SwaraSENAYAN.com. Inpex Corporation telah mengajukan proposal pengembangan Blok Masela ke Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) pada awal September lalu. Dalam proposal itu, Inpex mengajukan skema pengembangan blok secara offshore dengan menggunakan kilang terapung gas alam cair (FLNG) di laut.
Dari skema proposal yang diajukan oleh kontraktor tersebut dipandang tidak banyak menguntungkan masyarakat setempat yang berada di sekitar lokasi. Pro-kontra soal pembangunan jaringan gas kilang produksi gas di Blok Masela, terus bergulir. Apakah dibangun di laut, Floating LNG Plant, atau membangun kilang gas alam cair di darat, Onshore LNG Plant. Bahkan publik diperlihatkan adu kepentingan antara Kementerian Koordinator Maritim dan Kementerian ESDM soal kilang di blok tersebut.
Menurut Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Nono Sampono menyatakan Pembangunan kilang minyak dan gas abadi di Masela atau yang dikenal dengan sebutan blok Masela, haruslah dibangun di darat (onshore). Jika pembangunan Blok Masela dilakukan di daratan, maka pemerintah Provinsi Maluku dapat dengan jelas mengontrol berapa besar gas atau minyak yang didapat atau yang dihasilkan oleh pengelola.
“Dengan pembangunan semua infrastruktur Blok Masela di daratan, maka Provinsi Maluku akan diuntungkan dan memiliki multiplayer effect bagi Provinsi Maluku, untuk itu saya mengusulkan ke pemerintah untuk pembangunan kilang sebaiknya ada di daratan sehingga bisa berdampak ekonomi bagi masyarakat setempat,” demikian disampaikan Anggota DPD RI dari Provinsi Maluku Nono Sampono kepada SwaraSENAYAN.
Diungkapkan Nono Sampono, dalam pertemuan antara dirinya selaku anggota DPD RI asal Maluku, tokoh-tokoh Maluku di Jakarta dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral beberapa waktu lalu di Jakarta, semua tokoh asal Maluku sepakat bahwa Blok Masela dan semua sarana pendukungnya haruslah dibangun di daratan.
“Saya ini wakil daerah dan rakyat Maluku secara mayoritas menghendaki onshore. Hal ini telah diputuskan pada Musyawarah Nasional Masyarakat Maluku pada November 2015 lalu. Tentu standing position saya adalah onshore. Masyarakat Maluku memandang, onshore lebih menguntungkan,” ujarnya.
Lepas dari pro dan kontra tersebut, menurut Nono, dalam pengelolaan Blok Masela bukan sekedar onshore / offshore karena keduanya pasti ada untung dan manfaatnya. Mengenai penetapan lokasi kilang liquefied natural gas (LNG) Blok Masela merupakan kewenangan penuh Presiden Joko Widodo. Jadi, tentang apakah kilang blok masela dibangun di darat atau di laut sepenuhnya berada di tangan Presiden Joko Widodo.
“Pada akhirnya rakyat berharap Presiden memutuskan yang paling menguntungkan baik untuk negara dan pembangunan daerah. Presiden harus mempertimbangkan dampak negatif maupun positif, mau dibangun di darat atau di laut,” kata Nono yang juga sebagai mantan Komandan Marinir.
Tetapi menurut Nono ada hal yang jauh lebih penting adalah Blok Masela harus sebagai momentum untuk mengembalikan kedaulatan ekonomi dalam pengelolaan migas nasional yaitu dengan merevisi UU Nomor 22 tahun 2001 yang sangat liberal karena telah menggerus hak-hak negara, serta bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945.
“Diluar itu kita harus menghentikan dominasi geng mafia yang selama ini menguasai pengelolahan migas dan sumber daya alam nasional sejak Orde Baru,” terangnya.
Terkait pengelolaan migas nasional, Nono menegaskan bahwa negara tidak perlu membentuk Badan Pelaksana seperti SKK Migas, tapi bisa mengalihkan fungsinya sebagai Badan Pengawas dan Konsultasi saja. Bukan membentuk badan pelaksana, karena statusnya bukan badan usaha sehingga tetap harus menunjuk investor baik untuk pengelolaan dan penjualan hasil migas nya.
“Sudah cukup dengan menunjuk Pertamina sebagai BUMN baik secara sendiri atau menunjuk mitra investor dalam pengelolaan termasuk menjualnya. Jadi investor is investor hanya sebagai pelaksana, tidak masuk dalam wilayah policy dan menjual hasilnya. Kan Pertamina sudah punya pengalaman seperti Arun dan Bontang yang bahkan sebagai sokoguru dan tempat pembelajaran dunia migas,” pungkas Nono. ■mtq