Tidak Ada Ruang Bagi Ajaran Komunisme di Indonesia

Ayo Berbagi!
Laksamana Pertama (Purn.) Bambang Susanto, SH. MH.
Laksma (Purn) Bambang Susanto, SH. MH.

Oleh: Laksma (Purn) Bambang Susanto, SH., MH., mantan Kadiskum TNI AL dan Waka Babinkum Mabes TNI
SwaraSenayan.com. Sebagai seorang Warga Negara Indonesia (WNI) dan mantan prajurit, saya punya pendapat berkaitan dengan persoalan bahwa pemerintah harus minta maaf atas pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat yang terjadi pasca tragedi G30S/PKI 1965.  Apalagi hal ini justru disuarakan oleh Komnas HAM dan beberapa LSM yang seolah berpihak kepada PKI.

Hal ini sangat tidak adil. Kenapa justru yang di blow up adalah kejadian pasca G30S/PKI. Kenapa tidak diselidiki para korban kekejaman PKI. Pada saat PKI menghabisi / membunuh para ulama / kyai pada peristiwa PKI Madiun 1948 di Jawa Timur dan beberapa daerah lainnya. Kenapa ini tidak diangkat / diselidiki? Justru terkesan di peti-es kan, sedangkan proses penyidikan HAM kan bisa berlaku surut.

Siapakah yang membunuh para jendral pada tahun 1965 dan siapa dalangnya? Kenapa pada saat itu RRI sampai bisa diduduki oleh PKI untuk menyiarkan tentang Dewan Revolusi, bahwa negara telah diambil alih oleh Dewan Revolusi (Pidato Kol. Untung).

Saya pikir ada ketidak-adilan dalam penilaian tentang pelanggaran HAM, terutama yang disuarakan oleh Komnas HAM. Pemerintah (dalam hal ini Presiden) kenapa disuruh minta maaf atas pelanggaran HAM pasca tahun 1965 dalam Operasi Pemulihan Ketertiban dan Keamanan (OPSTIB). Sangat tidak masuk akal jika negara harus minta maaf.

Jika sampai terjadi negara / Presiden minta maaf, maka akan berakibat dampak yang sangat luar biasa karena akan sangat menyakiti hati masyarakat, khususnya TNI, keluarga TNI dan masyarakat Islam Indonesia. Apalagi PKI sudah 2 kali berkhianat kepada bangsa Indonesia.

Kita harus waspada terhadap taktik komunis yang sangat militan. Apabila permohonan permintaan maaf dikabulkan, nanti ujungnya adalah TAP MPRS nomor XXV/MPRS/1966 tentang “Larangan Ajaran Komunis” minta dicabut dan negara harus membayar kompensasi kepada pihak yang terkena OPSTIB (notabene para anggota PKI).

Jika sudah demikian, maka atas nama Hak Asasi Manusia, maka ajaran PKI dapat dilegalisasi lagi. Hal ini sangat bertentangan dengan Pancasila sebagai ideologi bangsa kita. Sebagai contoh, sila pertama Pancasila adalah “Ketuhanan Yang Maha Esa”, sedangkan ajaran Komunisme adalah “Materialisme dan Dialektika” (tidak percaya kepada Tuhan dan lebih mengajarkan kepada materialisme dialektika nya Karl Marx).

TNI harus turun tangan karena PKI hendak merobohkan negara Republik Indonesia dengan mengganti Pancasila ke ideologi komunis. Sumpah prajurit dan Sapta Marga adalah jiwa TNI sebagai prajurit rakyat, menyatakan bahwa TNI SETIA kapada bangsa, negara dan Pancasila serta UUD 1945 dan sebagai bhayangkara (penjaga) bangsa dan negara, rela berkorban untuk bangsa dan negara.

Dan, sebagai penutup, saya berpesan untuk generasi muda, jangan sampai sejarah diputar-balikkan. Hargai dan hormati sejarah perjuangan pendahulu bapak-bapak bangsa yang telah merelakan darah, air mata bahkan nyawa demi tegaknya ideologi bangsa Indonesia, PANCASILA.

Siapapun yang hendak merubah ideologi negara akan berhadapan dengan TNI, karena TNI adalah milik rakyat, TNI adalah tentara pejuang, TNI sebagai bhayangkara negara adalah pengawal ideologi negara dan tunduk kepada UUD 1945, TNI rela berkoban jiwa dan raga demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesi (NKRI). ■dam

Ayo Berbagi!