Oleh: Zeng Wei Jian
SwaraSenayan.com. Sudirman Said tidak berencana menjadi gubernur dua periode. Bisa jadi, dia sedang menyiapkan jalan bagi Ida Fauziyah memimpin. Jateng akhirnya akan punya gubernur dari NU.
Pak Dirman menghidupkan elan politik para patriot generasi awal. Berpolitik itu mendidik, tak sekedar mengejar kekuasaan. Dia matang. Setiap sikap dan langkah politiknya akan dipertimbanhkan.
Menurutnya ada tiga jebakan gubernur dua periode; Pencitraan permanen, korupsi dan represif. Dia tolak pola politik ecek-ecek.
Periode pertama berfungsi sebagai ladang persiapan periode kedua. Itu tidak baik. Di Amerika, ada istilah “permanent campaign”. Penguasa yang berpikir terpilih lagi pasti melakukan ini.
Sidney Blumenthal (presidential senior adviser) menulis buku di tahun 1980. Judulnya, “The Permanent Campaign”.
Buku itu menerangkan sebuah modus baru. Targetnya terpilih lagi di periode kedua. Modus itu disebut model strategi kampanye sebagai bentuk pola memerintah. Dengan kata lain, non-stop pencitraan. Tiada hari tanpa pencitraan.
Dari Lyndon Johnson sampai Obama, semua presiden mempraktekan “permanent campaign” sejak hari pertama dilantik. Bill Clinton adalah tokoh paling sukses menerapkan modus ini.
Penguasa macam ini selalu ‘ngintrik’ alias ‘ngapusi’. Saat pembisiknya menyarankan citra pemarah disukai masyarakat, dia bawa kamera. Lalu acting; beretorika sambil marah-marah. Anak buah dipermalukan. Tanpa etika. Peduli-setan. Yang penting terpilih lagi dengan cara mengeksploitir dan manipulasi popular sentiment.
Bila para pembisik melihat tendensi sebaliknya, dia bakal pura-pura merakyat. Masuk gorong-gorong, nyemplung got, selfie dengan orang miskin, rela main hujan dan sebagainya. Semua aksi dramatikal ini, tidak berfaedah bagi rakyat.
Memang leit-motifnya bukan mengeliminir kemiskinan.
Selain “permanent campaign”, penguasa dua periode wannabe pasti menghimpun funding. Logistik pemenangan pemilu adalah syarat mutlak. Dia bisa korupsi secara langsung atau kongkalikong dengan para taipan.
Terakhir, demi mengamankan periode kedua, penguasa itu mesti membungkam kritik. The soft way; Sumpel mulut pimred dengan duit dan entertain. The Hard way; Ciptakan regulasi represif. Gunakan alat kekerasan negara. Tangkapi oposan dengan pasal karet. Jika perlu, produksi fitnah. Manipulasi data sukses dan prestasi.
Dengan demikian, saya rasa rakyat mesti waspada terhadap manuver para penguasa yang ingin terpilih lagi untuk kedua kalinya. Beberapa di antaranya menyerupai psychopath lizard lurking in the name of democracy. THE END