DITENGAH PARPOL YANG BERORIENTASI KEKUASAAN, TNI HARUS KEMBALI MASUK PARLEMEN

Ayo Berbagi!
Bambang Susanto, SH., MH.
Bambang Susanto, SH., MH.

SwaraSenayan.com. Akhir-akhir ini, publik dipenuhi slogan-slogan “Jaga Pancasila, UUD’45, NKRI dan Bhinneka Tungal Ika”. Slogan-slogan tersebut seolah menjadi jawaban dan konter atas situasi yang berkembang saat ini terutama sebagai reaksi atas aksi 411 dan 212 oleh kesadaran kolektif dari ummat Islam terhadap kasus penistaan agama oleh Ahok.

Situasi ini bisa mengarah kepada ketidak kondusifan kehidupan berbangsa dan bernegara yang selama ini adem-ayem, rukun damai sentosa. Situasi ini yang mengusik mantan prajurit TNI AL, Laksma (Purn) Bambang Susanto, SH. MH.

“Toleransi dan menjaga kebhinnekaan yang tunggal ika untuk memperkuat bangunan NKRI diatas landasan konstitusi UUD’45 adalah komitmen sekaligus konsensus bangsa Indonesia,” ujar Bambang Susanto, mantan Kadiskum TNI AL dan Waka Babinkum Mabes TNI saat dihubungi SWARA SENAYAN (15/12/2016).

Menurut Bambang, bangsa Indonesia yang pluralistik dan multikulturalistik, negara ini didirikan berkat rasa kebersamaan. Paham kebersamaan dan asas kekeluargaan menjadi dasar pendirian Negara Indonesia, yang menolak secara tegas paham individualisme dan liberalisme yang berlaku di masa kolonialisasi Belanda. Karena itu dalam kebhinnekaan bangsa ini meyakini Pancasila sebagai falsafah hidup dalam berbangsa dan sekaligus meletakkan Pancasila sebagai dasar negara.

“Jangan jadikan Pancasila sebagai sloganistis dalam menyikapi fenomena persoalan saat ini. Mari kita tegakkan UUD 1945 sebagai amanat konstitusional bangsa Indonesia dalam kehidupan nyata berbangsa dan bernegara,” tuturnya.

UUD 1945, menurutnya adalah sebuah konstitusi yang custom made, sebuah dasar konstitusi yang disusun sendiri secara khas, berdasar kearifan lokal dan nasional oleh bangsa Indonesia tanpa mengabaikan hikmah modernisasi peradaban ditengah pergaulan antar bangsa-bangsa di dunia.

Kebhinnekaan khas Indonesia, lanjut Bambang, menuntut disusunnya suatu sistem politik yang khas pula (a custom made  democracy) khas Indonesia. Inilah Demokrasi Indonesia yang sesuai untuk bangsa Indonesia yaitu menuntut berlakunya prinsip “semua diwakili” dan bukan sekedar “semua dipilih”.

Sistem demokrasi Indonesia yang khas inilah yang kita sebut sebagai Sistem Demokrasi Pancasila, yaitu sebuah sistem demokrasi yang dijiwai dan diintegrasikan dengan sila-sila yang terkandung pada Pancasila sebagai dasar negara.

“Namun pada kenyataannya demokrasi yang dibangun sekarang ini sudah menyimpang dari demokrasi pancasila dengan terselenggaranya pemilu secara langsung dan dibukanya kebebasan membuat partai-partai politik sehingga muncul banyak parpol yang menimbulkan kegaduhan politik dan demokrasi prosedural berbiaya besar,” urai Bambang.

Bambang menambahkan, jika mencermati kondisi sekarang hampir semua parpol merapat pada penguasa pemerintahan (eksekutif), ini sungguh sangat tidak sehat dalam kehidupan bernegara. “Lalu, bagaimana kalau lembaga eksekutif melanggar konstitusi maka tidak ada lagi check and balance. Untuk itu penyelenggara negara harus mawas diri,” imbau Bambang.

Melihat prilaku parpol yang cenderung mengejar kekuasaan, Bambang berpendapat TNI sebagai pengawal negara atau benteng terakhir NKRI harus kembali masuk di lembaga legislatif / parlemen, karena sejatinya jiwa dan raga TNI diserahkan pada bangsa dan negara.

Bambang juga mengakui bahwa perjalanan bangsa Indonesia pada era reformasi sekarang ini telah melenceng dari falsafah dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Demokrasi hanya dimaknai sebagai suatu kebebasan bersuara (freedom of speech) sehingga sistem “demokrasi kebablasan” ini turut memperkeruh suasana kebatinan kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini.

“Bukan kebebasan bersuara yang kita harapkan, yang menjadi acuan adalah suara (nilai) kebenaran dan bukan suara mayoritas sebagaimana yang dianut oleh sistem Demokrasi Liberal,” tegas Bambang.

Kata “hikmat” dalam sila ke-4, kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam permusyarawaratan / perwakilan, mengandung arti kearifan, kebijaksanaan, kebenaran. Kebenaran tentunya ada yang bersifat relatif (kebenaran ilmiah) dan ada kebenaran absolut, atau kebenaran yang bersumber dari Dzat Maha Benar.

Bambang juga mengutip implementasi Demokrasi Pancasila yang ideal adalah demokrasi yang bedasarkan kekeluargaan dan gotong royong yang ditujukan untuk kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur, berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan.

Karena itu, merespon situasi terakhir soal kasus Ahok yang diduga melakukan tindakan penistaan agama, kesadaran religius ini hendaknya jangan dicampur adukkan dalam kegiatan politik praktis, sehingga Ahok masuk ke ranah penistaan terhadap agama Islam.

Dalam Demokrasi Pancasila, Bambang melihat adanya keuniversalan cita-cita demokrasi dipadukan dengan cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan sehingga tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas.

“Bangsa Indonesia mengedepankan semangat kekeluargaan, bukan dominasi  mayoritas / diktator mayoritas maupun tirani minoritas. Persoalan kebhinnekaan dan SARA sudah selesai, yang ada justru masalah kesenjangan, terutama dalam bidang ekonomi, oleh karena itu semua pihak dituntut untuk menyelesaikan persoalan utama yaitu kesenjangan ekonomi,” tegas Bambang. *DAM

 

Ayo Berbagi!