FNI: Pak Polisi Jangan Asal Tangkap Nelayan! Lobster Bukan Barang Terlarang Seperti Narkoba

oleh -163 Dilihat
oleh
banner 468x60

fni ntbSwaraSenayan.com. Dialog bersama nelayan di Hotel Lombok Plaza Mataram pada Jum’at, 28 Juli 2017 dengan tema: “Potensi Pelanggaran HAM Peraturan Menteri KP No. 01 Tahun 2015 dan Permen No. 56 Tahun 2016 tentang pelarangan penangkapan Lobster,” telah melahirkan beberapa rekomendasi.

Setelah dialog tersebut, dilakukan kunjungan lapangan selama 2 hari berturut-turut bersama Komnas HAM RI Manager Nasution, Presiden Front Nelayan Indonesia Rusdianto Samawa, Ketua Umum Front Nelayan Indonesia Regional NTB, Yayasan Nelayan Indonesia Nanang Qodir el Gazali, dan Sutia Budi mewakili LBH Nelayan Indonesia.

banner 336x280

Dari dialog dan kunjungan yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan yang bisa disampaikan kepada masyarakat Indonesia, khususnya nelayan Lobster NTB dan seluruh Indonesia bahwa penetapan Permen No. 01 Tahun 2015 dan Permen No. 56 Tahun 2016 tanpa melalui kajian konprehensif dan matang secara akademik sehingga peraturan menteri Susi Pudjiastuti.

“Permen tersebut harus dibatalkan karena tidak memiliki pertimbangan dasar sosial ekonomi dan hukum. Permen ini lebih kepada nafsu dendam Susi Pudjiastuti terhadap banyak pesaing bisnisnya, tegas Anang D.W selaku Ketua Front Nelayan Indonesia Regional Nusa Tenggara Barat dalam keterangan pers yang diterima SWARA SENAYAN (2/8/2017).

Melihat faktanya, menurut Anang ternyata alat tangkap Lobster sangat ramah lingkungan. Karena, alat tangkap lobster sendiri terdiri dari bahan karung semen, disusun kemudian diikat meyerupai sayap kupu-kupu. Alat tangkap Lobster ini dinamakan “Pocong” yang sangat ramah lingkungan dan tradisional sekali. Metode penangkapan Lobster sendiri tidak seperti alat tangkap lainnya. Alat tangkap “Pocong” bersifat pasif dan dipasang pada suatu tempat dalam waktu beberapa hari di dalam laut.

Sekarang, Susi Pudjiastuti melarang menangkap Lobster tanpa alasan dan dasar yang jelas dengan menerbitkan Permen tanpa ada kajian secara komprehenshif. Akibat terbitnya Permen No. 01 Tahun 2015 dan Permen No. 56 Tahun 2016 ini berdampak pada meningkatnya kemiskinan dan kriminalitas sekitar 12%,” uajar Anang.

Anang menyatakan bahwa Peraturan Menteri Susi Pudjiastuti sangat menyakitkan bagi nelayan Lobster, Kepiting dan Rajungan di wilayah Pulau Lombok. Nelayan juga menolak bantuan untuk budidaya ikan lele dan ikan bawal sebagai bentuk pengalihan profesi dari Lobster kepada Budidaya. Sekarang kita bandingkan antara bantuan pemerintah dengan hasil penangkapan Lobster nelayan Lombok, tentu tidak sebanding dan nelayan dan Perikanan.

“Kami meminta kepada kepolisian agar tidak menangkap nelayan Lobster secara sepihak tanpa alasan yang jelas. Karena nelayan sampai saat ini sangat dirugikan dengan permen yang diterbitkan oleh Susi Pudjiastuti. Padahal, nelayan menangkap Lobster bukan barang terlarang seperti narkoba, bukan juga yang diharamkan oleh agama. Penangkapan itu tanpa ada surat apapun sama sekali. Tentu keluarga merasa bingung mengapa ditangkap. Ternyata alasan ditangkap hanya karena menjual dan membeli Lobster,” pintanya.

Anang menjelaskan, bahwa proses penangkapan nelayan dan terbitnya peraturan menteri patut diduga adanya pelanggaran HAM dengan tidak menghargai hak asasi warga negara. Begitu pula dalam proses persidangan, ada banyak hakim di pengadilan yang mengabaikan hak-hak pendapat warga nelayan Lobster dalam suatu kasus.

“Polisi juga melarang untuk didampingin oleh kuasa hukumnya atau untuk membantu proses hukum, semua proses sudah harus menerima dan tidak menolak. Hal ini patut di duga melakukan pelanggaran HAM,” ujarnya.

Penangkapan Lobster pada tahun 2000 – 2004 masih berkisar untuk kebutuhan rumah tangga. Perkembangan sangat cepat pada 2004 hingga sekarang, Lobster merambah pasar ekonomi regional dan nasional. Penghasilan nelayan Lobster sangat pantastis. Ketika masih diserap secara regional dan nasional, ekonomi masyarakat nelayan pesisir semakin mendapat tempat dan peningkatan ekonomi warga pesisir. Maka nelayan meminta untuk mencabut Peraturan Menteri tersebut. *SS

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.