SwaraSenayan.com. Dugaan penyadapan terhadap alat komunikasi Presiden RI Ke 6 Soesilo Bambang Yudhoyono adalah sesuatu yang sangat serius. Kejahatan memata-matai lawan politik dengan penyadapan adalah tindakan tercela dan bentuk kejahatan luar biasa yang diancam dengan hukuman berat sesuai UU Telekomunikasi dan UU ITE.
Adalah sang terdakwa penodaan agama Ahok dan pengacaranya yang mengeluarkan pernyataan mengindikasikan bahwa telah terjadi penyadapan terhadap saluran komunikasi Presiden RI Ke 6. Pada saat terjadi pembicaraan SBY dengan KH Ma’ruf Amin, terdakwa Ahok dan pengacaranya menyatakan waktu jam pembicaraan pukul 10.16 dan menyampaikan isi pembicaraan adalah SBY meminta supaya MUI mengeluarkan fatwa. Dua hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi penyadapan secara ilegal terhadap Jalur komunikasi Presiden RI Ke 6 Soesilo Bambang Yudhoyono.
Demikian disampaikan Ferdinand Hutahaean aktivis pergerakan Rumah Amanah Rakyat kepada SWARA SENAYAN (4/2/2017).
Atas dugaan tersebut, menurut Ferdinand, telah menjadikan trending topic di medsos. Hampir seluruh media maupun meda sosial membahas tentang penyadapan ilegal tersebut.
“Presiden dengan gayanya menyatakan itu isu di pengadilan, bahkan kemudian beredar lembaran klarifikasi dari BIN yang belum tervalidasi benar atau tidak dari BIN yang menyatakan tidak terlibat. Sejumlah bantahan lainnya dari Seskab maupun Jubir Presiden yaitu Johan Budi kemudian menghiasi media atas berita penyadapan ini,” kata Ferdinand.
Sejumlah bantahan tersebut semakin membuat publik bertanya-tanya, kata Ferdinand, jika semua lembaga pemerintah membantah, lantas siapa yang telah melakukan penyadapan? Ataukah dalam hal ini pemerintah telah berbohong kepada publik? “Kita tidak tahu dan publik menunggu penyelidikan tuntas atas skandal besar ini. Skandal serius yang menjadi ancaman terhadap keamanan negara karena mantan presiden semua berada dalam pengamanan negara dalam hal ini TNI satuan Pasukan Pengamanan Presiden,” ujarnya.
Ferdinand mendesak, TNI harus turun tangan atas skandal ini, karena keamanan seluruh mantan presiden berada dibawah tanggung jawab TNI. Menjadi pertanyaan besar apabila ada sebuah kekuatan yang menerebos sistem pengamanan dibawah kendali TNI.
Dan atas bantahan-bantahan yang timbul saat ini, Ferdinand menyatakan patut diduga jangan-jangan Ahok dan pengacaranya menggunakan kekuataan asing untuk menyadap saluran telepon SBY. Apakah ini ada kaitannya dengan informasi yang beredar awal bulan ini tentang kedatangan ahli IT dari Cina? “Ini berbahaya jika benar, menggunakan kekuatan asing justru lebih berbahaya dan semakin menjadi ancaman bagi negara, karena itu penting sekali TNI dalam hal ini Paspampres untuk melakukan penyelidikan karena yang dipermalukan dalam hal ini adalah TNI sebagai pihak yang mengamankan SBY,” tegas Ferdinand.
Secara politik, skandal ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Karena itu Ferdinand mendukung adanya usulan dari Fraksi Demokrat untuk menggunakan hak Angket menyelidiki kasus ini. Selain salah secara hukum, penyadapan tersebut juga adalah bentuk ancaman secara politik bagi negara. Maka semua anggota DPR yang masih cinta bangsa Indonesia wajib mendukung langkah Fraksi Demokrat untuk menggunakan hak Angket DPR.
“Saya jadi curiga bagi yang menolak hak Angket tersebut, jangan-jangan mereka adalah bagian dari skandal ini sehingga justru menghalangi penyelidikan tuntas atas skandal memalukan ini,” tegas Ferdinand.
TNI dan DPR harus bersinergi mengusut skandal penyadapan ini, tidak boleh ada pihak yang boleh menganggap sepele kasus penyadapan terhadap sistem keamanan negara. Kejahatan serius ini Ferdinand mendesak untuk diusut, terlebih dengan bantahan-bantahan yang muncul, jangan-jangan bahwa memang ada kekuatan asing yang digunakan untuk menyadap jalur komunikasi SBY dan mungkin yang lainnya.
“Saya pikir negara harus dalam kondisi serius menyikapi masalah ini. Terutama presiden Jokowi, jangan anggap sepele skandal memalukan ini,” pintanya. *SS