BPK dan KPK Harus Audit Proyek Desalinasi

oleh -207 Dilihat
oleh
Rusdianto Samawa - Ketua Umum Front Nelayan Indonesia
banner 468x60

Oleh: Rusdianto Samawa, Front Nelayan Indonesia (FNI)

SwaraSenayan.com. Pemerintah pusat melalui kementerian KKP RI telah merencanakan, menganggarkan dan melaksanakan pembangunan program proyek Instalasi Penyulingan Air Laut menjadi Air Tawar.

Berdasarkan pantauan masyarakat, bahwa instalasi penyulingan air itu merupakan proyek pusat yang mengalami mangkrak di NTB. Hasil identifikasi, proyek penyulingan air, tersebar di 22 titik di dua pulau. Dari total itu, hanya enam unit berfungsi, sesuai data Dinas Kelautan dan Perikanan (Diskanlut) Provinsi NTB. Semua sumber anggarannya dari APBN yang disalurkan melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan. Proyek seperti ini tidak menutup kemungkinan ada diseluruh Indonesia.

Lokasi pembangunan di sekitar pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Kondisinya mangkrak dan tak bisa terpakai. Seharusnya, pemerintah banyak belajar pada proyek serupa pada masa lalu yang dinilai gagal akibat wanprestasi yang dilakukan pengembang.

Pada proyek pembangunan Instalasi tersebut yang mangkrak. Maka, diminta kepada BPK dan KPK untuk seiring sejalan dalam menindak lanjuti pada proses investigasi, penyelidikan dan audit secara ketat.

Sebaiknya, pengembang proyek mangkrak ini harus diminta untuk kembalikan anggarannya ke kas negara. Maka, dalam rangka memudahkan prosesnya, tentu harus ada inventarisir jumlahnya terlebih dahulu. Setelah itu, kalau ada kerugian negara. KPK dan Kepolisian bisa langsung cari pengembang, sumber anggaran dan proses.

Mengapa ini harus dilakukan? karena sudah sangat banyak sekali proyek mangkrak dibidang kelautan dan perikanan, dimulai dari kapal bantuan nelayan, penyulingan, sentra kuliner perikanan hingga produk kebijakan itu sendiri. Maka, sebaiknya KPK, Kepolisian dan Kejaksaan harus lakukan kontrol sekaligus lakukan penegakan hukum.

Jika proses inventarisir dan audit oleh lembaga BPK RI, sebaiknya cepat informasikan kepada rakyat sehingga ada keterbukaan informasi yang masyarakat dapatkan. Apalagi sumber anggaran proyek itu dari APBN. Untuk penyulingan air diturunkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI. Karena anggarannya sangat besar.

Selama ini, masyarakat mengeluhkan kualitas pembangunan instalasi penyulingan air ini yang mangkrak, tidak terurus. Sementara itu, pemerintah hanya tau membangun mengejar target, namun kualitas diabaikan sama sekali. Sehingga sama saja negara mengalami kerugian.

Keberadaan instalasi yang belum dirasakan manfaatnya untuk mengatasi krisis air di pelosok NTB seharusnya menjadi atensi bersama.

Pembangunan penyulingan air laut (desalinasi) yang mangkrak itu harus diketahui penyebabnya apa saja. Penegak hukum juga harus periksa dokumen-dokumen aturan main dan siapa kontraktornya. Karena yang mangkrak itu mencapai 9 unit di Pulau Lombok dan Sumbawa. Kalau teridentifikasi, instalasi penyulingan air tersebar hampir di seluruh tempat di NTB. Maka proyek ini bagian dari bancakan keuangan negara, bukan tujuan mengurangi dampak krisis air bersih.

Namun untuk diketahui, ada prosedur yang harus dilalui sebelum pelaksanaan teknis audit. Sebab sumber anggaran proyek dari APBN melalui KKP, perlakuannya sama dengan audit di lingkungan kementerian atau instansi pusat.

Menurut sumber terpercaya dan berbagai pemberitaan media bahwa kalau di NTB dapat diketahui, ada dua titik terbaru alat penyulingan air bermasalah di Desa Pusu Kecamatan Langgudu Kabupaten Bima dan di Desa Medang Bugis Kecamatan Badas Sumbawa. Selain itu, pesisir Sumbawa yang lain diperkirakan juga seperti itu.

Dua titik instalasi itu bermasalah 

Keberadaan proyek di Desa Pusu sama sekali tak berfungsi. Sejak dibangun tahun 2013 lalu, hanya sempat dimanfaatkan sampai 2014, setelah itu mangkrak karena ada kerusakan pada filter. Sementara di Desa Bajo Medang masih berfungsi, namun saat ini mulai rusak. Artinya, dari proyek sangat minim manfaatnya. Akan tetapi, ada juga yang bisa terpakai namun tidak maksimal. Kalau normal, bisa sampai 2000 liter per hari.

Menurut Jufrin yang termuat dalam laman utama Koran Suara NTB (23 April 2018) bahwa komponen mesin penyulingan air laut menjadi air tawar di desanya terdiri dari dua tangki berkapasitas 3000 liter, gardu mesin, filter, mesin pompa dan batrai. Kerusakan terjadi pada filter. Dia khawatir, kerusakan alat itu semakin merambat  hingga alat tak berfungsi. Masih tunggu teknisinya datang lagi.

Mengutip catatan Redaktur Suara NTB Haris Mahtul per hari ini, ada sejumlah mesin penyulingan air lainnya yang mangkrak, setelah didistribusikan pemerintah pusat. Di Lombok Barat, terpasang di Gili Gede, Kecamatan Sekotong. Dua unit alat senilai Rp 1,7 miliar dan Rp 2,9 miliar  tahun 2012 tak berfungsi. Dinas Kelautan Perikanan (DKP) setempat angkat tangan karena menjadi kewenangan pusat. Di Lombok Timur, tahun 2010 lalu dipasang di Pulau Maringkik, hanya berfungsi dua bulan dan setelah itu mangkrak.

Selain di Maringkik, alat yang sama terdapat di Desa Seriwe dibangun Tahun 2011, Desa Ekas dibangun tahun 2011 dan Desa Ketapang Raya. Semua alat itu juga tak berfungsi.

Di Sumbawa besar, terpasang di Pulau Bungin. Warga setempat pun kini melihat mesin miliaran itu sebagai rongsokan komponen besi tak berfungsi. Untuk mesin penyulingan air di dua lokasi terakhir, pernah diusut Kejaksaan Agung melibatkan Kejati NTB, tapi penanganan kasusnya sama tidak jelasnya dengan perbaikan oleh tim teknis KKP.

Menurut Data Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB, ada sekitar 22 Unit Rusak, mesin desalinasi yang telah didistribusi KKP di NTB sebanyak 22 unit. Rinciannya, satu unit di Kabupaten Lombok Utara, dua unit di Kabupaten Lombok Barat, empat unit di Kabupaten Lombok Tengah, empat unit di Kabupaten Lombok Timur, satu unit di Kabupaten Sumbawa Barat, enam unit di Kabupaten Sumbawa  dan empat unit di Kabupaten Bima. Dominan dalam kondisi rusak, hanya enam unit bisa berfungsi. *SS

 

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.