Oleh: Haris Rusly (Petisi 28 dan Kepala Pusat Pengkajian Nusantara Pasifik-PPNP)
SwaraSenayan.com. Melalui hukum-hukumnya yang membentuk dan mengoperasikan alam semesta dan se isinya (ayat-ayat kauniyah), Tuhan Yang Maha Kuasa mengajarkan kepada kita tentang maksud dibalik setiap tantangan, ancaman, ujian, pertarungan dan pengorbanan.
Perhatikan, pohon-pohon yang tumbuh di atas bebatuan sangat kokoh. Akarnya kuat mencengkeram. Batang dan rantingnya tumbuh sangat kokoh. Sementara itu, teratai yang tumbuh di dalam kolam sangat tidak kuat, batangnya sangat lemah.
Untuk membentuk sebilah pedang atau keris yang tajam menghunus, besi yang tumpul dan berkarat harus dibakar di dalam api yang membara, lalu ditempa sekencang-kencangnya, dibakar lalu ditempa lagi, dibakar lagi dan ditempa lagi.
Proses pembakaran dan penempaan terhadap besi yang tumpul dan berkarat tersebut mesti dilakukan berulangkali secara terus menerus, hingga tercapai sebuah perubahan bentuk, kualitas dan kapasitas.
Tanpa proses pembakaran di dalam api yang membara yang disertai proses penempaan, maka besi yang tumpul dan berkarat tak akan berubah kualitas dan kapasitasnya menjadi sebilah pedang yang tajam menghunus.
Pembakaran dan penempaan terhadap besi yang tumpul dan berkarat persis seperti pertarungan dan pengorbanan di dalam medan kehidupan sosial. Untuk membentuk kembali jiwa-jiwa budak yang tumpul, bebal dan berkarat menjadi berkarakter dan berkapasitas, dibutuhkan proses penempaan melalui pertarungan dan pengorbanan.
Tujuan dari sebuah pertarungan dan pengorbanan, sesungguhnya bukan semata mengubah keadaan objektif dari sebuah masyarakat atau bangsa.
Tujuan tertinggi dari sebuah pertarungan dan pengorbanan adalah untuk menggembleng, menempa dan memurnikan secara subjektif dari jiwa-jiwa budak yang tersesat, berkarat dan bebal. Jiwa-jiwa yang berkapasitas dan berkarkter otomatis akan membentuk sebuah masyarakat atau bangsa menjadi berkarakter dan berkapasitas.
Melalui pertarungan dan pengorbanan, kita dapat memurnikan jiwa, mengubah diri kita menjadi lebih berkapasitas dan berkarakter, yang menjunjung tinggi nilai-nilai, dalam merespon setiap tantangan sejarah yang datang silih berganti.
Setiap individu, masyarakat, bangsa dan korporasi yang bermental estabilish (mapan), yang hilang daya tarung dan daya korbannya, pasti akan tergilas. Individu yang tangguh, bangsa yang kuat dan perusahaan yang hebat, yang selalu kokoh menghadapi setiap badai sejarah, pasti mewarisi kapasitas dan karakter sebagai petarung dan tabah dalam pengorbanan.
Jika tidak ada jiwa-jiwa yang bertarung dan berkorban, maka dunia dan seisinya pasti dikuasai raja durjana Dasamuka, Firaun, Goliat, sistem kolonialisme, dll. Jika tak ada tantangan, maka tak akan ada perjuangan, pertarungan dan pengorbanan.
Jika tak ada perjuangan, pertarungan dan pengorbanan, maka tak akan ada kekalahan dan kesedihan, tak ada kemenangan dan kebahagian. Rasa sedih dan rasa senang memang tak ada bentuk dan wujudnya, hanya kekosongan atau ilusi belaka, namun dia tetap menjadi bagian dari dunia yang turut membentuk jalannya roda sejarah.
Jika tak ada rasa sedih dan rasa bahagia, tak ada rasa susah dan rasa senang, maka alam semesta dan seisinya pasti “nelongso”, kesepian. Kehidupan dunia terhenti, menjadi statis dan beku.
Ancaman dan tantangan di satu sisi, serta pertarungan dan pengorbanan di sisi lain, ibarat dua sisi mata uang yang senantiasa melengkapi kehidupan dunia, ibarat hukum positif dan negatif atau filosofi ‘ying’ dan ‘yang’.
Jika tak ada pertarungan dan pengorbanan, maka tidak akan terjadi peningkatan kapasitas tak akan ada perubahan karakter, baik karakter dan kapasitas sebagai individu maupun sebagai sebuah bangsa.
Generasi dengan jiwa budak dan bebal (Jibubal) akan makin berkarat dan tidak berubah jika tak ditempa dan dicambuk di dalam medan pertarungan dan pengorbanan.
Memperangati proklamasi kemerdekaan 1945, kita dapat menyimpulkan bahwa masa depan bangsa ini akan punah menyusulnya nasibnya dinosaurus. Revolusi kemerdekaan 1945 adalah monumen sejarah tentang pertarungan dan pengorbanan oleh sebuah generasi.
Punahnya generasi dengan kapasitas dan karakter yang bertarung dan berkorban untuk “a better life” (kehidupan bersama yang lebih baik dan beradab) adalah alasan mendasar untuk memastikan bangsa ini sedang menuju kepunahannya. *SS