SwaraSenayan.com. Jaksa Penuntut Umum (JPU) sidang kasus dugaan penodaan agama menyatakan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok bersalah. Tuntutan dibacakan dalam sidang ke-20 yang digelar Pengadilan Negeri Jakarta Utara di auditorium Kementerian Pertanian , Jakarta Selatan, Kamis (20/4/2017).
“Perbuatan saudara secara sah dan meyakinkan telah memenuhi unsur 156 KUHP, oleh karena itu terdakwa harus dijatuhi pidana 1 tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun,” kata JPU Ali Mukartono di hadapan majelis hakim.
Dalam materinya, penuntut umum mendasarkan tuntutan dari dakwaan terhadap Ahok. Ahok didakwa dua pasal, yakni Pasal 156 dan 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 156 KUHP berbunyi, “Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp 4.500”.
Sedangkan isi Pasal 156a KUHP adalah, “Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia”.
Menanggapi materi tuntutan JPU tersebut, menurut Djoko Edhi Abdurrahman, mantan anggota DPR Komisi III, JPU berlaku amatiran. Surat dakwaan dan tuntutan bertolak belakang.
“Di dakwaan, JPU mendakwa Ahok dengan Pasal 156 a huruf a dengan ancaman hukuman 5 tahun. Di tuntutan oleh JPU, Pasal 156 a tak terbukti, primernya. Tapi kata JPU yang terbukti adalah Pasal 156 (subsidernya),” katanya kepada SWARA SENAYAN.
Menurutnya, JPU juga curang. Tuduhan dari Penyidik ada dua: melanggar pasal 156 a huruf a, dan pasal 28 UU ITE ujaran kebencian. Tak ada Pasal 156. Oleh JPU, pasal 28 UU ITE diganti dengan Pasal 156 yaitu penistaan antar golongan.
“Kapan ada masalah antar golongan? Tak ada! Golongan apa dengan golongan apa? Ahok bukan golongan Pak Jaksa. Emang Syiah versus Sunny, atau Islam Gafatar versus Islam Agama. Gitu aja sampeyan repot. Ngaco berat deh,” ujarnya dengan gemas.
Kalau sudah terbukti pernyataan kebencian, menurut Djoked, ujarannya menjadi ujaran kebencian pada Pasal 28 UU ITE. “Itu otomatis Pak Jaksa. Ayak-ayak wae,” gumamnya.
Menurut Djoked, dengan JPU menuntut hukuman percobaan, maka sebenarnya tak pernah ada ancaman hukuman blasphemi seperti itu sepanjang Indonesia merdeka. Untuk menutupi rekayasa, dihadirkan jaksa yang jadi JPU di kasus Jessica agar publik percaya. Itu menghina intelektualitas hukum.
Doked menambahkan, pekan depan, Humprey Djemat minta vispraak alias bebas murni dan, majelis hakim mengabulkannya. “Selesai fiat justicia ruat coelloem. Luar biasa Ahok,” pungkasnya. *SS