Tony Rosyid: Prabowo dan Upaya Merebut “Kedaulatan Rakyat”

oleh -45 Dilihat
oleh
banner 468x60

SwaraSenayan.com. Defacto, Prabowo-Sandi menang. Begitulah pengakuan Badan Pemenangan Nasional (BPN). Datanya? Dari hitungan BPN dan TNI Angkatan Darat yang katanya bocor. Para pendukung Prabowo-Sandi, hampir di seluruh wilayah, mengamini.

Demikian disampaikan Tony Rosyid Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa dalam keterangan tertulisnya yang diterima redaksi SwaraSenayan, Rabu (24/4/2019).

banner 336x280

Menurut Tony Rosyid, keyakinan tersebut dikuatkan oleh maraknya perampokan C1 serta penghilangan kotak dan surat suara. Jika kubu Jokowi-Ma’ruf merasa menang sesuai quick count, mengapa praktek-praktek perampokan C1 dan penghilangan surat suara masih masif terjadi? Ini pertanyaan, sekaligus kejanggalan yang logis.

“Dalam situasi seperti ini jika Prabowo-Sandi tetap dipecundangi, kabarnya ada wilayah yang mau memisahkan diri dari NKRI. Wow! Ngeri!,” bebernya.

Saat ini, problemnya bukan soal menang-kalah. Tony menyebutkan lebih pada proses pemilu yang curang. Bahkan kecurangan itu dianggap telah melampaui batas wajar. Istilah populernya: kecurangan dilakukan secara terstruktur sistematis dan masif (TSM).

“Ada yang menambahkan dengan satu lagi istilah, yaitu brutal,” tegasnya.

Tony juga menguraikan massifnya pengerahan aparat, logistik BUMN, Kepala Daerah, Kepala Dinas, Camat dan Lurah untuk bekerja bagi Paslon tertentu adalah bentuk kecurangan secara struktural.

“Institusi-institusi yang seharusnya netral itu digerakkan secara masif dan sistematis,” ujar Tony.

Belum lagi, imbuh Tony, kecurigaan rakyat terhadap KPU punya banyak bukti dan argumentasi yang logis. Sebagian data kecurangannya ada di Bawaslu.

Pemilu kali ini juga dianggap “brutal”. Kok brutal? Tony menguraikan, mungkin karena ada adegan-adegan brutal yang mewarnai pemilu. Ribuan KPPS ikut jadi juru kampanye dan nyoblos sisa surat suara. Mereka menghalangi pendukung Paslon tertentu ikut nyoblos. 6,7 surat suara tidak didistribusikan. Terjadi perampokan C1. Pembakaran gedung tempat penyimpanan kotak suara. Kabarnya juga terjadi pemotongan tangan seseorang yang telah mencoblos 100 surat suara. Itu semua masuk katagori brutal.

“Apakah 119 KPPS mati adalah bagian dari brutalisme itu?  Perlu dicek, apakah kematian mereka murni karena kelelahan, atau ada faktor lainnya,” kata Tony.

Karena itu, kecurangan yang sedemikian parah dianggap telah merampas kedaulatan rakyat. Kedaulatan untuk memiliki hak memilih tanpa diintimidasi, ditakut-takuti, dihalangi dan dicurangi. Perampasan terhadap kedaulatan rakyat ini telah menyulut kemarahan para pendukung Prabowo-Sandi di hampir semua wilayah. Terutama Jawa Barat, Madura, Aceh, Sumatera, Sulsel dan sebagian Kalimantan. Tidak saja di masyarakat bawah, tapi juga para ulama dan tokoh-tokohnya.

Beberapa video yang viral di medsos tentang pernyataan para tokoh dan ulama Solo Raya yang siap jihad dan mati Syahid menurut Tonny, sepertinya itu bukan main-main. Bukan membela Prabowo, kata mereka di video itu. Tapi membela negara yang kedaulatan rakyatnya telah dirampas.

Tony juga menyitir pernyataan publik yang cenderung ‘nyinyir’ ke Prabowo, ada yang nanya, kalau Prabowo-Sandi dikalahkan di KPU, kenapa gak ke MK? Bukankah itu jalur konstitusional?

“Inilah masalahnya. Mereka sudah tak lagi percaya terhadap MK. Jika aparat dan media yang super body saja bisa dikuasai dan dikendalikan, apalagi cuma KPU dan MK? Pikiran inilah yang ada di benak hampir seluruh pendukung Prabowo,” urai Tony.

Kepercayaan rakyat, dalam konteks ini adalah para pendukung Prabowo kepada institusi-institusi tersebut, nampaknya sudah sangat tipis, kalau tidak dibilang hilang sama sekali. Sejarah panjang hubungan mereka dengan aparat, terutama kepolisian yang tak pernah harmonis menguatkan pandangan ini.

Oleh para pendukungnya, Prabowo didesak untuk mengambil kembali kedaulatan rakyat yang telah dirampas itu. Setujukah Prabowo? Tony menjelasan, sepertinya ia satu langkah dengan para pendukungnya rebut kembali kedaulatan rakyat yang telah dirampas oleh segala bentuk perampokan suara di pilpres.

Apa indikasinya Prabowo akan sejalan dengan pendukungnya, Tony menduga kuat dengan Prabowo tak menerima tawaran pihak Jokowi untuk bertemu. Tentu dengan berbagai alasan sebagai alibinya. No kompromi! No negosiasi! Kabarnya, jika Prabowo sampai terima, ia akan ditinggalkan para pendukungnya, dan mereka akan bergerak sendiri.

“Seluruh tokoh, ulama dan jutaan pendukung tak mengijinkan Prabowo menemui pihak yang dianggap telah merampas kedaulatan rakyat di pemilu itu,” lugasnya.

Apakah berarti akan terjadi people power? Tony mengutip banyaknya prediksi yang mengatakan bahwa 99,9 persen akan terjadi. Sebuah gerakan massa, yang jika betul akan terjadi, maka jumlahnya bisa ratusan ribu, bahkan jutaan. Bila Reuni 212 saja bisa berkumpul 13 jutaan massa, apalagi situasi hangat-hangat sedap seperti sekarang.

“People power, itu tak berarti negatif. Bukan aksi anarki dan melanggar konstitusi. Tapi bisa dalam bentuk aksi damai. Seperti aksi damai seperti aksi 411 dan 212,” ungkapnya.

Kendati damai, menurut Tony ini akan cukup membuat panik sebuah kekuasaan jika dilakukan dalam waktu lama. Misal, jutaan orang duduki istana, gedung DPR, kawasan Monas atau jalan-jalan protokol selama sebulan saja, maka ini akan jadi masalah besar. Apalagi jika ada salah respon dan keliru perhitungan operasi aparat, maka bisa berpotensi menaikkan eskalasi kemarahan massa.

“Situasi akan lebih parah lagi jika Paslon 01 juga menghadirkan para pendukungnya untuk diadu dan dibenturkan dengan pendukung 02. Ini akan lebih parah lagi. Jika ini terjadi, gak terbayang berapa banyak yang akan jadi korban. Dan kita tahu, para pendukung 02 sangat militan dan siap syahid di medan pertempuran ini jika harus mati,” tegas Tony.

Siapa yang jamin jika gerakan people power itu tak membuat aparat gerah? Tak sabar, apalagi stress karena terlalu lama bertugas, maka bisa jadi bumerang buat semuanya. Disinilah kematangan, kedewasaan, dan kearifan para elit bangsa dibutuhkan. Tentu, demi bangsa dan negara. Bukan demi Paslon.

Lalu, apa tuntutan people power dari para pendukung Prabowo-Sandi? Tony menyebut satu narasi yang keluar: untuk merebut kembali kedaulatan rakyat yang telah dirampas oleh pihak-pihak yang telah melakukan kecurangan sistematis, masif, terstruktur dan brutal di pemilu. Dan substansi dari memperjuangkan kedaulatan rakyat ini adalah mendiskualifikasi Paslon yang telah dianggap melakukan kecurangan itu. Yaitu Paslon 01. Mungkinkah KPU mengabulkan tuntutan itu? Hampir pasti tidak.

“Kita semua tahu KPU itu seperti apa. Disinilah ketegangan akan terjadi. Ketegangan inilah yang harus diwaspadai agar tak menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan dan berdampak destruktif untuk bangsa dan negara di masa depan,” pungkasnya. *SS

banner 336x280

No More Posts Available.

No more pages to load.