Oleh : Ma’mun Murod Al-Barbasy (Guru Ilmu Politik FISIP UMJ)
SwaraSenayan.com – Umrohnya “Bapak Reformasi” M. Amien Rais (MAR) dan Prabowo Subyanto (PS), terutama pertemuannya dengan Habib Rizieq Shihab (HRS) dibincang dan disoal oleh beberapa kalangan di Tanah Air. Ada yang membincang secara proporsional dengan menyatakan bahwa hal yang wajar MAR dan PS bertemu HRS. Pertama, sejak Pilkada Jakarta 2017 mereka bertiga mempunyai ikatan emosional politik yang sama. Kedua, seperti dalam banyak kasus hukum yang bermuatan politik, HRS juga sedang diterpa kasus hukum bernuansa politik. Kasus “penghinaan terhadap Pancasila yang dilaporkan Sukmawati “Tusuk Konde” Soekarno Putri memang telah diSP3, namun kasus lainnya terkait tuduhan “chat Itu” masih belum SP3. Sulit untuk tidak menyebut kasus “chat itu” sebagai bukan beraroma politik. Nalar seorang mumayyiz sekalipun akan mengatakan kalau kasus “chat itu” tidak bernuansa politik, tentu bukan sesuatu yang sulit bagi pihak kepolisian untuk menjemput paksa HRS pulang ke Indonesia. Apalagi tempat tinggal HRS yang saat ini menjadi semacam “posko politik” pasti sesuatu yang mudah bagi kepolisian untuk menemukannya. Membiarkan HRS berada di luar negeri tanpa ada upaya untuk memaksa pulang ke Indonesia menunjuklan bahwa kasus hukum HRS memang hanya dagelan politik jelang Pilpres 2019.
Ketiga, ada juga yang menyoal posisi MAR yang mantan orang nomor satu Muhammadiyah kok mau-maunya berada di bawah ketiak HRS. Orang yang menyoal demikian saya kira orang yang tak paham MAR. MAR itu orang yang sangat merdeka, tak mudah ditekan, dan tak mudah bergantung pada orang lain. Bahwa MAR bertemu HRS di Makkah hal yang wajar, posisi HRS ada di Makkah. Percayalah, kalaulah HRS berada di Indonesia, ketiga tokoh ini: MAR, PS, dan HRS akan saling berkunjung.
Namun ada juga yang menyoal secara tidak proporsional, dengan misalnya sampai menyatakan kalau umrohnya MAR dan PS bernuansa politik, maka umrohnya tidak sah, sebuah sikap yang sangat berlebihan. Sudah bak Tuhan saja, berani menentukan sah tidaknya peribadatan (Umroh) seseorang.
Penyikapan yang tidak proporsional atas umroh MAR dan PSĀ menggambarkan kepanikan pihak-pihak yang selama ini menentang dan berhadapan dengan Prabowo dan sebaliknya, mendukung dan secara politik bergantung kepada Jokowi.
Tergambar di berbagai media sosial, bahwa mereka yang menyikapi secara tak proporsipnal atas umroh MAR dan PS memang selama ini dikenal tak menyukai atau secara politik berhadapan dengan MAR, PS, dan HRS.
Penyikapan-penyikapan yang tak proporsional terhadap MAR, PS, dan HRS secara politik tentu dimaksudkan untuk melemahkan posisi PS yang kemungkinan akan maju kembali pada Pilpres 2019. Saya sebut kemungkinan karena berbagai kemungkinan bisa saja terjadi, termasuk kemungkinan PS membangun koalisi dengan kubu Gatot Nurmantyo (GN) dengan mempersilahkan dan mendukung GN maju pada Pilpres 2019.
Kalau pelemahan ini dilakukan secara masif dengan maksud melemahkan posisi politik PS, justru akan gagal. Sebaliknya, PS akan diuntungkan. Apalagi di saat bersamaan, tampilan Presiden Jokowi dalam menahkodai bangsa dan negara ini tidak cukup dan bahkan jauh dari menggembirakan. Sekian. *SS
