Oleh: Ratu Amalia Sari (Mahasisiwi UIN IB Padang)
SwaraSenayan.com. Guru adalah sosok mulia. Maka pantaslah ia digelari sebagai Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Perannya sangat dibutuhkan dalam menghidupkan dan membangkitkan generasi. Hingga menghasilkan sebuah peradaban gemilang. Cerdasnya suatu bangsa menandakan bahwa, adanya sosok Guru yang hebat berada dalam negara tersebut. Namun, miris melihat nasib guru hari ini.
Ribuan guru honorer Indonesia melakukan aksi demo didepan istana merdeka, menuntut agar pihak pemerintah mengatasi nasib mereka yang tak jelas. Hingga rela bermalam didepan istana, akan tetapi aksi yang mereka lakukan tidak diindahkan oleh pihak istana bahkan presiden sekalipun.
Mereka yang hadir di aksi tersebut adalah guru yang sudah bertahun-tahun mengabdi, tapi pengabdian dan posisi mereka sama sekali tak di apresiasi yang layak dari negara.
Perjuni 2018, tercatat jumlah guru secara nasional ada sekitar 3.017 juta orang. Stengahnya PNS dan setengahnya Honorer. Perlu diingat yang honor ini bukan 10 atau 20 tahun, ada yang sudah 30 tahun. Malah ada 1 orang guru yang pensiun guru honor, sudah umur 60 tahun. Gaji terakhirnya Rp 160 ribu per bulan,”
Miris memang, guru yang seharusnya di apresiasi oleh pemerintah dan negara atas ilmu yang diberikannya, hari ini malah diabaikan dan seperti tidak dianggap kehadirannya.
Sejatinya, guru merupakan profesi terdepan memajukan pendidikan dan pembinaan generasi di sekolah maupun Perguruan Tinggi. Tanpa sosok seorang guru, apalah jadinya dunia pendidikan dan bangsa ini, sehingga peran guru sangat dibutuhkan dalam aktivitas belajar dan mengajar. Untuk meningkat mutu sumber daya manusia. Tentunya dibalik menjalankan kewajiban dari amanah tersebut, guru harus memenuhi hak yang setara dengan tanggung jawab yang diembannya yang begitu besar.
Akar Masalah Guru dan Pendidikan
Akar permasalahan guru hari ini bagaikan lingkaran keji dari sebuah sistem pendidikan di negeri ini, tak lain adalah diterapkannya sistem pendodikan kapitalisme. Kapitalisme memandang bahwasanya pendidikan adalah ajang komersil yang bisa meraup keuntungan. Jadilah akhirnya orang yang beruang sajalah yang bisa mengecap pendidikan.
Karena kesalah pandangan dengan arti pendidikan itu sendiri. Maka jadilah nasib penyampai ilmu hari ini tak lagi dihargai. Apalagi belakangan ini ada banyak terdengar kasus siswa melecehkan dan bahkan membunuh seorang guru.
Padahal guru adalah tulang punggung pendidikan nasional yanga akan menentukan nasib bangsa ini kedepannya. Seandainya pemerintah abai memperhatikan peran guru hari ini, maka jadilah bangsa bobrok, terkebelang siap lahir memimpin bangsa masa depan.
Sudah seharusnya pemerintah peduli dan bertanggung jawab terhadap nasib para guru honorer yang tidak mendapatkan hasil yang sepadan dengan apa yang sudah mereka berikan untuk bangsa.
Islam Memuliakan Ilmu
Sebagaimana gambaran kehidupan guru-guru dimasa pemerintahan kehidupan Umar bin Khatab. (Diriwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah, dari Sadaqoh ad-Dimasyqi, dar al_Wadl-iah-bin Atha). Bahwasanya dimasa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khatab, ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak. Setiap guru mendapat gaji 15 dinar (1 dinar=4.25 gram emas; 15 dinar+ 63.75gram emas).
Bila saat ini 1 gram emas Rp. 500 ribu, berarti gaji guru pada masa ituperbulannya sebesar 31.875.000. dan ini tentu tidak memandang atau membedakan status seorang guru tersebut baik PNS maupun honorer, apalagi tergolong sertifikasi ataupun tidak. Yang pasti profesinya adalah guru.
Keistimewaannya, satu orang guru dapat menghasilkan puluhan orang-orang cerdas. Guru merupakan profesi yang paling tinggi kedudukannya. Yang mana lahirnya profesi-profesi yang lain itu tak lepas dari jasa seorang guru yang sudah mengabdikan dirinya untuk kehidupan bangsa.
Maka tiada jalan lain untuk bisa memecahkan masalah ini kecuali dengan menerapkan Islam Kaffah. Karena hanya dalam Islamlah seorang guru diberikan penghargaan yang tinggi dan di apresiasi dengan baik dan mulia. Back To Muslim Identity. Wallahu a’lam bish Shawab. *SS