SwaraSENAYAN.com. Terhadap kaum pribumi yang maling ayam, curi sandal jepit atau birokrat atau politisi yang mencuri recehan dipermalukan dengan melampaui batas hingga dihukum belasan tahun. Hakim gila yang menghukum dengan bangga menepuk dadanya telah menghukum warga pribumi dengan sadis. Namun mereka tutup mata atau menghukum ringan maling-maling raksasa warga keturunan Cina bahkan membiarkan mereka hidup mewah di luar negeri.
Demikian kegelisahan seorang M. Hatta Taliwang Direktur Institut Soekarno Hatta (ISH) kepada SwaraSENAYAN (1/4) menyikapi aparat penegak hukum yang makin ganas terhadap priboemi, namun kian melupakan kasus-kasus raksasa yang melibatkan konglomerat hitam Aseng.
Tukang bakar hutan atau penyuap penyuap yang merusak mental pejabat bebas berkeliaran. keadilan macam apa yang kamu mau tegakkan wahai KPK? Keadilan ala penjajah? Tanya Hatta dengan lugas kepada penegak hukum.
Hatta Taliwang kembali mengingatkan penegak hukum, dengan membuka data para Aseng pengemplang duit rakyat. Pasca Orde Baru, muncul lagi pengusaha Cina yang membawa kabur uang dalam jumlah yang luar biasa besarnya.
- Hendra Rahardja alias Tan Tjoe Hing, bekas pemilik Bank Harapan Santosa, yang kabur ke Australia setelah menggondol duit dari Bank Indonesia lebih dari Rp 1 trilyun. Hendra Rahardja tepatnya merugikan negara sebesar Rp 2,659 triliun. Ia divonis in absentia seumur hidup di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hendra meninggal di Australia pada 2003, dengan demikian kasus pidananya gugur.
- Kemudian ada Sanyoto Tanuwidjaja pemilik PT Great River, produsen bermerek papan atas. Sanyoto meninggalkan Indonesia setelah menerima penambahan kredit dari bank pemerintah.
- Lalu Djoko Chandra alias Tjan Kok Hui, yang terlibat dalam skandal cessie Bank Bali, meraup tidak kurang dari Rp 450 miliar. Ketika hendak ditahan Djoko kabur keluar negeri dan kini dikabarkan menjadi warga negara Papua Nugini.
- Maria Pauline, kasus pembobolan BNI. Diperkirakan kerugian negara mencapai Rp 1,7 triliun. Proses hukumnya masih dalam penyidikan dan ditangani Mabes Polri. Maria kabur ke Singapura dan Belanda.
- Anggoro Widjojo, kasus SKRT Dephut. Merugikan negara sebesar Rp 180 miliar. Dalam proses penyidikan ke KPK. Anggoro lari ke Singapura dan masuk dalam DPO.
- Lesmana Basuki, diduga terlibat dalam kasus korupsi Sejahtera Bank Umum (SBU). Dalam kasus ini diduga merugikan negara sebesar Rp 209 miliar dan 105 juta dollar Amerika. Lesmana divonis di Mahkamah Agung 14 tahun penjara. Ia melarikan diri ke Singapura dan menjadi DPO.
- Tony Suherman, diduga terlibat dalam kasus korupsi Sejahtera Bank Umum (SBU). Dalam kasus ini diduga merugikan negara sebesar Rp 209 miliar dan 105 juta dollar Amerika. Tony divonis 2 tahun penjara. Ia melarikan diri ke Singapura dan menjadi DPO.
- Dewi Tantular dan Anton Tantular, terlibat kasus Bank Century. Kasus ini merugikan negara Rp 3,11 triliun. Kasus tersebut dalam penyidikan di Mabes Polri, Namun, menurut ICW perkembangan kasus tersebut tak jelas. Ia dikabarkan lari ke Singapura.
- Sukanto Tanoto, terlibat dalam dugaan korupsi wesel ekspor Unibank. Ia diduga merugikan negara sebesar 230 juta dollar Amerika. Ia lari ke Singapura. Menurut ICW, Sukanto masih terduga namun diberitakan menjadi tersangka. Proses hukum tidak jelas. (Nama Sukanto Tanoto dicabut dalam daftar ini).
Pada 2010, mantan kepala ekonom konsultan McKinsey, James Henry, menerbitkan hasil studinya soal penyelewengan pajak di luar negeri (tax havens). Menurut laporan tersebut, terdapat USD 21 trilyun (Rp 198.113 trilyun) pajak pengusaha di seluruh dunia yang seharusnya masuk kantong pemerintah, namun diselewengkan.
Hatta menyebut, sembilan diantara para pengusaha pengemplang pajak itu berasal dari Indonesia, seperti James Riady, Eka Tjipta Widjaja, Keluarga Salim, Sukanto Tanoto, dan Prajogo Pangestu.
“Dari belasan skandal-skandal diatas yang melibatkan puluhan ASENG dan menggerogoti kekayaan negara, penegak hukum khususnya KPK malah tutup mata untuk menyelesaikan dengan tuntas,” kata Hatta Taliwang. ■dam