Sel Rasa Hotel

oleh -144 Dilihat
oleh
banner 468x60

Oleh: Chusnatul JannahLingkar Studi Perempuan dan Peradaban

SwaraSenayan.com. Publik kembali dibuat geger. KPK kembali beraksi. Empat tersangka digelandang KPK karena diduga melakukan praktik suap atas fasilitas mewah di Lapas Sukamiskin. Kalapas Sukamiskin Wahid Husein dan pejabat lainnya Hendi Saputra diduga menerima hadiah untuk fasilitas mewah. Dua tersangka lainnya dari narapidana korupsi. Lebih mengejutkan lagi, saat penggeledehan, dua orang napi korupsi lainnya tidak berada di sel.

banner 336x280

Berbagai barang temuan mewah disita KPK. TV, kulkas, dispenser, alat penanak nasi, sel ber-AC, springbed menjadi barang bukti. Nampaknya nama Sukamiskin tak cocok disematkan di Lapas tersebut. Lebih cocok dengan Lapas Sukamewah. Bagaimana tidak, saat rakyat banyak merugi karena korupsi, sang koruptor malah hidup enak di balik jeruji besi. Lebih mirip hotel daripada sel.

Mewah di luar, enak di dalam. Saat menjabat maling uang, sebagai tahanan masih bisa menghirup udara segar. Menurut Laode M. Syarif, napi yang menginginkan fasilitas mewah seperti kamar hotel harus membayar sebesar Rp 200 juta h- Rp 500 juta. Kasus ini bukanlah hal baru. Sebab, ada 5 kasus serupa yang pernah terjadi. Diantaranya kasus kamar mewah milik Artalyta Suryani (Ayin) terpidana kasus narkoba di Rutan Kelas 2A Pondok Bambu. Saat dilakukan sidak, ditemukan perlengkapan bayi untuk anak angkatnya. Publik juga masih ingat bagaimana lihainya terdakwa mafia pajak, Gayus Tambunan keluar masuk Mako Brimob dan melakukan pelesiran.

Korupsi di negeri ini tak pernah mati. Bagaimana mau mati bila para koruptornya saja tak tahu diri. Leluasa menyuap petugas agar kamar selnya disulap bak hotel berbintang. Jika kasus yang sama berulang terjadi, maka ada yang salah dengan sistemnya. Harusnya kementerian dan lembaga terkait bisa mengambil pelajaran dari kejadian sebelumnya. Namun, nampaknya kebiasaan suap-menyuap sulit dituntaskan.

Pertama, penerapan dan sanksi hukum lemah. Hukum mudah diperjualbelikan. Alhasil, korupsi menjadi budaya yang sulit dihilangkan. Sanksi yang diberikan tak memberi efek jera bagi pelakunya.

Kedua, biaya politik mahal harus balik modal. Paradigma inilah yang menjadi prinsip dasar bagi

pejabat pemenang pemilu. Balik modal harus dilakukan. Jalan paling mudah adalah dengan korupsi. Sementara, gaji belum cukup mengganti modal pemilu.

Ketiga, sekuler mengikis iman. Jabatan tinggi menjadikan para pejabat tak sadarkan diri. Bergelut dengan sistem demokrasi-sekuler, halal-haram tak menjadi ukuran. Dosa dan pahala tak dihiraukan. Yang penting tak ketahuan, jabatan nyaman, uang pun aman. Tergodanya Iman pasti terjadi. Sebab, sistem demokrasi-sekuler tak akan mampu membentuk seseorang dengan keimanan dan ketakwaana tinggi. Cinta dunia mengalahkan rasa takut kepada penciptanya, Allah SWT.

Jadi, bila ingin korupsi tak lagi meracuni, sistem dan aturannya layak diganti. Sistem Islam akan menutup rapat penyalahgunaan kekuasaan dengan sanksi hukum yang tegas. Sebab, aturan Islam berasal dari Allah SWT yang jauh dari campur tangan kepentingan manusia. Sistem politik demokrasi yang berbiaya mahal akan dipangkas bila politik Islam diterapkan. Dengan jangka waktu dan pemilihan yang singkat, biaya kampanye dan pemilu dalam Islam bisa murah. Sistem Islam juga mewujudkan hamba-hamba yang beriman dan bertakwa. Setiap pejabat selalu sadar bahwa jabatan dan amanah akan dimintai pertangungjawaban. *SS

banner 336x280

No More Posts Available.

No more pages to load.