SwaraSENAYAN.com. Ditengah ketegangan di darat jelang Pilkada Jakarta yang sudah memunculkan sentimen anti etnis Cina, malah ada ketegangan baru di laut yang dipicu China. Pemerintah negeri tirai bambu itu telah melecehkan dan tidak menghargai kedaulatan Indonesia, terkait insiden antara aparat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan Petugas Patroli Maritim Tiongkok beberapa waktu lalu.
Menyikapi insiden tersebut, pada prinsipnya Indonesia tidak boleh kendor ataupun lemah dalam menegakkan kedaulatan dan hukum atas terjadinya pelanggaran di laut wilayah yang kita mempunyai kedaulatan penuh maupun di zone tambahan sampai Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).
Demikian pendapat Laksamana Pertama (Purn) Bambang Susanto, SH. MH., mantan Kepala Dinas Hukum Mabes TNI Angkatan Laut kepada SwaraSENAYAN (25/3).
Sebagaimana diketahui, pada operasi akhir pekan lalu, KP Hiu 11 melakukan upaya penangkapan KM Kway Fey 10078, sebuah kapal pelaku penangkapan ikan ilegal asal Tiongkok, di Perairan Natuna.
“Peristiwa kapal coast guard Tiongkok adalah suatu manuver yang bisa dikatakan melecehkan KP Hiu KKP dan melecehkan kedaulatan negara dalam mempertahankan setiap jengkal wilayah perairan nasional dari berbagai pencurian,” tegas Bambang.
Proses penangkapan oleh tim KKP dan TNI AL dari KP Hiu 11 tidak berjalan mulus, lantaran sebuah kapal coast guard (penjaga pantai) China secara sengaja menabrak KM Kway Fey 10078 ketika operasi penggiringan kapal nelayan ilegal dilakukan. Manuver berbahaya itu diduga untuk mempersulit KP Hiu 11 menahan awak KM Kway Fey 10078.
Terlepas dari itu, Bambang menilai sudah benar bahwa Indonesia harus protes kepada Tiongkok atas intervensi terhadap upaya Indonesia dalam melakukan penegakan hukum, karena ini jelas-jelas menyalahi atau melanggar hukum internasional.
Sebenarnya, insiden masuknya kapal berbendera Tiongkok ke Natuna sudah beberapa kali terjadi. Sebelumnya pada 22 November 2015, TNI AL dari Armada Barat pernah mengusir kapal yang masuk ke ZEE di sekitar Natuna.
Oleh karena itu, Bambang menganggap kehadiran KRI sangat perlu secara terus menerus untuk mengantisipasi peristiwa tersebut terulang kembali, akan menjadi lain persoalannya kalau yang dihadapi KRI oleh coast guard China tersebut.
“Zone tambahan kita hanya punya hak berdaulat, artinya negara lain boleh melakukan exploitasi dan explorasi, tapi harus ijin negara pantai kalau penambangan, pencurian ikan harus ditindak tegas,” kata Bambang.
Persoalan coast guard China ini, Bambang mengajak pihak-pihak yang berkompeten perlu mencermati dari dua sisi, yaitu: Pertama, pelanggarannya yang cukup serius dan tidak boleh kita toleransi sebagai sebuah negara merdeka dan berdaulat.
Kedua, keteladanannya menjaga dan melindungi tiap-tiap nelayan China. Ini yang langka kita temukan dilakukan oleh Bakamla kita. “Mungkin untuk hal ini, RI perlu belajar dengan Cina bagaimana melindungi nelayannya,” pungkas Bambang. ■dam