Zainul Majdi Diultimatum Untuk Menanggalkan Semua Atribut Nahdlatul Wathan

Ayo Berbagi!

 

Lalu Gede Syamsul Mujahiddin, Ketua Umum Pemuda NW
Lalu Gede Syamsul Mujahiddin, Ketua Umum Pemuda NW

SwaraSenayan.com. Pimpinan Pusat Pemuda Nahdlatul Wathan (Pemuda NW) menyerukan agar semua pihak mematuhi putusan hukum yang sudah final terkait status keorganisasin Pengurus Besar Nahdlatul Wathan (PBNW) sebagai ormas terbesar di NTB dibawah kepemimpinan Hj. Sitti Raihanun Zainuddin Abdul Madjid.

Dasar hukum tersebut melalui Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor: 37K/TUN/2016 yang mengabulkan gugatan PBNW Pimpinan Hj. Sitti Raihanun Zainuddin AM atau yang akrab disapa Ummi Raihanun.

Kemudian diikuti dengan terbitnya surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Nomor: AHU-0000482.AH.01.08. tertanggal 24 Agustus 2016,  tentang Persetujuan Badan Hukum Perkumpulan Nahdlatul Wathan dengan kepengurusan PBNW yang sah adalah HJ. Sitti Raihanun Zainuddin AM. sebagai Ketua Umum dan DR. TGH. Lalu Abdul Muhyi Abidin, MA, sebagai Sekretaris Jenderal.

“Menindaklanjuti hasil Putusan MA dan SK Menkumham tersebut, harus dieksekusi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Jangan dibiarkan berlarut-larut, nanti bisa menimbulkan keresahan dan kerawanan sosial di akar rumput,” tegas Lalu Gede Syamsul Mujahiddin selaku Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Nahdlatul Wathan kepada SWARA SENAYAN (12/10/2016).

Menurut Lalu Gede, ini tugas pemerintah untuk mengantisipasi bibit-bibit kerusuhan dan konflik horizontal. Oleh karena itu, aparat penegak hukum harus pro aktif dalam menyikapi putusan hukum tersebut.

Lebih khusus, Lalu Gede menghimbau kepada Zainul Majdi selaku pihak yang mengaku dan mengatasnamakan sebagai pengurus PBNW untuk segera mematuhi putusan hukum tersebut agar segera menanggalkan segala atribut NW yang dipergunakannya. Sebagai warga negara yang baik, apalagi Zainul Majdi juga sebagai kepala daerah / Gubernur NTB dan seorang kyai, dia harus taat dan patuh hukum.

Paska keluarnya Putusan MA dan SK Menkumham tersebut, jika Zainul Majdi masih mengaku sebagai Ketua Umum PBNW, itu sama saja dia tidak patuh terhadap produk hukum di negeri hukum.

“Dia kan tokoh agama dan sekaligus kepala daerah, harusnya dia mengerti dan mentaati putusan hukum tersebut. Dia juga berpendidikan dan memiliki kapasitas intelektual, masak tidak tahu bagaimana seharusnya menghormati produk hukum sih? Jika dia tidak mentaati, ya keluar aja dari wilayah hukum di republik ini,” sindir Lalu Gede yang juga sebagai Anggota DPR Dapil NTB dari Partai Hanura.

Lebih lanjut, Lalu Gede menceritakan dasar klaim Zainul Majdi yang mengaku sebagai Ketua Umum PBNW hasil Muktamar X. Padahal Muktamar X itu diselenggarakan tahun 1998 yang menghasilkan kepemimpinanan PBNW Hj. Sitti Raihanun setelah mengalahkan Maksum Ahmad.

“Saat itu Zainul Majdi masih sekolah di Mesir, dia baru pulang ke Indonesia tahun 1999. Kok tiba-tiba membuat muktamar tersendiri, pada tahun 1999. Jelas muktamar ini adalah illegal tidak ada dasar hukum organisasinya,” papar Lalu Gede.

Jelas, Muktamar X yang digelar Zainul Majdi tahun 1999 itu produk ilegal, tidak ada dasar organisasinya, apalagi turunannya di Muktamar XI, XII, dan XIII.

Kesalahan fatal Zainul Majdi adalah mendirikan perkumpulan NW pada tahun 2014 dengan membuat akta pendirian baru. Ini sama halnya dengan memecat Pendiri NW yang asli atau kakeknya sendiri TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid. Nahdlatul Wathan adalah organisasi kemasyarakatan yang sudah berbadan hukum dan telah terdaftar di Departemen Kehakiman melalui Penetapan Menteri Kehakiman No. J.A.5/105/5 tanggal 17 Oktober 1960 dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI No. 90 tanggal 8 November 1960.

“Apa tidak malu Zainul Majdi setelah memecat kakeknya sekarang setelah akta pendiriannya dibatalkan MA dan Menkumham, masak mau mengambil lagi NW,” ujar Lalu Gede.

Karena itu menurut Lalu Gede, Zainul Majdi sejak menyelenggarakan Muktamar X tahun 1999 itu ilegal, berarti memang sejak awal tidak berhak menggunakan NW, karena Zainul  Mazdi memang tidak ikut dalam ajang Muktamar X tahun 1998. “Seharusnya kalau dia persoalkan hasil Muktamar X yang mengesahkan kepemimpinan Ummi Raihanun, harusnya dia menggunggat saat itu. Tapi, dia tidak lakukan gugatan itu, malah menyelenggarakan Muktamar sendiri tahun 1999. Jelas, ini muktamar diluar organisasi NW,” tegas Lalu Gede.

Sementara, Musholla Al-Abror ditengah-tengah Ponpes NW Pancor Lombok Timur itu adalah milik atas nama TGB Muhammad Zainuddin At-Tsani. Jelas, Zainul Majdi tidak memiliki hak untuk mengakui sebagai kepunyaannya hanya karena dia yang menduduki tempat tersebut.

“Zainul Majdi silahkan mendirikan organisasi baru dengan pondok pesantrennya, fas tabikhul khoirot, silahkan saja berdakwah. Tapi jangan gunakan nama NW. Siapapun yang berani menggunakan nama NW tanpa seizin PBNW yang sah, maka kami akan menuntutnya. Saat ini kami sedang menginventarisir seluruh madrasah dan lembaga yang bernaung di PBNW di seluruh Indonesia,” pungkas Lalu Gede. *MTQ

Ayo Berbagi!