SwaraSenayan.com – Pengajuan Praperadilan atas kasus Hj Suharti alias Aji Arty di Pengadilan Negeri Pangkajene Sidrap saat ini telah berlanjut ke pembacaan permohonan atas penangkapan dan penahanan tersangka, yang oleh kuasa hukum tidak sesuai dengan prosedur. Polda Sulsel c.q. Polres Sidrap diadukkan sebagai Termohon Prapradilan dalam perkara No. 1/Pid.Pra/2018/PN Sdr.
Praperadilan ini diharapkan juga membantu Polres Sidrap untuk bisa mendudukkan posisinya sebagai pihak yang netral dalam konteks Pilkada.
Proses hukum ini adalah bentuk edukasi bahwa pada substansinya, hukum dan politik itu berbeda. Tempat mengujinya adalah pengadilan. Kuasa hukum tidak mau terseret pada opini politik meskipun kita tahu konteksnya ini adalah Pilkada Sidrap.
Tim hukum Aji Arty yang berjumlah 10 (sepuluh) orang diantaranya Muh. Israq Mahmud, SHi, CLA, CIL., Ibrahim, SH, CLA, CIL., Harmoko, SH., Abd. Gaffar, SH., Mahyuddin Jamal, SH., Mukadi, SH., Syamsu Alam, SH., Syamsuddin, SH., Andi Jamal Kamaruddin, SH., dan Muhammad Saud, SH dari kantor hukum Mh – Israq & Partner. Tim hukum tersebut diketuai oleh Israq Mahmud dalam jumpa pers hari ini (Selasa, 8/5/2017) di Pangkajene mengatakan proses penanganan perkara kliennya oleh pihak kepolisian tidak sesuai prosedur hukum yang ada.
“Ternyata dalam proses penanganan perkara oleh pihak penyidik, terutama dalam proses penangkapan yang terjadi pada hari Minggu, tanggal 15 April 2018, pihak Polres Sidrap bersama-sama dengan pihak Polda telah melakukan penangkapan kepada klien kami atas nama Aji Arty, tanpa prosedur hukum acara yang berlaku,” ucap Israq Mahmud.
Tim kuasa hukum Aji Arty mengajukan praperadilan untuk menguji apakah pihak penyidik Polres Sidrap dan pihak penyidik Krimsus Polda Sulsel yang melakukan penangkapan terhadap kliennya sah atau tidak dalam tindakan tersebut.
“Masyarakat atau setiap orang yang menjadi korban dari kesewenang-wenangan penyidik, itu punya hak dan punya kesempatan untuk menguji, sebagai bentuk perlawanan seorang rakyat kepada penguasa. Itulah sebabnya, sehingga praperadilan itu secara konstitusional dan secara institusional diakui dalam hukum acara kita,” imbuh Israq Mahmud yang juga adalah Ketua DPD Kongres Advokat Indonesia (KAI) Sulawesi Selatan.
Upaya praperadilan ini menurut tim hukum Aji Arty jangan maknai sebagai upaya mempermasalahkan secara pribadi ataupun menunjukkan kebencian seorang rakyat kepada penguasa, tetapi lebih pada menguji tindakan dan kewenangan penyidik.
“Semata-mata untuk menguji dan juga membela Hak Azasi dari pada seorang rakyat di dalam menghadapi kewenangan penguasa dalam hal ini penyidik yang tidak terbatas. Saya kira begitu.” pungkas Israq mengakhiri wawancara. *SS