Oleh : Pradipa Yoedhanegara
SwaraSenayan.com – Khabar berita yang beredar disejumlah media massa nasional, dan sejumlah sosial media kemarin pagi, agak sedikit mengejutkan bagi saya atau bahkan juga publik dengan pernyataan mundurnya, Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudi Latif yang mengundurkan diri dari posisinya. Statemen mundur tersebut di sampaikan oleh Yudi Latif melalui akun Facebook pribadinya yang diberi judul “Terima Kasih, Mohon Pamit” dan juga pesan WhatsApp kesejumlah rekan-rekannya di BPIP.
Secara pribadi saya ingin angkat topi dan mengacungkan seribu jempol buat Yudi Latif, sebagai tanda hormat terhadap nilai sebuah integritas, menyangkut etika dan moralitas yang masih di junjung tinggi seorang akedemisi dan intelektualitas yang bernama Yudi Latif, meski berada didalam pemerintahan saat ini. Karena sangat sulit menemukan tipikal pribadi seperti Yudi Latif di era milenial, apalagi di era kepemimpinan rezim presiden jokowi.
Mundur dari jabatan seperti yang dilakukan oleh Yudi Latif, saat ini belum menjadi bagian dari budaya di Indonesia. Yang terjadi malah justru kebalikannya, dengan berbagai macam cara dan dialektika dilakukan oleh banyak pejabat di negeri ini untuk dapat bertahan dari jabatan atau mempertahankan jabatannya, walau harus menghianati nilai-nilai kejujuran atau malah kalau perlu mereka mengorbankan rekan kerja sendiri, demi sebuah jabatan prestisius di negeri ini.
Moralitas dan Etika diera social digital seperti saat ini, telah menjadi sesuatu sesuatu yang sangat mutlak. Namun pada kenyataannya memang mahal dan tidak gampang untuk didapatkan. Bicara tentang Moralitas dan etika, sangatlah mudah untuk diucapkan, namun sulit untuk di implementasikan. Karena moral dan etika tampil sebagai jargon yang begitu diagung-agungkan, tetapi seringkali menjadi terlupakan atau sengaja dilupakan oleh banyak pejabat saat ini, karena untuk mengakomodir kepentingan berbagai macam pihak yang ada dinegeri ini.
Pro kontra tentang BPIP (Badan Pengembangan Ideologi Pancasila) beberapa waktu yang lalu, yang begitu menyita perhatian publik dan menjadi polemik terkait besaran gaji para pejabat serta dewan pengarah BPIP, yang kini menggelinding begitu tajam, serta sudah menjadi bola liar dan menjadi santapan publik, sebab ketidak jelasan Nomenklatur, dan Tupoksi yang sejak awal kelahirannya BPIP yang dulu bernama UKPPIP sudah cacat politik bawaan.
Keputusan yang diambil oleh Yudi Latif merupakan sesuatu yang sangatlah terhormat dan wajib mendapat apresiasi dari semua pihak, manakala keinginan semula Yudi Latif yang ingin mengabdi kepada bangsa dan negara, akan tetapi malah berubah menjadi korban dari ganasnya kebijakan rezim, yang salah kaprah dalam memaknai nilai luhur serta ideologi pancasila yang merupakan telah menjadi falsafah serta pandangan hidup bagi segenap warga negara yang hidup, tumbuh dan berkembang di negeri ini.
Sikap kenegarawanan yang ditampilkan oleh Yudi Latif, merupakan sebuah pesan moral yang ingin disampaikan kepada bangsa ini, atau juga merupakan sebuah langkah pembelajaran yang bisa kita petik dari mundurnya Yudi Latif dari BPIP, yaitu menyangkut integritas yang harus tetap dijunjung tinggi, meskipun berada didalam kekuasaan politik. Mengutip pernyataan Mahfud MD, “Malaikat masuk ke dalam sistem Indonesia pun bisa jadi iblis juga”. Ternyata Yudi Latif bisa membuktikan bahwa dirinya tetap sebagai malaikat dengan memilih keluar dari BPIP.
Semoga mundurnya Yudi Latif merupakan hasil dari perenungan yang mendalam, sebagai keputusan yang diambil dari muhasabah seorang Yudi Latif. Semoga juga langkah yang diambil oleh Yudi Latif bisa menjadi bahan dan masukan ataupun pertimbangan bagi banyaknya intelektual dan akademisi yang ada didalam BPIP untuk mengikuti jejak dan langkah Yudi Latif dengan memilih jalan mundur dari BPIP, agar tidak menambah polemik yang lebih panjang lagi di kemudian hari, sebagai dampak dari kebijakan yang terlalu premature dalam pembentukan BPIP yang dulu bernama UKPPIP tersebut.
Selain itu ada baiknya pemerintahan presiden jokowi untuk dapat mempertimbangkan kembali keberadaan BPIP yang banyak menuai polemik dan kontroversi tersebut dimasyarakat, karena minimnya ide dan gagasan tentang pemaknaan ideologi pancasila. Selain itu “PANCASILA” bukan untuk dilembagakan dan diamalkan dengan cara top down atau pemaknaannya sesuai selera penguasa, tapi Pancasila itu harusnya lahir dari keseharian dan kebiasaan hidup yang ada tertanam sebagai nilai di masyarakat kita sejak dahulu kalla.
Namun jika pemerintah presiden jokowi, masih tetap dan ngotot ingin menjadikan Pancasila sebagai sebuah kelembagaan yang begitu formil seperti BPIP saat ini, saya sangat yakin lembaga itu hanya akan bertahan seumur jagung karena tidak akan banyak memberi manfaat bagi khalayak luas, dan hanya akan kembali menuai polemik ataupun kontroversi publik di masa yang akan datang, Apalagi pasca BPIP ditinggalkan oleh sosok negarawan Yudi Latif.
Sebagai pesan penutup, ditahun politik seperti saat ini pemerintah seharusnya memiliki kemampuan untuk dapat meredam polemik yang terjadi pada masyarakat, salah satunya dengan meniadakan BPIP, agar tidak terjadi kegaduhan yang berkepanjangan. Namun apabila pemerintah tetap memilih kegaduhan politik, alangkah baiknya presiden jokowi mengangkat Zaskia Gotik yang notabene sebagai “Duta Pancasila”, sebagai kepala BPIP pengganti Yudi Latif. Waallaahul Muafiq illa Aqwa Mithoriq. Wassallamualaikum Wr, Wb. *SS
