Moratorium Pengadaan Kapal Tahun 2018, Evaluasi Atas Disclaimers

Ayo Berbagi!

Oleh: Rusdianto Samawa, Ketua Umum Front Nelayan Indonesia (FNI)

SwaraSenayan.com. Rencana pengadaan bantuan kapal perikanan tahun 2018, menuai banyak kritik. Pasalnya, pengadaan kapal sebelumnya banyak sekali yang tidak tepat sasaran. Rencana pengadaan kapal tahun 2018 terdiri dari: 1). Kapal < 5 GT sebanyak 300 unit: 2). Kapal 5 GT sebanyak 100 unit: 3). Kapal 20 GT sebanyak 60 unit: 4). Kapal Pengangkut Ikan 28 GT sebanyak 24 unit: 5). Kapal Pengangkut Ikan 60 GT sebanyak 12 unit: 6). Kapal Pengangkut Ikan 120 GT (Multi Years Contract TA 2018 (30%) dan TA 2019 (70%)): 7). Lanjutan pembangunan kapal penangkap ikan 120 GT (Multi Years Contract) sebanyak 3 unit: 8). Lanjutan pembangunan kapal pengangkut ikan 100 GT (Multi Years Contract) sebanyak 3 unit.

Catatan penting bagi kita pemerhati Kelautan dan Perikanan bahwa Kapal Pengangkut Ikan 120 GT dan 100 GT (Multi Years Contract TA 2018 (30%) dan TA 2019 (70%) merupakan perubahan skema anggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjadi multiyears contract yang dilakukan KKP dalam beberapa program yang dijalankannya. Hal ini dilakukan setelah program pengadaan kapal tahun 2016 dan 2017 ini mengalami kegagalan.

Skema perubahan anggaran Multiyears contract pun belum ada kesepakatan antara KKP dengan DPR untuk kelanjutan program pengadaan kapal. KKP RI nampaknya begitu mudah merubah mekanisme penganggaran programnya tanpa ada persetujuan DPR. Perubahan mekanisme penganggaran tersebut menabrak kelaziman system penganggaran yang ada sebagaimana yang atur oleh Kementerian Keuangan RI. Pasalnya skema multiyears contract harus direncanakan dan diputuskan saat pembahasan RAPBN 2017 bersama dengan DPR RI.

Walaupun argumentasi KKP RI menjelaskan skema multiyears contract kegiatan prioritas yang berdasarkan kajian teknis pelaksanaan pekerjaan lebih dari satu anggaran, yaitu pembangunan sentra perikanan nasional (National Fisheries Center – NFC) Muara Baru, Kapal angkut 100 GT, Kapal penangkap ikan 120 GT, Pasar ikan modern Muara Baru, Pusat Riset PIAMARI dan MIAMARI.

KKP RI menganggap hal itu mengacu pada peraturan Menteri Keuangan No. 238 Tahun 2015 tentang tata cara pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak (Multiyears contract/MYC) dalam pengadaan barang/jasa pemerintah kepada menteri keuangan.

Pengusulan MYC tersebut diklaim telah dilengkapi dengan kajian teknis serta surat rekomendasi dari Kementerian PUPERA bahwa MYC perlu dilakukan dengan tahun jamak (lebih dari satu tahun anggaran). Dalam proses penerbitan persetujuan MYC, telah melalui mekanisme pembahasan/ penelaahan dengan Ditjen Anggaran, Kemenkeu.

Saat ini telah terbit surat persetujuan MYC dari Menkeu No. S-137/MK.2/2017 tanggal 31 Agustus 2017 untuk kegiatan pembangunan NFC, Kapal Penangkap Ikan 120 GT dan Kapal angkut 100 GT, sedangkan untuk kegiatan yang lain diperkirakan akan terbit pada minggu ke-3 Oktober 2017.

Sebagaimana diungkapkan dalam BPK LHP – LK Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2016 tentang catatan B.4 atas Laporan Keuangan, KKP RI melaporkan realisasi belanja barang per 31 Desember 2016 sebesar Rp. 4.499.681.414.60 4,00. Realisasi belanja tersebut diantaraya sebesar Rp. 209.227.547. 845,00 berupa pembayaran pembangunan kapal perikanan untuk diserahkan kepada masyarakat. Pembayaran tersebut telah dilaksanakan 100% atas fisik pekerjaan kapal yang belum diselesaikan 100%.

Berdasarkan Berita Acara Serah Terima (BAST) per 31 Desember 2016, kapal yang telah diserahkan dari Galangan ke Koperasi penerima, sebanyak 48 kapal dari 756 kapal yang telah direalisasikan 100% pembayarannya. BPK tidak dapat memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat tentang kewajaran nilai tersebut. Sebagai akibatnya, BPK tidak dapat menentukan apakah diperlukan penyesuaian terhadap angka tersebut di atas.

Sementara dalam Catatan C.6 atas Laporan Keuangan, KKP RI menyajikan piutang netto per 31 Desember 2016 sebesar Rp 3.640.225.183,00. Dari nilai tersebut masih terdapat transaksi di tahun 2016 yang berdampak pada penyajian akun dan belum disajikan dalam laporan keuangan. Transaksi tersebut berasal dari pekerjaan pembangunan kapal perikanan. BPK tidak dapat memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat terkait besaran progres pekerjaan untuk menetapkan Bank Garansi yang seharusnya dijadikan sebagai dasar penyajian piutang dalam laporan keuangan. Sebagai akibatnya, BPK tidak dapat menentukan apakah diperlukan penyesuaian terhadap angka tersebut diatas.

Begitu juga dalam catatan C.10 atas Laporan Keuangan, KKP RI melaporkan persediaan per 31 Desember.2016 sebesar Rp. 854.140.342.585,00. Saldo persediaan tersebut sebesar Rp. 367.377.029.467,00 merupakan saldo persediaan pada Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap yang sebesar Rp. 308.503.750.296,00 berupa 12 kapal perikanan sebesar Rp. 4.613.716.152,00, 684 unit kapal perikanan dalam proses sebesar Rp. 204.538.754.929, 00 dan 834 unit mesin kapal perikanan sebesar Rp. 99.351.27 9.215,00. Atas persediaan kapal perikanan, KKP RI mencatat persediaan kapal berdasarkan pembayaran 100% fisik pekerjaan kapal yang belum di selesaikan 100%. Atas persediaan mesin kapal perikanan, sebanyak 467 unit berada di lokasi galangan, diantaranya 391 unit tanpa berita acara penitipan. BPK tidak dapat memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat tentang nilai tersebut di atas per 31 Desember 2016. Sebagai akibatnya, BPK tidak dapat menentukan apakah diperlukan penyesuaian terhadap angka tersebut di atas.

Dalam catatan C.11 atas Laporan Keuangan, KKP RI menyajikan nilai aset tetap tanah per 31 Desember 2016 sebesar Rp. 2.206.142.213.572,00. Dari nilai tersebut, terdapat aset tetap tanah seluas +/-469.870 m2 terletak di Kabupaten Sidoarjo yang berasal dari perjanjian ruislag tanah yang belum dicatat, disajikan, dan diungkapkan dalam Neraca per 31 Desember 2016. BPK tidak dapat memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat tentang aset tanah tersebut di atas, posisi per 31 Desember 2016, karena tidak tersedia data dan informasi pada satuan kerja terkait. Sebagai akibatnya, BPK tidak dapat menentukan apakah diperlukan penyesuaian terhadap angka tersebut di atas.

Begitupun dalam catatan C.16 atas Laporan Keuangan, KKP RI menyajikan aset tetap konstruksi dalam pengerjaan per 31 Desember 2016 sebesar Rp. 471.823.686.758,00. Dari nilai tersebut, sebesar Rp. 20.700.000.00 0,00 merupakan realisasi pembelian tahap pertama atas tanah milik PT Pertamina. Sedangkan pembayaran tahap kedua tidak direalisasikan karena terkendala pengosongan lahan. Atas realisasi pembayaran tahap pertama tersebut, KKP RI belum menerima haknya. Selain itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat sebanyak 272 unit Konstruksi Dalam Pekerjaan (KDP) yang memiliki nilai negatif dengan total nilai sebesar Rp. 76.708.657.407,00. BPK tidak dapat memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat tentang nilai tersebut di atas per 31 Desember 2016. Sebagai akibatnya, BPK tidak dapat menentukan apakah diperlukan penyesuaian terhadap angka tersebut di atas.

Kalau dasar normatif yang sama juga digunakan untuk pengadaan kapal tahun 2018 itu disesuaikan dengan: 1). Instruksi Presiden No. 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan lndustri Perikanan Nasional; 2). Presiden Joko Widodo pada 13 Januari 2017 telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Rencana Aksi Percepatan Pembangunan lndustri Perikanan Nasional; 3). Meningkatnya angka potensi perikanan tangkap yang semula 6,5 juta menjadi 9,9 juta ton per tahun; 4). Penertiban perizinan khususnya kapal-kapal markdown yang saat ini sedang diukur ulang; 5). Pemanfaatan tol Iaut untuk mengangkut hasiI-hasil penangkapan ikan. 6). Masih terdapat kebutuhan di lapangan untuk bantuan kapal nelayan di Provinsi Kepulauan dan daerah perbatasan: 7). Untuk pengadaan kapal penangkap dan pengangkut > 30 GT: a) Mengisi kekosongan armada penangkapan ikan akibat ditinggal kapal – kapal asing; b) Penglolaan oleh koperasi perikanan dengan off taker BUMN Perikanan untuk menjaga stabiiisasi harga dan menjamin kemampuan membeli hasil dari nelayan. c) Untuk daerah perbatasan yang rawan IUUF; kapal angkut untuk membawa ikan dari daerah terpencil masuk ke dalam rute tol Iaut.

Maka dasar itu juga akan mengalami kegagalan dalam pengadaan kapal. Karena tujuan dan dasar yang sama juga lakukan pengadaan kapal sebelumnya. Argumentasi KKP RI dalam pelaksanaan pembangunan kapal penangkap ikan tersebut yang bertujuan untuk: 1). Meningkatkan kemampuan jelajah operasi penangkapan ikan oleh nelayan hingga ke wilayah penangkapan ikan di ZEE dan Laut Lepas; 2). Mengurangi tekanan terhadap eksploitasi sumberdaya ikan di wilayah perairan pantai; 3). Meningkatkan produksi, mutu hasil tangkapan dan produktivitas nelayan dengan menerapkan teknologi penangkapan yang ramah lingkungan; 4). Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan; 5). Meningkatkan daya saing nelayan dalam pemanfaatan sumberdaya Ikan khususnya di perairan WPP NRI, ZEEI dan Laut Lepas.

Sementara khusus kapal berukuran 30 GT, maka pengelolaannya berdasarkan tujuan kebijakan itu sendiri: 1). Untuk mengisi kekosongan kapasitas Penangkapan lkan di Wilayah ZEE; 2). Dukungan terhadap Sentra Kelautan dan Perikanan di Wilayah perbatasan; 3). Adanya tambahan penangkapan kuota tuna untuk Indonesia (CCSBT); 4). Mengatasi permasalahan ABK yang memiliki keahlian teknis dan yang bekerja di dalam maupun luar negeri; 5). Dukungan terhadap SLIN sesuai dengan pasal 6 PERMENKP No.5 Tahun 2015; 6). INPRES No.7 Tahun 2016 & Perpres 3 Tahun 2017 terkait Percepatan Pembangungan lndustri Perikanan Nasional;

Selama ini penerima bantuan kapal hanya orang-orang tertentu, dimana penyerahan bantuan kapal itu tidak tepat sasaran walaupun ada penyerahan resmi dan ada berita acaranya. Padahal syarat penerima bantuan itu sangat jelas, seperti: 1). Berbadan hukum koperasi; 2). Harus merupakan koperasi yang memiliki keiayakan modai dan usaha; 3). Memiliki keahlian teknis di bidang penangkapan ikan; 4). Menguasai manajemen bisnis dan pemasaran; 5). Pernah mengoperasikan Kapal > 70 GT.

Syarat penerima sangat jelas dengan latar belakang anggota koperasi dan nelayan. Namun, investigasi ke sentra-sentra penyerahan bantuam itu sangatlah.tidak sesuai dengan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan.

Kalau masib memakai paradigma lama sebagai prinsip rencana alokasi pengadaan kapal bantuan tahun 2018. Maka harus ada persiapan pembangunan kapal perikanan tahun 2018 yang telah dilakukan yaitu: pembentukan tim teknis, evaluasi desain dan penyusunan spesifikasi teknis, dan rencana seleksi koperasi penerima dengan melibatkan unsur konsultan maupun asosiasi dan partisipasi masyarakat.

Apalagi ada unsur koperasi penerima yang dialokasikan pengadaanya tahun 2017 dan tidak terbangun karena gagal lelang maupun penyedia/galangan tidak selesai membangun maka dialokasikan kembali pengadaannya di tahun 2018. *SS

 

Ayo Berbagi!