Abdul Chair : Mencari-cari Kesalahan Habib Rizieq

oleh -35 Dilihat
oleh
banner 468x60

SwaraSenayan.com – Direktur HRS Center, Dr. H. Abdul Chair Ramadhan, S.H., M.H. mengemukakan bahwa proses hukum HRS selaku Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) ditetapkan sebagai tersangka utama tindak pidana Pasal 160 KUHP tentang penghasutan patut dipertanyakan.

Selain HRS para penyidik tersebut juga menetapkan lima tersangka (in casu pengurus DPP FPI) dengan sangkaan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan Pasal 216 KUHP, dimana kedua pasal tersebut juga melekat erat pada Imam Besar HRS.

banner 336x280

Penyelidikan tersebut dimaksud dengan kaitan pelanggaran protokol kesehatan. Padahal istilah protokol kesehatan maupun kerumunan tidak ada disebut dan diatur dalam Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan maupun dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.

“Protokol kesehatan keberadaannya diatur dalam Peraturan/Keputusan Menteri Kesehatan. Adapun tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan tidak memiliki sanksi hukum. Dengan demikian, terjadinya kerumunan dalam acara Maulid Nabi Muhammad SAW yang didalamnya diselipkan acara pernikahan putri Imam Besar HRS adalah bukan perbuatan pidana,” papar Direktur HRS Center dalam release yang diterima redaksi SwaraSenayan (11/11/2020).

Dia juga mengatakan segala aturan mengenai pelanggaran protokol kesehatan sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang, maka hal tersebut tidak menjadi unsur delik. Sehinggga dapat dikatakan, proses hukum terhadap Imam Besar HRS dan lainnya dijalankan dengan tindakan menganalogikan PSBB sama dengan Kekarantinaan Kesehatan.

Sementara dalam hukum pidana dikenal asas legalitas yang melarang penerapan analogi, dikenal dengan adagium “nullum crimen noela poena sine lege stricta.” Abdul Chair kembali menegaskan bahwa tidak dapat dibenarkan mengambil norma hukum dalam peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, dalam hal ini segala bentuk aturan protokol kesehatan untuk kemudian dijadikan sebagai unsur delik.

Menurutnya, Pasal 160 KUHP dan Pasal 216 KUHP tidak ada objek perkaranya. Tidak ada perbuatan pidana dalam PSBB maupun protokol kesehatan sebagai tindak pidana asalnya (predicate crime).
“Menjadi sangat tidak masuk akal penerapan pasal ujaran penghasutan, sebab tidak ada akibat konkrit yang terjadi,” pungkasnya. *Sep

banner 336x280

No More Posts Available.

No more pages to load.