Perekonomian Dikuasai Mafia, Perlu Kebijakan Afirmatif Menjalankan Demokrasi Ekonomi

oleh -58 Dilihat
oleh
Dr. TB. Massa Djafar (Ketua Program Doktoral Universitas Nasional Jakarta)
banner 468x60

SwaraSenayan.com. Memasuki usia kemerdekaan RI ke 73, semakin miris. Gagasan founding Fathers tentang demokrasi ekonomi belum menjadi kenyataan. Pemerintahan silih berganti, cita-cita demokrasi ekonomi tampak hanya sebatas angan-angan saja.

Demikian disampaikan Dr. TB Massa Djafar, Ketua Program Doktoral Ilmu Politik Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional Jakarta kepada SwaraSenayan, Jum’at (17/8/2018).

banner 336x280

Menurutnya, pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 adalah dasar bangunan demokrasi ekonomi republik ini. Secara tekstual dan subtansial yang terkandung didalamnya sangat terang benderang dan lugas sebagai landasan operasional sistem perekonomian bangsa.

“Dalam setiap perumusan kebijakan pembangunan ekonomi, tampaknya implementasi demokrasi ekonomi cenderung diabaikan,” paparnya.

TB Massa mengulas efek krisis ekonomi 1998, di mana pemerintah begitu entengnya menjual aset perusahaan negara kepada asing tanpa memikirkan dampak negatif jangka panjang. BUMN hanya dalam bilangan kecil saja berkatagori sehat. Selain faktor miss management, faktor krusial melilit BUMN adalah korupsi politik.

“Lingkaran korupsi politik sukar diputus. Karena ia sudah menjelma menjadi mafia berbentuk shadow state atau negara bayangan. Vested interest aktor negara berkelindan dengan korporasi swasta,” jelas TB Massa..

Drama pasang surut BUMN menurut TB Massa sudah menjadi rahasia umum, sebagaimana  yang dialami Maskapai Garuda, Merpati, Telkom,  Pertamina, perusahaan kereta api, dan BUMN lainnya. Merupakan deretan panjang, betapa BUMN telah menjadi korban kanibalisasi dan konspirasi mafia tersebut.

Sementara pada level mikro TB Massa mengambil contoh kehidupan perkoperasian sebagai soko guru perekonomian rakyat yang tak kunjung kuat diimplementasikan, akibatnya didak mencapai 2% koperasi yang sehat dan sukses.

“Permasalahan yang dihadapi koperasi demikian kompleks. Mulai dari etos kerja, modal, skill, market dan dukungan kebijakan pemerintah harus diakui masih lemah,” tegas TB Massa.

Padahal dibeberapa negara, kata TB Massa, koperasi menjadi pelaku ekonomi yang handal. Tak ubahnya seperti perusahan swasta. Persoalan klasik  misalanya, politik anggaran,  alokasi budget APBN untuk pemberdayaan koperasi dan UMKM sangat kecil. Rata-rata tidak lebih 4 Tilyun. Sebagian besar anggarannya masih tersedot biaya rutin kementerian. Demikian pula kebijakan pemerintah daerah yang tak mendukung tehadap perkoperasian.

Dalam kebijakan yang lebih mikro misalnya, pasar tradisional. Ia belum maksimal menjadi sarana pemberdayaan,  hingga ekonomi mikro  bangkit dan memguat. Di pusat-pusat kegiatan ekonomi, fasilitas jarang disediakan untuk mereka. Misalnya, hampir di semua stasiun kereta api khususnya Jabodetabek, di monopoli oleh kios-kios atau minimarket yang sama.

“Secara kasat mata, kebijakan pemeriintah masih kurang berpihak kepada kelompok mikro ekonomi tradisional, yang notabene pribumi. Sementara, disi lain, kesenjangan atau ketimpangan sosial semakin lebar,” ujarnya.

Kebijakan yang diharapkan TB Massa sebenarnya sangat sederhana, yaitu adanya keseimbangan dan pemerataan kesempatan dalam berusaha. Sehingga keberadaan mereka bisa tumbuh sama dengan pelaku ekonomi kuat. Jika pemerintah berpihak dengan program pemberdayaan, performance mereka tidak kalah dengan pelaku ekonomi padat modal.

“Kita bisa banyak belajar dari negara-negara yang sistem ekonominya supra modern. Toh pemerintahnya masih bisa berpihak kepada kelompok ekonomi lemah dengan dukungan fasilitas relatif sama dengan pendekatan yang lebih proporsional,” urainya.

Karena itu TB Massa menegaskan sukar dibantah, persoalan utama nya adalah pada keberpihakan (political will) pemerintah secara konsisten dan berkesinambungan untuk berpihak kepada kelompok ekonomi lemah. Program pembangunan ekonomi menengah dan mikro masih sebatas retorika saja. Sebagian besar corak penguasa yang mengelola pemerintahan masih berorientasi rent seeking.  Keberpihakan kepada pelaku ekonomi rakyat diabaikan karena tidak menguntung secara pribadi bagi sebagian para aparat atau pejabat.

“Akibatnya, fasilitas modal dan tempat usaha lebih banyak diprioritaskan kepada kelompok ekonomi kuat. Alasannya sangat sederhana,  karena mereka punya capital,” kata TB Massa.

Atas keprihatinan tersebut, TB Massa mengamati, memang persoalan demokrasi ekonomi semakin komplek karena bangunan politik kurang mendukung ke arah penguatan demokrasi ekonomi. Relasi kekuasaan berada dalam mekanisme politik transaksional. Aktor-aktor politik seperti anggota parlemen, birokrat dan pengusaha, terkadang membelokkan tujuan dan prioritas penguatan ekonomi rakyat. Fokus utama bagi aktor ekonomi dan politik, adalah bagaimana mengembalikan biaya politik kontestasi dan upeti pada atasan.

Dampaknya merembet kepada kebocoran anggaran dan bias kebijakan ekonomi baik langsung atau tidak. Serta dampak negatifnya menerpa kaum ekonomi lemah. Dengan demikian, demokrasi ekonomi tidak beranjak, kemudian menjadi mainstream pembangunan ekonomi. Baik secara nasional maupun lokal.

Kedepan,  TB Massa menghimbau kepada siapapun yang menjadi presiden,  agar mereka punya political will yang kuat untuk menciptakan, mendekatkan cita-cita demokrasi ekonomi menjadi realita. Kebijakan yang integratif dan berkelanjutan menjadi kata kunci mewujudkan demokrasi ekonomi.

Upaya pembelian kembali saham BUMN atau perusahaan kerjasama dengan asing, harus lebih progesif dan menguntungkan negara. Dan politik anggaran harus lebih signifikan dari tahun ke tahun sehingga memberi efek yang positif menguatnya peran koperasi.

Redistribus aset ekonomi harus juga menjadi prioritas dalam rangka pemerataan pembangunan ekonomi. Land reform adalah jalan dan kebijakan pembangunan yang tak terelakkan. Yaitu, sebagai bentuk strategi, dimana tanah sebagai modal, dalam upaya menumbuhkan kedaulatan ekonomi rakyat.

“Penguasaan aset tanah oleh segilintir manusia Indonesia yang hanya 1%, adalah dosa kolektif pemimpin bangsa ini yang tidak termaafkan,” tegasnya. *SS

banner 336x280

No More Posts Available.

No more pages to load.