunia digital. Bekali diri dengan literasi serta bijak memilah dan memilih informasi,” pungkas Maya.

Ayo Berbagi!