SwaraSenayan. Jauh sebelum penetapan calon Bupati/Walikota/Gubernur oleh KPU pada tahapan Pilkada serentak 2018, wacana netralitas ASN dan Kepala Desa sudah banyak dipersoalkan banyak pihak.
Komisioner Bawaslu RI, Fritz Edward Siregar mengatakan aturan soal mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh ASN/Kades sudah jelas tertuang dalam UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Bahkan ada unsur pidana bagi oknum yang melanggar. Di Jawa Barat sudah ada beberapa Kepala Desa yang ditetapkan tersangka karena foto dengan salah satu kandidat dan berpose empat jari.
Sebelumnya, enam kepala desa di Karawang kompak berpose salam 4 jari, yang merupakan jargon pasangan Deddy-Dedi di Pilgub Jabar. Panwaslu Karawang sudah menepatkan keenam kades tersebut sebagai tersangka.”Kami harapkan bagi ASN atau aparat desa untuk ikuti UU dan KASN. Kalau tidak, ada unsur pidana dalam Pasal 71 UU Pilkada,” ucap Fritz.
Hal tersebut tercantum dalam Pasal 71 ayat 1 UU Pilkada, yang berbunyi:
Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
“Mereka kan tak sesuai asas netralitas dalam UU pemilihan. Ada juga surat edaran dari Menteri PAN-RB dan Komisi ASN mengenai larangan dan imbauan untuk tidak melakukan, baik bentuk dan simbol kepada calon di pilkada,” ujar komisioner Bawaslu Fritz Edward Siregar kepada wartawan, Sabtu (31/3/2018).
Secara terpisah, Direktur Bidang Sosial, Ekonomi, dan Pertanian The Nene Mallomo Foundation Andi Patonangi Makkaraka Takko yang ditemui di Jakarta (Selasa, 10/3/2018) juga ikut memberi pernyataan terkait netralitas ASN dan Kepala Desa. Menurutnya Surat Edaran Komisi Aparatur Sipil Negara (ASN) Nomor B-2900/KASN/11/2017 tentang Pengawasan Netralitas Pegawai ASN pada Pelaksanaan Pilkada Serentak 2018 harus menunjukkan taringnya, jangan sampai hanya sekedar lembaran kertas yang tidak bermakna.
Kepala Desa ibaratnya benteng yang menjamin pelaksanaan demokratisasi di tingkat lokal (baca: desa). Keberpihakan Kades pada salah satu calon kepala daerah berpotensi merusak tatanan bermasyarakat di desa. Kepala Desa seharusnya mampu berdiri di atas semua golongan dan semua kepentingan, serta menjadi tokoh yang mampu menyejukkan dan menyelesaikan setiap gesekan kepentingan karena pilkada.
“Harapan besar untuk terwujudnya Pilkada Damai ada di desa. Kepala Desa lah yang harusnya menjamin kebebasan masyarakatnya untuk menyalurkan aspirasi politik dan menjadi penengah saat terjadi gesekan kepentingan akibat perbedaan dukungan, bukan malah menjadi masalah dalam pilkada dengan melibatkan diri menjadi pendukung salah satu calon” ujar Patonangi. *AND