SwaraSenayan.com. Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tax Amnesty yang digagas pemerintah ini masih terus menuai pro-kontra dikalangan masyarakat, persoalan yang mengemuka adalah soal kepastian apakah ada keuntungan secara ekonomi untuk Indonesia. Benarkah ada dana sampai ratusan triliun di luar negeri.
Masalah keadilan sosial juga harus menjadi pijakan yang jelas benar dimana, darimana dan berapa dana-dana tersebut. Bagaimana pula sistem reward dan punishment nya. Kesiapan pengelolaan perpajakan baik sistem maupun menejemen juga harus disiapkan, jangan ada lagi kongkalikongnya, SDM harus bersih, jujur, akuntabel dan transparan.
“Sejak gagasan tentang Tax Amnesty digulirkan, saya sudah beberapa kali mengingatkan kepada Pemerintah tentang kemungkinan adanya miss leading, miss perceptie dan pro kontra yang tajam didalam masyarakat, dan akibatnya alih-alih berhasil menarik uang milik WNI yang ada diluar ke dalam negeri (capital in flow), yang terjadi malah situasi politik dalam negeri yang semakin memanas,” ujar Taufikurrahman Ruki mantan Ketua KPK kepada SWARA SENAYAN (1/6/2016).
Dalam beberapa kesempatan Ruki mengaku sudah menyatakan bahwa yang ditakuti oleh pemilik uang itu bukan pembayaran pajaknya, tetapi pengusutan darimana uang itu diperoleh, berapa besar pun pajaknya, pasti akan dibayar asal bisa “memutihkan” uang itu.
Karena itulah, dalam RUU Tax Amnesti itu, menurut Ruki harus memuat ketentuan yang menyatakan bahwa tidak akan dilakukan pengusutan atas cara perolehan uang tersebut kecuali dari tindak pidana korupsi, perdagangan narkoba dan terrorisme.
Karena rumusan tentang ketentuan inilah, kemudian diskusi RUU Tax Amnesty beralih dari masalah keuangan / tax, ke ranah hukum dan kemudian masuk ke ranah politik. Dimata Ruki, sebetulnya tentang ‘capital in flow’ ini banyak cara yang bisa dilakukan untuk menariknya kembali dan menurutnya Tax Amnensty bukan cara yang menarik bagi pemilik uang itu, karena yang mereka takutkan bukan pajaknya dengan dendanya sekalipun, tetapi adanya keengganan bahkan ketakutan akan dilakukan pengusutan atas asal-usul uang tersebut.
Karena itu yang paling tepat menurut Ruki adalah “Assets Declaratian”, atau “Statutory Declaration” yaitu pernyataan tentang keberadaan dan jumlah assets seseorang yang disimpan di luar negeri dan kesiapan untuk membuktikan sendiri oleh pemiliknya darimana asset itu diperoleh.
“Untuk mereka yang dengan sukarela mengumumkan secara terbuka ‘simpanannya’ di luar negeri, dengan undang-undang, ini dinyatakan diampuni segala perbuatan melawan hukum yang dilakukannya untuk memperoleh assets tersebut dalam arti tidak dilakukan pengusutan,” tuturnya.
Selanjutnya, tinggal memberikan keterangan dan bukti dari yang bersangkutan sendiri tentang cara memperolehnya, apabila ternyata karena menyalah gunakan wewenang atau karena melawan hukum maka harta tersebut sebagian besarnya ditetapkan menjadi milik negara dan sebagian lagi dapat dimiliki oleh yang bersangkutan sebagai “hadiah” atas kesukarelaannya, dan bagi yang bisa membuktikan bahwa asset tersebut diperoleh secara syah maka tinggal dihitung berapa pajak yang harus dibayarnya tanpa denda sebagai “reward” atas kesediaannya untuk menarik uang simpanannya di luar negeri. ■mtq