SwaraSenayan.com. Pendukung buta Ahok mengklaim, ketegasan dan integritas Ahok memang luar biasa. Seorang pimpinan Partai Hanura mengklaim, Ahok dirasa mempunyai integritas, komitmen, dan rekam jejak baik, juga bisa memenuhi janji-janji politik. Ada juga pengamat politik UI bilang, jika ada piala tentang politisi paling beritegritas, maka piala itu untuk Ahok. “Dari sisi integritas, Ahok jelas melampui Jokowi,” tegasnya.
Benarkah integritas Ahok tinggi dan sangat luar biasa? Ini jawaban dan analisa Muchtar Effendi Harahap Ketua Network for South East Asian Studies (NSEAS) kepada SWARA SENAYAN (30/4/2016).
Menurut Muchtar, satu komponen kompetensi penyelenggara negara adalah “integritas”, yakni mutu, sifat, atau keadaan menunjukkan kesatuan utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan memancarkan kewibawaan dan kejujuran. Integritas adalah kesetiaan pada kebenaran; suatu konsep menunjuk konsistensi antara tindakan dengan nilai dan prinsip. Nilai dan prinsip ini tentunya tak lepas dari namanya kebenaran.
“Oleh karena itu orang memiliki integritas pasti akan menjadi orang jujur dan menyukai keadilan,” kata Muchtar.
Sesungguhnya Ahok tergolong penyelenggara negara berintegitas “rendah”. Muchtar menguatkan beberapa data dan fakta dapat ditunjukkan sebagai berikut:
Pertama, dugaan tindak korupsi proyek pembangunan dermaga Manggar Belitung Timur saat dirinya masih menjabat sebagai Bupati di Kabupaten Belitung Timur. Akibatnya, negara dirugikan sebesar Rp. 22 miliar. Ahok turut diduga memalsukan dokumen negara terkait proyek ini. Kasus ini tertunda penanganannya di Bareskim Polri, karena situasi politik tahun 2012 masih dalam suasana Pilgub DKI Jakarta.
Kedua, atas hasil audit investigasi BPK, ada dugaan Ahok melakukan tindak pidana korupsi pembelian tanah RS Sumber Waras. KPK telah memeriksa 12 jam Ahok, dan setelah itu sebuah polling melaporkan, 62 % respoden percaya Ahok korupsi.
Ketiga, penilaian Mantan Wakil Gubernur DKI, Prijanto. Prijanto mempertanyakan kejujuran Ahok terkait kasus Lahan Taman BMW di Jakarta Utara. Ahok mengatakan kasus lahan Taman BMW tak ada unsur korupsi. “Bila tak ada korupsi, mengapa belum juga dibangun stadion olah raga di atas Taman BMW. Itu pertanda ada masalah” kilah Prijanto. Dalam kasus ini Prijanto menantang taruhan masing-masing Rp1 miliar kepada Ahok dan Trihatma, pemilik Perusahaan Podomoro. Hingga tulisan ini dibuat, Ahok tak berani melayani tantangan Prijanto.
Keempat, kesaksian Ahok di Pengadilan Tipikor. Ahok bersaksi untuk terdakwa kasus dugaan korupsi UPS, Alex Usman, Ahok semula membantah dirinya menandatangani Perda APBD Perubahan 2014 Nomor 19 Tahun 2014. Bahkan, Ahok menuduh, membubuhkan tanda tangan pada Perda tersebut adalah pendahulunya, Jokowi,. “Setahu saya, tanda tangan (Perda APBD Perubahan 2014) itu Pak Jokowi,” kata Ahok. Namun sesaat sebelum persidangan berakhir, Ahok mengklarifikasi pernyataannya usai ‘kepergok’ berbohong saat diminta maju ke depan oleh Hakim Ketua Sutardjo bersama tim kuasa hukum terdaksa Alex Usman.
Peristiwa memilukan itu terjadi setelah majelis hakim Tipikor meminta seluruh pihak, baik Ahok maupun jaksa penuntut umum (JPU) dan kuasa Alex, maju ke depan, melihat barang bukti sempat ditanyakan. Melihat bukti dokumen disodorkan oleh kuasa hukum Alex, dimana jelas tertulis tanda tangannya sendiri, Ahok buru-buru meralatnya. “Saya koreksi, saya koreksi, sebagai Pelaksana tugas (Plt) Gubernur waktu itu, ia saya tanda tangan Perda APBD Perubahan 2014. Saya baru lihat catatannya,” ujar Ahok. Sontak, kejadian langka tersebut sempat membuat pengunjung sidang tertawa.
Kelima, Ahok Kutu Loncat Sejati. Menurut Hariman Siregar, prestasi Ahok hanya mengumpulkan KTP untuk mendukung ambisinya. Ahok dikenal sebagai kutu loncat sejati. Dia tak peduli jasa Partai Gerindra susah payah mencalonkannya sebagai Wagub DKI. Ahok menjadi anggota Partai PIB pimpinan Dr. Syahrir untuk menjadi Bupati Kabupaten Belitung. Baru setahun keluarga dari PIB ingin menjadi Cagub Prov. Bangka Belitung. Karena gagal menjadi Cagub, dia meminta kepada PDIP untuk mendukung dirinya menjadi Cagub Sumatera Utara. Namun, PDIP menolak. Lalu dia pindah ke Partai Golkar untuk pencalonan anggota DPR-RI pada Pemilu 2009.
Masih menjadi anggota DPR-RI, Ahok mencalonkan diri sebagai Wagub DKI dan keluar dari Golkar masuk ke Partai Gerindra. Setelah berhasil, Ahok keluar dari Partai Gerindra. Inilah bukti Ahok menggunakan Parpol hanya untuk motif kekuasaan peribadi atau mencari jabatan. Dengan perkataan lain, integritas Ahok rendah dalam berpolitik!!!
Karena itu, dari alasan-alasan diatas, Muchtar menarik kesimpulan bahwa Ahok memiliki integritas rendah. Ini sebagai salah satu alasan, bukan satu-satunya, Ahok memang tak layak untuk terus jadi Gubernur DKI. ■mtq