
Oleh: Bambang W Ganindra (Ketum DPP Mapancas)
SwaraSenayan.com. Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla sedang menggodok rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang penetapan 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila. Rencananya tepat pada peringatan hari lahir Pancasila ke-70 tanggal 1 Juni 2016, perpres tersebut akan diumumkan.
Sebagaimana diungkapkan oleh Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Presiden Jokowi tidak hanya menginginkan Pancasila dikenang dan diperingati atau hanya dilestarikan, tetapi juga benar-benar menjadi realitas dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia di berbagai aspek kehidupan.
Dalam konteks kehidupan kebangsaan, bangsa ini sedang mengalami krisis nilai-nilai kebangsaan yang ditandai dengan berbagai fenomena merebaknya pemahaman radikalisme, ancaman bangkitnya komunis, potensi konflik horizontal, korupsi yang kian merajalela, menguatnya primordialisme, dan sebagainya maka pengakuan secara formil peringatan hari lahir Pancasila 1 Juni menjadi sangat penting dan monumental.
Secara kausalitas Pancasila sebelum disyahkan menjadi dasar filosofi dan dasar negara nilai-nilainya telah ada dan berasal dari bangsa Indonesia itu sendiri, seperti adat-istiadat, kebudayaan, dan nilai-nilai religius. Oleh karena asal dari nilai-nilai Pancasila itu Bangsa Indonesia sendiri, sehingga pada hakikatnya nilai yang terkadung dalam Pancasila sesungguhnya adalah realitas Indonesia yang tidak dimiliki oleh bangsa lainnya.
Pancasila merupakan pandangan hidup yang berakar dalam kepribadian bangsa, maka ia diterima sebagai dasar negara yang mengatur hidup ketatanegaraan. Pancasila berperan sebagai pengatur sikap dan tingkah laku orang Indonesia.
Bila ditempatkan dalam konteks Indonesia, mempraktekkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari adalah proses menjadi manusia (becoming) Pancasila sekaligus menjadi manusia Indonesia yang sesungguhnya. Menjadi manusia Pancasila adalah proses yang tak pernah paripurna dan selalu terus berjalan sepanjang masa. Oleh karenanya membangun Pancasila sebagai realitas adalah proses yang terus-menerus berjalan karena disadari bahwa Manusia sebagai makhluk yang menjadi (becoming).
Tidak bisa dipungkiri telah terjadinya ketidaksinkronan antara das sollen (nilai yang sesungguhnya) dengan das sein (realitas yang sebenarnya). Nilai-nilai Pancasila belum menjadi nilai dasar yang menggerakkan kehidupan bermasyarakat, bernegara dan berbangsa kita. Nilai dasar dalam Pancasila sebagai das sollen dalam kenyataannya tidak (belum) terinternalisasi dalam kehidupan sehari-hari warga bangsa kita. Ada kesenjangan yang begitu lebar, antara apa yang ada dalam nilai-nilai Pancasila dengan apa yang terjadi dalam masyarakat kita.
Proses menjadikan manusia Indonesia yang Pancasilais harus mampu menggerakkan kepentingan secara sadar serta kemauan sebagai sesuatu yang timbul dari dalam diri sendiri masyarakat bukan sesuatu yang dipaksakan. Praktek doktrinisasi yang dipaksakan sebagaimana diterapkan oleh orde baru akan melahirkan kemandekan dalam imajinasi berbangsa khususnya bagi kaum muda. Membangun realitas Pancasila adalah mendorong pemahaman Pancasila sebagai imajinasi kolektif seluruh komponen bangsa dan serta menjadikan nilai-nilainya sebagai semangat atau moral kerja kolektif yang kuat untuk menghantarkan bangsa Indonesia pada tujuan bersama yaitu masyarakat adil dan makmur. ■ss