Oleh: Muslim Arbi
SwaraSenayan.com. Begitu Pasangan Khofifah dan Emil Dardak disebut sebagai pemenang versi Quick Count Pilgub Jawa Timur. Masih pagi-pagi sekali Khofifah yang mantan mentri Jokowi sudah sesumbar akan mendukung pada Pilpres mendatang.
Pernyataan Khofifah ini bisa di baca bahwa kemenangan nya di dukung full Istana. Istana bermain di belakang ini, maka sebagai balasan atas kemenangannya Khofifah sudah bikin pernyataan dukungan atas Jokowi.
Pengasuh Pondok Pesantren Al Amin Ngasinan Kediri, Kiai Anwar Iskandar, seperti dimuat di pilkada.tempo.co; mengatakan kekalahan Gus Ipul menurut QC tak begitu mengejutkan. Sebab, pasangan Ipul-Putih harus menghadapi kekuatan besar. “Tidak perlu saya sebutkan siapa mereka, tapi yang jelas negara ikut bermain.” (Tempo, 29/6/2018).
Dr Zulkifli S Ekomei, mantan Anggota DPRD Surabaya yang sekarang sebagai Aktifis Nasional di Jakarta, dalam kritikan kepada Khofifah Indarparawanha di sebuah WAG menyebutkan; Kalau Khofifah sebut akan mendukung Jokowi sebagai Capres sebelum Pilkada Jawa Timur dan menang itu baru bisa di anggap kemenangan nya karena, juga mendukung Jokowi.
Maka, Dr Zul, aktifis Senior yang sering di sapa teman2 pergerakan bilang; pernyataan Khofifah itu tidak bisa dianggap sebagai ukuran kemenangan mantan Mensos Jokowi karena dukugan nya kepada mantan Walikota Solo itu. Maka, susah di bilang menang Khofifah karena Jokowi, demikian Dr Zul menilai.
Lain Khofifah di Jawa Timur; dalam hal dukungan kepada Jokowi di Pilpres. Ridwan Kamil yang juga klaim sebagai pemenang Pilgub Jawa Barat meski belum ada ketetapan resmi KPUD; sesumbar akan dukung Jokowi dalam pilpres di protes pemilih. Mereka dukung RK sebutan untuk mantan Walikota Bandung itu; bukan untuk dukung Jokowi tapi benahi Jawa Barat.
Jadi, sebetulnya kalau mencermati statemen Khofifah dan Ridwan Kamil itu; Pilkada serentak ini bisa saja di anggap sebagai ajang untuk mengejar tiket Capres dan memenangkan Jokowi untuk periode ke 2. Bukan untuk benahi daerah masing-masing.
Kelihatan nya, syahwat politik dan kekuasaan lebih aggresif dari pada seharus nya tugas dan kewajiban yang di bebankan dalam UU. Apa dan bagaimana seharusnya maksud dan tujuan Pilkada di selenggarakan?
Maka, pantas Kiai Anwar Iskandar Kediri menilai Negara ikut bermain. Padahal Penyelenggara Negara tidak boleh bermain dalam urusan Pilkada. Dan kalau benar Istana bermain gunakan Negara untuk kepentingan Politik kekuasaan maka ini pelanggaran.
Bisa saja indikasi permainan Negara yang di gunakan oleh Istana terlihat dalam pernyataan Khofifah Indarparawangsa dan Ridwan Kamil seperti yang di lansir luas ke Publik. Jika dugaan itu benar, maka rezim ini mengacaukan sistem bernegara dalam Demokrasi Liberal sekarang ini. Wallahu’alam. *SS