Penunjukan Penjabat Gubernur Jabar Bermotif Pengamanan Kepentingan atau Kepentingan Pengamanan

Ayo Berbagi!

SwaraSenayan.com. Penunjukkan Komisaris Jenderal Mochamad Iriawan sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat oleh Mendagri Tjahjo Kumolo jelas-jelas melanggar UU No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI pasal 28 ayat 3, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

Demikian disampaikan Gde Siriana selaku Direktur Eksekutif LOGOSS (Local Government Strategic Studies) kepada SwaraSenayan.

Menurut Siriana, jabatan Komjen Iriawan di Lemhanas tidak serta merta melepaskan keanggotaannya di Polri yang masih aktif.

“Dalam pasal 28 ayat 3 itu juga tidak mempersoalkan apakah anggota Polri menjabat jabatan struktural atau tidak di Polri,” terangnya.

Karena itu, Siriana meyakini bahwa aturan tersebut artinya berlaku untuk semua agggota Polri. Ini mematahkan argumen Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Bahtiar yang menjadikan tidak menjabat struktural di Polri sebagai alasan mengangkat Komjen Iriawan sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat.

“Jadi secara normatif, norma Lemhanas tidak menggugurkan norma kepolisian yang melekat pada Komjen Iriawan,” kata Siriana.

Lebih lanjut, Siriana menganggap penunjukan Iriawan diduga keras untuk mengamankan kepentingan tertentu dalam Pilkada Jawa Barat. Dengan menabrak aturan perundang-undangan, publik semakin curiga.

“Jangan salahkan publik jika memiliki kecurigaan yang kuat pada setiap kebijakan atau keputusan publik yang berpotensi melanggar UU dan peraturan,” ujarnya.

Sirina juga mengutip kembali pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto sejak bulan Februari lalu yang menyatakan tentang pembatalan usulan soal anggota Polri menjadi Penjabat (Pj) Gubernur. Wiranto juga tidak menyatakan apakah anggota Polri memiliki jabatan struktural atau tidak di Polri, tetapi semua anggota Polri.

Dalam hal ini, dijelaskan Siriana bahwa Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengaku sependapat dengan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto. Kapolri Tito juga pernah mengatakan bahwa situasi saat ini rawan dipolitisasi sehingga dia dan Wiranto sepakat mengambil langkah pembatalan usulan.

“Apa yang telah diputuskan Mendagri tanpa mempertimbangkan pandangan Menkopolhukam dan Kapolri jelas mengundang kecurigaan publik. Ada kecenderungan ini perilaku akal-akalan dan memiliki tugas khusus untuk mengamankan kepentingan rezim di Jawa Barat,” bebernya.

Meski diakui Siriana bahwa hak publik dalam hal ini dapat mengajukan gugatan ke PTUN, tetapi bisa saja prosesnya lebih lama dari hasil Pilkada Jawa Barat.

“Pemerintah sebagai pengguna sistem seharusnya dapat menjaga dan memelihara sistem bukan sebaliknya membelokkan sistem untuk kepentingan kekuasaan,” tegasnya. *mtq

Ayo Berbagi!