Oleh: Djoko Edhi Abdurrahman (Mantan Anggota Komisi Hukum DPR, Wakil Sekretaris LPBH PBNU)
SwaeaSenayan.com. Istilah pribumi berasal dari IS 163. IS adalah Indische Staatregeling atau peraturan warga negara Hindia Belanda. IS 163 membagi tiga warga negara (WN). Golongan 1 WN Eropa, Golongan 2 WN Timur Asing, Golongan 3 WN Pribumi. WN 1 dan 2 tidak terjajah oleh kekuasaan Royal Ducth (Kerajaan Belanda). WN 3 terjajah.
WN 3 ini yang pada 17 Agustus 1945 memerdekakan diri, dan menerbitkan Declaration of Independence (Proklamasi). Mereka menamakan diri “Bangsa Indonesia”.
Isinya, “Kami Bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal menyangkut penyerahan kekuasaan, diselenggarakan dalam waktu sesingkat-singkatnya. Jakarta 17 Agustus 1945. Atas nama Bangsa Indonesia. Soekarno Hatta”.
Esoknya, tanggal 18 Agustus 1945, diumumkan nama presiden dan wakil presiden, ditambah The Bill of Rights (Pembukaan UUD 45), dan Constitution (UUD 1945).
Pasal 6 Ayat 1 UUD 45 itu berbunyi “Presiden Republik Indonesia adalah Orang Indonesia Asli”. Maksudnya adalah WN 3 tadi.
Ketika Reformasi dilakukan amandemen, Pasal 6 Ayat 1 UUD 45 tadi dihapus oleh Prof Sahetapi. Diganti dengan Warga Negara, yang lalu disebut UUD 2002 atau UUD 1945 palsu.
Akibatnya, “Bangsa Indonesia” hilang, berganti “Warga Negara”.
Akibat lanjut muncul perlawanan “Kembali ke UUD 1945”. Itu masalahnya. NU, MUHAMMADIYAH, ALWASLIYAH, PPAD (Angkatan Darat), PEPABRI dalam kongres/muktamarnya memutuskan kembal ke UUD 45.
Bangsa tak sama dengan warga negara. Bangsa adalah negara bangsa, bukan negara warga negara, yang siapapun boleh, baik dari naturalisasi dua hari seperti pemain sepak bola, atau seperti Archandra Tahar.
Prof BJ Habibie menerbitkan Inpres No 26 tahun 1998 yang melarang kata pribumi. Sejak itu bangsa diasong ke asing dan aseng.
Tak ada urusan dengan diskriminasi. Di mana-mana yang namanya bangsa negara ada pribuminya. Inpres bikinan Prof Habibie itu yang memberi stigma. Padahal ia maunya memasukkan Timur Asing jadi pribumi. Tapi pribuminya yg dihapus. Sementara frasa pribumi dilindungi HAM indigenious people PBB. Hukum yg lebih tinggi karena ia adalah HAM.
Paslah pepatah rakyat Madura yang digunakan Anies dalam pidatonya “Etek seatellor, ajem sengerremih” (Itik yang bertelur, ayam yang mengerami).
Pada makna idiom Madura, itik itu pribumi, ayam adalah asing aseng. Faktanya 80% sektor keuangan dikuasai asing aseng. Ahok malah sudah memproklamirkan mau jadi presiden. Luar biasa kinerja para asong. *SS