SwaraSenayan.com. Sejak 22 Februari 2018 diajukannya surat DPP Partai Hanura diserahkan langsung ke Ketua DPR Bambang Soesatyo terkait reposisi Pimpinan Fraksi dan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) Hanura di DPR sampai saat ini masih terkatung-katung.
Hanura merotasi pimpinan fraksi di DPR, kini Ketua Fraksi bukan lagi Nurdin Tampubolon melainkan Inas Nasrullah Zubir. Politisi Partai Hanura Djafar Badjeber menganggap pergantian tersebut dalam rangka penyegaran pelaksanaan tugas Fraksi Hanura di DPR.
Padahal, kata Djafar Badjeber dengan menggunakan dasar surat pengajuan yang sama, dua masalah sudah diputuskan terkait pimpinan Fraksi Hanura di MPR RI dan pergantian antar waktu (PAW) Miryam S Hariyani.
“Bagaimana mungkin dua perkara sudah diputuskan dengan dasar surat yang sama. Sementara pimpinan fraksi di DPR belum diputuskan. Ini jelas bukan karena pertimbangan kajian hukum dan menegakkan aturan, tapi faktor politis pertemanan Bamsoet – Suding yang lebih dominan,” tegas Djafar.
Karena itu, Direktur Eksekutif DPP Partai Hanura Djafar Badjeber menganggap Bambang Soesatyo sebagai Ketua DPR tidak obyektif, tidak realistis dan tidak menghormati dasar hukum sebagaimana diterbitkannya SK oleh Menkumham selaku pemegang otoritas yang memberikan status badan hukum partai politik.
Dalam SK tersebut, kepengurusan DPP Partai Hanura yang diakui oleh Menkumham dibawah kepemimpinan Oesman Sapta sebagai ketua umum dan Herry Lontung Siregar sebagai sekjen nya.
“Bambang Soesatyo sebagai Ketua DPR harus melayani semua partai politik, terkhusus pada Hanura saat ini. Jelas-jelas sudah mendapatkan status hukum, tapi masih diperlakukan tidak sebagaimana mestinya,” ungkap Djafar.
Ketidaktegasan Bamsoet, sapaan akrab Bambang Soesatyo, karena disinyalir terindikasi berkawan dekat dengan Syarifuddin Suding. Saking kuatnya mereka berkawan, muncul akronim SBY di Komisi III pada DPR periode 2009-2014, yaitu Bambang – Suding – Yani. Sebuah akronim di legislatif yang sama dengan eksekutif era presiden SBY.
“Aturan harus ditegakkan, apalagi DPR sebagai lembaga politik harus menghormati eksistensi sebuah partai politik,” ujar Djafar.
Djafar meminta kepada Bamsoet agar tidak berpatokan pada Putusan Sela PTUN. Karena putusan tersebut belum mengikat secara hukum. Jika tidak segera memberikan putusan kepada rotasi pimpinan Fraksi Hanura di DPR itu sama saja tidak menghormati SK Menkumham sebagai instrumen hukum yang melegalkan eksistensi sebuah partai politik.
“Jika penyelenggaraan tata negara dikelola dengan dasar pertemanan semata, bisa rusaklah ketatanegaraan kita,” tegas Djafar. *mtq