SwaraSenayan.com. Kembali ke UUD 1945 berarti kita harus amandemen atau perubahan resmi dengan dokumen resmi atau catatan tertentu, terutama untuk memperbaikinya. Perubahan ini dapat berupa penambahan atau juga penghapusan catatan yang salah, yang tidak sesuai lagi dengan perjalanan bangsa Indonesia. Kata ini umumnya digunakan untuk merujuk kepada perubahan pada konstitusi sebuah negara (amandemen konstitusional).
Demikian pemaparan Muhammad Syamsul Rizal Ketua Umum Pemuda Penegak Konstitusi Indonesia (PPKI) kepada SWARA SENAYAN (24/5/2016).
Menurut Syamsul, konstitusional merupakan prinsip-prinsip dasar politik serta hukum yang mencakup struktur, prosedur, serta kewenangan / hak serta kewajiban. Karena itu, konstitusional sangat berhubungan erat dengan amandemen karena bertujuan untuk memperbaiki suatu catatan / dokumen penting suatu negara yang mencangkup bentuk, struktur, prosedur, agar lebih baik dari sebelumnya.
Pemahaman lebih lanjut adalah amandemen bukan sekedar menyisipkan kata-kata atau perihal baru dalam teks. Disisi lain, amandemen bukan pula penggantian. Mengganti berarti melakukan perubahan total dengan merumuskan konstitusi baru mencakup hal-hal mendasar seperti mengganti bentuk negara, dasar negara, maupun bentuk pemerintahan.
“Dalam amandemen UUD 1945 kiranya jelas bahwa tidak ada maksud-maksud mengganti dasar negara Pancasila, bentuk negara Kesatuan, maupun bentuk pemerintahan presidensil. Salah satu bentuk komitmen untuk tidak melakukan perubahan terhadap hal-hal mendasar di atas adalah kesepakatan untuk tidak melakukan perubahan atas Preambule / Pembukaan UUD 1945,” terang Syamsul yang juga sebagai Wasekjen PPK Kosgoro Pimpinan Azis Syamsuddin.
Syamsul menegaskan bahwa Dari penjelasan singkat nya tersebut jelas bahwa yang harus mendasari Amandemen UUD 1945 adalah semangat menyempurnakan, memperjelas, memperbaiki kesalahan, dan melakukan koreksi terhadap pasal-pasal yang ada, tanpa harus melakukan perubahan terhadap hal-hal yang mendasar dalam UUD 1945 itu sendiri. ■mtq