SwaraSENAYAN.com. Semakin tua usia KPK ini semakin tidak jelas arah pemberantasan korupsi. Pimpinan KPK dari jilid satu hingga sekarang kualitasnya semakin menurun. Semangat pemberantasan korupsi pada awal terbentuknya KPK kini semakin terdegradasi disebabkan oleh pimpinannya yang tidak memahami arti sesungguhnya kata pemberantasan korupsi.
Demikian disampaikan Ddirektur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI) Ferdinand Hutahaean kepada SwaraSENAYAN (16/4/2016).
Pimpinan KPK kata Ferdinand malah terjerumus dalam aksi politisasi hukum. Seperti sedang bermain sinetron dengan judul pemberantasan korupsi.
Apa yang dilakukan oleh KPK belakangan ini yang melakukan OTT hingga 3 kali dalam sebulan, sama sekali tidak menunjukkan KPK sebagai garda depan pemberentasan korupsi, tapi terkesan sedang bermain sinetron atau akting untuk menutupi kasus yang lebih besar,” tegasnya.
OTT yang dilakukan KPK terakhir ini menurut Ferdinand adalah kasus abal-abal dengan barang bukti ratusan juta, ironis sekali apa yang dilakukan oleh KPK sementara mega korupsi terbiarkan tanpa ditangani.
Mengapa EWI menyebut KPK sedang bermain sinetron pemberantasan korupsi? Buktinya coba kita lihat, terkait kasus RS Sumber Waras yang sudah terang benderang ditengah publik akan adanya dugaan kerugian negara ratusan milliar, tapi KPK malah sibuk mencari niat jahat dari pelakunya.
“Sejak kapan KPK berubah menjadi Komisi Pencari Niat Korupsi?” tanyanya.
EWI juga menyorot yang tergolong mega korupsi adalah kasus-kasus dugaan kerugian negara di sektor migas yang nilainya trilliunan rupiah. Terbaru adanya temuan BPK atas kelebihan pembayaran cost recovery kepada beberapa KKKS diantaranya Cevron, Conoco Philips, Total dan lain-lain.
“Ini nilainya Rp.3,9T tergolong sangat besar tapi mengapa KPK diam dan menganggap itu biasa saja? Kami yakin andai cost recovery dibongkar 10 tahun terakhir maka akan terbongkar perampokan uang negara ratusan trilliun yang hilang atau dikorupsi,” ujar Ferdinand dengan penuh keprihatinan.
Untuk itu, EWI menghimbau KPK jangan jadi pemain sinetron, pimpinan KPK kalau tidak paham arti kata pemberantasan korupsi ya sebaiknya mundur, jangan jadi pimpinan lembaga pemberantasan korupsi.
“Cari pekerjaan lain saja. Kami mendesak KPK untuk membuktikan diri mengusut tuntas kasus mega korupsi cost recovery ini. Kalau KPK diam, berarti memang para pimpinan KPK layak dijuluki para pemain sinetron pemberantasan korupsi,” pungkasnya. ■mtq