Oleh: Alfian Tanjung
SwaraSenayan.com. Sukses 19 April 2017 merupakan hari bersejarah perjuangan politik Umat Islam di Indonesia. Energi 212, dengan event 2 Desember 2016. Hal tersebut merupakan moment sejarah ketika “Petahana” yang superbody dan yakin 100% menang dengan kekuatan yang relatif “sempurna”, bisa dikalahkan oleh energi perjuangan 212. Sebagai kekuatan Politik berbasis Iman pada Al-Qur’an. Dengan perolehan 3,5 juta suara untuk kemenangan paslon Gubernur dan Wakil Gubernur Muslim.
Koalisi Jakarta Nasional
Anies-Sandi yang diusung oleh PKS & Gerindra didukung oleh Umat Islam dengan perhitungan 1,5 juta suara pemilih PKS-Gerindra, dan 2 juta suara Umat diluar perolehan suara PKS & Gerindra di DKI Jakarta. Artinya, ketika mobilisasi partisipasi digerakkan oleh “Mesin Politik” Umat. Hasil yang diperolah sangat signifikan.
Dalam Pilkada serentak III, tanggal 27 Juni 2018, energi 212 masih “sangat berpengaruh”. Dari sosok HRS dan dukungan para Ulama dan tokoh pergerakkan Islam secara Nasional. Buktinya ada 12 Provinsi yang “ditopang 212” menang secara telak dan beberapa daerah mengalami lonjakan dukungan. Fenomena Jawa Barat dan Jawa Tengah merupakan fakta riil.
Artinya, koalisi Jakarta yang diperluas plus menjadi pilihan berupa “Koalisi Jakarta Nasional”. Koalisi Jakarta Nasional merupakan ikatan Iman dan kesadaran peran Politik Umat Islam untuk menjadi variabel signifikan dalam memenangkan Jihad Konstitusional. Hal ini harus dipahamkan pada seluruh elemen dan komponen Umat. Dengan ini, koalisi Jakarta Nasional bisa memiliki bargaining politik dalam skala Nasional untuk terpilihnya Presiden atau Wakil Presiden pilihan Umat.
Posisi HRS harus ditopang oleh peran Ulama dan tokoh Umat secara Nasional dan efektifnya MCA (Muslim Cyber Army) dan satuan Laskar Media Sosial lainnya. Keberadaan Media Cetak serta Televisi seperti TVOne, iNewsTV tetap harus “digarap” sesuai batas kemampuan kita.
Pemilu Nasional 2019
17 April 2019, Indonesia baru pertama kali menyelenggarakan Pemilu serentak: Legislatif dan Presiden. Pada kesempatan ini Umat Islam harus mengambil peran secara sungguh-sungguh. Hal ini terkait dengan eksistensi dan misi Dakwah Islam dalam artian yang sesungguhnya.
Pengalaman di Jakarta 19 April 2017 bisa menjadi modal & model yang dimodifikasi secara Nasional. Karena telah terbukti Potensi dan kekuatan Politik Umat Islam masih mencukupi untuk berpartisipasi dalam memenangkan aspirasi Politik Islam. Pengalaman di Jakarta dengan spirit 212 merupakan anugerah Allah SWT yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemenangan aspirasi politik Islam dan Umat Islam dalam Pemilu serentak Nasional pada 17 April 2019.
Merebut Kemenangan
Pemilu Nasional 2019 merupakan ajang perjuangan Politik Umat Islam Indonesia. Hal ini harus dilakukan secara terencana, terukur dam memiliki target kemenangan dalam artian sebenarnya.
Ada beberapa catatan yang bisa menjadi perhatian dan ditindak lanjuti. Hal tersebut adalah:
Pertama, spirit 212 harus digelorakan oleh kita semua, baik dengan merefleksikan perjalanan 212 atau dilakukan Reuni 212 per-2 Desember 2018, kebetulan bertepatan dengan hari Ahad. Kegiatan Reuni bisa dilakukan secara tersentralisir atau terdesentralisir. Penulis memiliki usul, diseluruh Provinsi adakan reuni 212 dan didokumentasikan secara baik dan professional.
Kedua, sosok HRS sebagai Imam Besar Umat Islam Indonesia harus dipertegas secara formal dan merata secara Nasional. Peran MCA dan mimbar Dakwah sangat membantu mengeksiskan HRS sebagai Imam Besar Umat Islam Indonesia dalam artian yang fungsional dan berskala Nasional. Silahkan ditindaklanjuti oleh kita semua.
Ketiga, persaudaraan Alumni 212 (PA 212) harus “mematut diri” sebagai pelayan perjuangan Umat. Dalam moment 17 April 2019 berkonsentrasi sebagai lokomotif dan pelayan perjuangan politik Umat Islam untuk memenangkan Paslon yang ditetapkan oleh Syuro.
Keempat, keberadaan Ulama yang tergabung di GNPF-U harus dimaksimalkan di semua lini, event, moment dan kesempatan. Untuk menggelorakan kemenangan aspirasi politik Islam di Indonesia, yang tentunya perlu bahkan harus menjalin hubungan secara “idiologis” dengan organisasi kemasyarakatan dan partai politik yang siap mendukung hasil Syuro kita.
Kelima, untuk ikhwan kita yang menyebrang ke “Kubu Cebong”, sebaiknya bahkan selayaknya atau “seharusnya” jangan di aspresiasi secara lisan atau tulisan. Karena dengan “mendiamkan” mereka, tidak usah menyindir, tidak perlu mengarah apalagi menyerang mereka. Kita harus fokus memobilisir partisipasi Umat untuk memenangkan hasil Syuro GNPF-U.
Kemenangan didepan mata, pastikan Allah SWT sebagai titik berangkat, rujukan amal dan titik tuju kemenangan kita. Kesatuan komando dan ketaatan pada pimpinan akan menunjukkan tuahnya dalam wujud kemenangan. Usaha dan Do’a harus terus dipanjatkan, Allah SWT tempat kita mengembalikan segala urusan. *SS