Oleh: Mayor Jenderal TNI (Purn) Saurip Kadi
BAGIAN 3
SwaraSenayan.com. Kini, dengan sistem pasar, setiap bentuk usaha korporasi, dalam paradigma ekonomi jaringan, merupakan sebuah siklus dari masyarakat pesertanya dari hulu ke hilir, dengan pembagian hasil usaha yang juga kongkrit kepada para anggotanya. Secara langsung. Semacam koperasi.
Di Spanyol, misalnya ada MCC (Mondragon Cooperative Corporation) yang merupakan sebuah koperasi korporasi skala besar milik rakyat. Bahkan, ada yang manajemennya dikelola oleh sebuah program di internet yang berjalan secara otomatis karena aturan permainan yang sudah jelas, sehingga mereka sebut dengan “almost zero-cost management”.
Para pendukung aliran ini, yang kalangan ekstremnya, bahkan membayangkan sebuah dunia yang lebih baik ketika kontrak sosial untuk menjalankan amanat rakyat yang selama ini diberikan kepada negara, diprogram saja dalam sebuah “super computer” sehingga tidak relevan lagi isu-isu etnis, agama, sara, dan gender yang selama ini melekat dalam kultur masyarakat yang merupakan tugas berat sebuah negara semacam Indonesia ini.
Jadi dalam sistem pasar, ada model bisnis “Koperasi Korporasi” (Cooperative Corporation) dimana rakyat konsumen terlibat aktif sebagai bagian dari korporasi dalam sebuah siklus usaha. Misalnya dalam bidang telekomunikasi. Sebagaimana kita ketahui bahwa paradigma baru ekonomi jaringan mengharuskan telekomunikasi dan multimedia menjadi infrastruktur kehidupan abad ini, artinya wajib dimiliki secara merata oleh setiap individu tanpa pandang bulu.
Maka, harus dipikirkan bagaimana biaya semurah mungkin dari infrastruktur telekomunikasi dan multimedia tersebut. Karena diatas infrastruktur tersebut akan berkembang berbagai bisnis bernilai tambah (“value added business”) yang akan mendorong kemajuan ekonomi kerakyatan.
Maka, kecenderungan di seluruh dunia, dalam rangka implementasi “MDG – Millenium Development Goal”, sedang diusahakan layanan yang semakin hari semakin murah dan mengarah kepada gratis.
Hal ini menjadi syarat agar “knowledge-based business” yang bekerja diatas infrastruktur telekomunikasi dan multimedia akan berkembang dahsyat. Maka, bentuk yang sedang berkembang di dunia adalah “koperasi telekomunikasi dan multimedia” dimana keuntungan dari usaha akan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk biaya yang semakin murah.
Namun untuk menjaga layanan agar tetap berkualitas maka kompetisi antara manajemen yang satu dengan yang lain tetap diadakan yang artinya bukan monopoli beberapa gelintir pemain saja. Jadi istilah model ini sering disebut dengan “kooperatif sekaligus kompetitif” yang disingkat menjadi “koopetitif”. Sementara di kita yang dikembangkan justru akumulasi keuntungan kepada pemegang saham sehingga dewasa ini harga pulsa di negeri kita adalah termahal di dunia.
Praktek yang demikian pada hakekatnya adalah pemerasan yang dilegalkan oleh negara, tanpa memberi alternatif kepada rakyat untuk memilihnya.
Bagi Indonesia sesungguhnya sangat relevan dengan model “koopetitif”, bahkan para pendiri Republik sudah mencanangkan secara nyata dalam bentuk BUMN dan Koperasi sebagai soko guru perekonomian bangsa.
Namun karena tuntutan jaman, bentuk BUMN dan Koperasi perlu direstrukturisasi menjadi BUMR (Badan Usaha Milik Rakyat). BUMR yang berbasis manajemen online (telematika) yang ramping, efisien, kualitas standard, dan kompetitif. Inilah model “kapitalisme kerakyatan” yang pada esensinya juga berupa “sosialisme demokrat” yang pada gilirannya menentukan demokrasi politik.
Bisnis kerakyatan yang terorganisir dengan manajemen digital inilah bentuk demokrasi kerakyatan yang sesungguhnya karena rakyat ikut aktif dalam kegiatan bisnis yang menyangkut nasib dan kehidupannya melalui teknologi yang mampu bersaing dengan korporasi secara global. Teknologi jaringan multimedia yang memungkinkan rakyat kembali berkuasa kini menjadi platform masyarakat. Inilah esensi dari people cybernomics.
Dengan cara ini gagasan untuk melahirkan kesetaraan dalam bidang politik otomatis menjadi teruji secara obyektif rasional. Bagaimana mungkin akan lahir kesetaraan dalam bidang politik tanpa adanya jaminan kesetaraan dalam memanfaatkan sumber daya ekonomi. Itulah kunci untuk mewujudkan demokrasi yang sejati yang dicita-citakan pendiri negeri ini.
Seorang pemikir radikal, Ralph Milliband justru melihat bahwa kapitalisme akan digantikan oleh alternatif sosialisme. Di Inggris, Anthony Giddens juga melihat ideologi sosial-demokrat sebagai alternatif. Sementara itu dewasa ini, makin ramai serangan terhadap faham Neo-liberal. Maka People Cybernomics adalah sintesis dari kapitalisme dan sosialisme yang dikawinkan oleh revolusi informatika.
Hal ini tidak hanya sejalan dengan tuntutan globalisasi, namun juga ada dasar sejarahnya. Anda perlu membaca buku-buku Soekarno dan Hatta. Apa yang diamanatkan dalam sila kelima Pancasila “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” umpamanya, diawal kemerdekaaan diterjemahkan oleh founding fathers kita dengan membentuk lebih dari 150 BUMN yang ditugasi untuk menangani kesejahteraan rakyat.
BUMN menguasai di hampir semua sektor kehidupan. Dipadukan dengan gerakan koperasi yang jumlahnya jutaan, sehingga sering disebut soko-guru perekonomian bangsa.
Itu adalah awal model ekonomi Indonesia menurut paham para pendiri negeri ini. Salah satu contoh yang masih bertahan adalah AJB Bumiputra 1912. (Bersambung Bagian 4). ■ss