Swastanisasi Energi UU MIGAS 22/2001 Khas NeoLiberal

Ayo Berbagi!
Inas Nasrullah Zubir, Anggota Komisi VII DPR RI, Fraksi Hanura
Inas Nasrullah Zubir, Anggota Komisi VII DPR RI, Fraksi Hanura

SwaraSENAYAN.com. Stanley Fish, Guru Besar Universitas Internasional Florida mengatakan mengatakan, bahwa salah satu ciri khas neoliberal adalah swastanisasi pada semua hal, diantaranya sektor keamanan, kesehatan, pendidikan, kepemilikan, jalan tol, maskapai penerbangan, ENERGI, sistem komunikasi, dan aliran modal.

Demikian Anggota Komisi VII DPR RI Inas Nasrullah Zubir mengutip guru besar tersebut dalm merespon liberalisasi kebijakan di sektor energi kepada SwaraSENAYAN (31/3).

Menurut Inas, asumsi pendapat tersebut jika perusahaan swasta dibiarkan meretas jalannya sendiri untuk berperan besar di semua kehidupan, maka seluruh umat manusia akan hidup sejahtera.

“Yang patut dikritisi dari asumsi tersebut adalah nilai-nilai seperti moralitas, keadilan, kejujuran, empati, kemuliaan dan cinta telah disangkal dan didefinisikan kembali menurut kebutuhan pasar,” ujar Inas yang juga sebagai Poksi Hanura untuk Revisi RUU Migas.

Beberapa Undang-Undang di Indonesia kata Inas sangat kental ciri khas Neoliberal-nya dan salah satunya adalah Undang-Undang Migas No. 22/2001, dimana penguasaan negara terhadap sumber daya migas diamputasi untuk kemudian diserahkan kepada swasta.

Dalam ayat 2a, pasal 6, UU No. 22/2001 berbunyi: “Kepemilikan sumber daya alam tetap ditangan Pemerintah sampai pada titik penyerahan”.

Artinya dari ayat tersebut, setelah PSC ditanda tangani antara Pemerintah dan Kontraktor maka Pemerintah secara legal menyerahkan kepemilikan sumber daya migas kepada Kontraktor selama kurun waktu tertentu.

Selanjutnya, dalam ayat 1, pasal 9, UU No. 22/2001 bermakna bahwa kegiatan usaha hulu dan hilir bukan saja dikuasai oleh BUMN maupun BUMD tapi juga oleh swasta.

Padahal, menurut Inas menyerahkan kepemilikan sumber daya alam walaupun sementara dalam ayat 2a pasal 6 bertentangan dengan ayat 3, pasal 33 UUD 45 dan penguasaan sektor hulu oleh swasta dalam ayat 1 pasal 9 bertentangan dengan ayat 2 , pasal 33 UUD 45.

Dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat 2: Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak dikuasai negara.

Ayat 3: Bumi dan air dan kekayaan alam yang tekandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

“Jadi cukup jelas bahwa fundamental Undang-Undang Migas 22/2001 adalah Neoliberal dimana negara hanya sebatas penerima “fee” dari sumber daya alam-nya dan kemampuan pengelolaan-nya menjadi hilang,” tegas Inas.

Lanjutnya, padahal negara seharusnya melalui badan usahanya (BUMN) mampu mengelola setiap sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia minimal duduk dalam usaha bersama dengan swasta untuk memimpin setiap proyek pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam kita. ■mtq

Ayo Berbagi!