SwaraSenayan.com. Empat Pilar Kebangsaan yaitu: Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika akhir-akhir ini menjadi pembicaraan publik. Harus diakui, tidak banyak pembicaraan di kalangan publik tentang keempat pilar itu sepanjang masa demokrasi dan kebebasan sejak 1998. Jika ada, diskusi publik tentang keempat pilar itu, maka ia hilang-hilang timbul untuk kemudian seolah lenyap tanpa bekas. Tidak ada upaya tindak lanjut sistematis dari pemerintah khususnya untuk merevitalisasi, mensosialisasikan, dan menanamkan kembali keempat pilar itu dalam kehidupan kebangsaan-kenegaraan.
“Akibatnya, sepanjang reformasi politik yang bermula pada tahun 1998, negara-bangsa Indonesia hampir tidak pernah putus dipenuhi gagasan, wacana, gerakan, dan aksi yang secara diametral bertolak belakang dengan keempat pilar tersebut,” demikian disampaikan H. Lalu Gede Syamsul Mujahidin, SE anggota DPR RI dari Dapil NTB dalam sosialisasi empat pilar kebangsaan di Universitas Nahdlatul Wathan, Mataram NTB.
Acara yang digelar pada 27 Nopember dan 6 Desember 2016 ini diprakarsai Pemuda Nahdlatul Wathan dengan membidik segmen peserta dari kalangan pemuda, mahasiswa dan siswa. Nampak efektif jika sasaran sosialisasi nilai kebangsaan yang sudah mulai luntur dan kendur di kalangan generasi muda dihidupkan kembali pemahaman kebangsaan, karena merekalah generasi penerus.
Dalam paparannya, Lalu Gede Syamsul menyampaikan, bahwa satu dasawarsa reformasi telah dijalani rakyat Indonesia, namun semakin hari wajah bangsa makin terlihat muram dan suram. Dibidang penegakan hukum, kebobrokan yang sedemikian rupa yang menyentuh rasa keadilan yang paling mendasar. Hukum yang dicitakan berlaku sama (equal) terhadap semua warga negara dan termasuk pejabat negara sebagai esensi paham negara hukum (rule of law) sebagaimana diamanatkan konstitusi terlihat-terbukti diterapkan secara diskriminatif, tebang pilih.
Lebih lanjut, lalu Gede menguraikan berbagai fenomena diatas hanyalah sebahagian kecil dari kompleksnya permasalahan bangsa di tengah arus globalisasi dunia. Menjadi menarik untuk direnungkan kembali adalah bagaimana pentingnya empat pilar kebangsaan yakni: Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika dalam menopang kehidupan berbangsa dan bernegara di tengah hiruk pikuk reformasi Indonesia yang seolah kehilangan arah, merupakan sebuah kesadaran dan keprihatinan bahwa reformasi bangsa Indonesia selama 15 tahun ini ternyata kebat kliwat yang tidak sesuai dengan harapan rakyat, bahkan telah dan sedang berjalan keluar dari rel yang pernah dicita-citakan oleh pendiri Republik ini dan tak menentu ujung akhirnya.
“Gagasan ini, hendaknya diartikan sebagai peringatan bagi bangsa Indonesia, khususnya bagi generasi muda dengan menempatkan kembali arah reformasi ke atas jalur sejarah, sebagaimana pondasi yang diletakkan oleh para pendiri bangsa, dan diteguhkan kembali oleh konsensus nasional oleh generasi-generasi sesudahnya. Ini menjadi tugas dan tanggung jawab generasi muda untuk kembali mengikat kebangsaan agar berjalan dan melaju di atas rel menuju cita-cita nasional kita,” ujar Lalu Gede. *SHL