Oleh: Dr. Syahganda, Asian Institute for Information and Development Studies
SwaraSENAYAN.com. Kemarin Rizal Ramli, si Rajawali Kepret, muncul menghiasi televisi, didampingi Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan beserta Ahok. Mereka mengumumkan moratorium reklamasi teluk Jakarta dan pembentukan tim bersama inter departemen plus Pemda DKI untuk menselaraskan dasar hukum bagi pelanjutan Projek Reklamasi tersebut.
Meski Rizal Ramli menyampaikan bahwa kelanjutan reklamasi akan memperhitungkan kepentingan negara, rakyat dan komersial, jelas nyata dia tidak sama sekali meng “kepret” Projek Reklamasi ini, dan juga pemiliknya.
Kepret meng-Kepret ala Rajawali ini memang menarik untuk diselidiki. Ketika dia meng-kepret Projek unggulan Jusuf Kalla (dan Jokowi?) hal listrik 35.000 MW, rakyat hanya jadi penonton. Sebab, debat penting tidak pentingnya angka 35.000 MW itu tidak langsung berurusan dengan rakyat. Maksudnya, rakyat korban secara langsung. Begitu pula kepretan pada Projek Masela dan Freeport.
Kepret lainnya yang dilakukan Rizal, terkait Rini Soemarno, Meneg BUMN. Rizal mempersoalkan rencana pembelian puluhan pesawat Airbus (dan Boing) PT. Garuda Indonesia. Selain itu, Rizal mengecam harga jual listrik token yang dinilainya tinggi. Begitu pula, dia mengecam Pelindo yang gagal memenuhi standar kecepatan pelayanan bongkar muat (dwelling time).
Dalam tampilannya, Rizal biasanya mengkepret lawannya dengan gagah. Jurus Kepret ini juga dilengkapi dengan pelibatan aktifis-aktifis pro Rizal mengeluarkan statemen di media atau dengan tulisan yang mengutuk Jusuf Kalla, Kuntoro, Sudirman Said sebagai agen-agen neoliberal, mafia Projek dan harus dimusnahkan dari bumi ini. Rini Soemarno, yang sempat mengalami kepretan, memang sedikit jadi pertanyaan, kenapa kepretannya hanya sekejap saja? Jika dibanding JK.
Lalu, mengapa Rajawali Kepret tidak mengkepret Ahok atau pengembang atau Projek Reklamasi Jakarta ini?
Rajawali Kepret dan Rumah Perubahan
Rizal Ramli dan rumah perubahan merupakan satu coin dengan dua sisi. Berbeda dengan Rumah Perubahan versi Rhenald Kasali, Rumah Perubahan ini menghimpun para aktifis dari berbagai generasi, yang umumnya eks aktifis mahasiswa, khususnya angkatan 77/78. Hampir selama 10 tahun rezim SBY dari “rumah” ini, Rizal membangun pusat gerakan dengan tema Kedaulatan Rakyat. Gerakan-gerakan besar, dengan tema anti neoliberal dijalankan secara intelektual dan gerakan massa. Gerakan intelektual terkait dengan penolakan UU Migas, UU Sumberdaya Air, dan berbagai UU yang dianggap tidak pro rakyat. Sedangkan gerakan massa, Rizal memimpin sendiri gerakan massa mengutuk kenaikan harga BBM tahun 2008.
Alhasil Rizal selama 10 tahun berhasil menancapkan klaim sebagai satu-satunya eks aktifis mahasiswa yang dipenjara orde baru sebagai pemimpin alternatif bagi perubahan. Perubahan bangsa dari penindasan kapitalis dan ketidak adilan yang disebabkannya, menjadi bangsa yang berdaulat, sesuai ajaran Bung Karno, Trisakti.
Reklamasi dan Perubahan “Rumah”
Puluhan lembaga swadaya masyarakat, ratusan tokoh lintas pergerakan, dan ribuan rakyat saat ini menentang keberadaan reklamasi Jakarta.
Mengikuti klaim kerusakan yang digelar aktifis “Save Teluk Benoa“, gerakan anti reklamasi Jakarta juga mengeluarkan belasan argumen buruknya reklamasi tersebut. LBH Jakarta, misalnya, merilis 19 kerusakan / keburukan dalam website nya. Hal ini mencakup kerusakan lingkungan, kerakusan pengembang haus tanah, penggusuran ribuan KK nelayan miskin, penyebab banjir, dan menyerahkan hak eksklusif pantai bagi orang-orang kaya, dan lain-lain.
Kelompok Islam, mengklaim telah terjadi penggusuran simbolik masyarakat Islam dan sejarahnya di pinggiran pantai Jakarta.
Kelompok anti imigran Cina, menilai bahayanya penguasaan pantai jika mayoritas pembeli datang dari RRC. Sebab, sebuah pengembang menawarkan promosi properti ini kepada mereka. Dan seterusnya.
Heroisme LSM dan tokoh-tokoh perjuangan rakyat ini, salah satunya, dilakukan dengan aksi pendudukan Pulau G, beberapa hari yang lalu. Mereka berlayar dari pantai ke pulau tersebut sambil menancapkan bendera serta penyegelan.
Mengapa Rajawali Kepret berbeda dengan basis rakyat yang selama ini mengaguminya? Dan menjadikannya ikon perubahan? Bukankah mereka semua yang selama ini melihat musuh Rizal sebagai musih mereka? (Kapitalis).
Ada 3 hal penting yang mungkin perlu diselidiki:
Pertama, Ada tekanan kuat bagi Rizal dalam isu reshuffle kabinet yang hangat saat ini. Dimana Rizal harus berkompromi dengan kekuatan-kekuatan strategis disekitar Jokowi. Jika tidak berkompromi, bisa dikatakan membangun aliansi strategis.
Kedua, Rizal mentransformasikan diri dari sosok radikal menjadi sosok kompromistis. Hal ini dilakukan untuk mengurangi keributan dalam rezim Jokowi, sekaligus menjalankan fungsinya sebagai menteri kordinasi.
Ketiga, Rizal sudah menemukan “rumah” baru. “Rumah” ini adalah kekuasaan. Bukan lagi pusat gerakan (rumah perubahan). Dalam perjalanan psikologi, dia beradaptasi dengan “rumah” barunya setelah setahun meninggalkan “rumah” lamanya.
Perlu waktu sedikit lagi untuk melihat perubahan sikap Rajawali Kepret ini. ■