Oleh : Gde Siriana Direktur Eksekutif Leskeppda Institute (Lembaga Studi Kebijakan Pembangunan dan Pemerintahan Daerah)
SwaraSenayan.com. Jokowi telah menyampaikan rencana untuk mendanai infrastruktur yang terancam kandas dengan menggunakan dana haji. Bagi saya ini adalah bentuk kepanikan Jokowi karena pinjaman yang diterima tidak mampu menambal defisit APBN, sementara pemasukan dari pajak masih sangat mungkin tidak tercapai lagi. Sedangkan defisit APBN 2017 sudah hampir terpeleset di 3%.
Bagi saya, penggunaan investasi dana haji perlu dilihat bukan dari aspek ekonomis semata. Yang hal utama adalah persepsi dan psikologis peserta haji ketika tahu uang simpanan haji mereka diinvestasikan untuk infrastruktur. Ini bukan soal benar atau salah, tetapi ini menyangkut kerelaan dan keikhlasan peserta haji, juga terkait dengan niat awal mereka dan ijab-qabul mereka dengan Pemerintah sebagai pelaksana haji. Ini sangat riskan dapat menyulut keresahan, kepanikan bahkan perlawanan dan pembangkangan. Bahkan di era Soeharto pun yang sangat kuat dan otoriter tidak pernah menggunakan dana haji untuk membangun infrastruktur.
Kedua, sisi ekonomisnya, mengapa harus digunakan dalam infrastruktur dengan alasan menguntungkan. Padahal banyak investasi lain yang saat ini jelas menguntungkan dan merupakan bentuk penyelamatan aset strategis nasional, misalnya BUY BACK saham Sing-Tel di Telkomsel.
Data Pengelolaan Keuangan Haji Kemenag
Dana biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) per 31 Des 2016 = Rp.90,6 Triliun. Dana ini tidak datang dari peserta haji dalam setahun, tetapi datang dari total peserta haji yang sudah mendaftar. Jika waktu tunggu haji anggap saja 20 tahun, dan kuota peserta haji 200,000 orang, maka dana haji itu secara sederhana diasumsikan datang dari sekitar 4 juta orang setiap tahunnya. Dana haji ini tak akan berkurang bahkan terus menerus bertambah.
Buy Back Saham Telkomsel
Saat ini pengguna jasa Telkomsel 160juta orang dan sudah captive market. Tahun 2002 SingTel beli 35% saham Telkomsel hanya USD 1,031 M? Dan tahun 2013-2014 nilai kapitalisasi Telkomsel USD 24 M. Maka 35% saham Telkomsel yang dimiliki SingTel sekarang bernilai USD 8,640 M atau setara Rp.115 Triliun (USD =Rp.13.300). Artinya selama 12 tahun SingTel telah mendapatkan capital gain 8x lipat.
Sedangkan laba bersih Telkomsel 2014: Rp. 19,4 T. Artinya yang didapat oleh SingTel 35% = Rp.6,8 T. Dalam konteks ini, SingTel peroleh dividen jauh lebih besar dari laba kotor yang diterima banyak BUMN.
Jika saham SingTel dikuasasi oleh negara melalui dana haji, maka dividen Rp.6,8 triliun dibagi 4 juta pendaftar haji maka dividen rata-rata per orang adalah sekitar Rp. 1.700.000,-
Melihat nilai saham SingTel di Telkomsel senilai Rp.115 Triliun, sedangkan dana haji kurang lebih Rp.90,6 triliun maka Bank BUMN dapat menutup kekurangannya.
Intinya bukan soal angka pasti dividen yang akan diperoleh atau berapa kekurangan yang harus ditutup oleh bank BUMN, tetapi bagaimana ada tekad Pemerintah untuk mengembalikan saham 100% saham Telkomsel ke pangkuan ibu pertiwi karena selain sangat menguntungkan ini merupakan aset nasional strategis yang sudah menguasai hajat hidup orang banyak sesuai amanat pasal 33 UUD 1945.
Jika peserta haji memberikan restunya untuk membeli saham Tekkomsel dari SingTel, maka kembali umat Islam menunjukkan bukti telah menyelamatkan negara, menyelamatkan aset nasional dari kepemilikan asing, serta membantah segala tuduhan sebagai perusak kebhinekaan dan merongrong Pancasila. *SS