Pengelolaan Migas Konstitusional dalam Lingkup RUU Omnibus Law

Ayo Berbagi!

Penulis: Marwan Batubara *

SwaraSenayan.com. Dalam draft RUU Cipta Kerja, termuat rencana pembentukan Badan Usaha Milik Negara Khusus (BUMNK) yang akan berperan mengelola kegiatan usaha hulu migas. Pembentukan BUMNK adalah bagian dari klaster kemudahan berusaha dari 11 klaster RUU Cipta Kerja. Dalam hal ini, pemerintah dapat menugaskan Pertamina atau BUMN lain sebagai BUMNK.

Belum diketahui bagaimana akhir rencana tersebut apakah kelak akan dibentuk 1 atau 2 BUMN, yang berkaitan dengan peran SKK Migas ke depan. Hal ini tentu tak lepas dari kepentingan berbagai pihak untuk memperoleh manfaat. Telepas dari banyaknya kepentingan, pilihan yang diambil mestinya sesuai Pasal 33 UUD 1945, Putusan Mahkamah Konstitusi No.36/2012 dan kepentingan strategis nasional.

Sesuai Pasal 33 UUD 1945 negara harus berdaulat atas SDA migas. Bentuk kedaulatan dan penguasaan negara dapat terwujud melalui 5 aspek kekuasaan yakni membuat kebijakan yang ada pada pemerintah, mengurus atau menerbitkan izin (pada pemerintah), mengatur dan membuat berbagai peraturan (pada pemerintah dan DPR), mengelola (pada BUMN), dan mengawasi (pada pemerintah dan DPR). Dengan demikian, SDA migas akan memberi manfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Mengingat pentingnya aspek pengelolaan eksploitasi SDA migas nasional, maka badan usaha yang berperan melakukannya sangat penting diatur secara tegas dan terukur dalam RUU Cipta Kerja dan RUU Migas baru. Skema pengelolaan melalui BHMN dalam UU No.22/2001 harus diakhiri. Tidak ada alternatif lain, seperti telah diatur dalam UU No.8/1971, lembaga pengeloala tersebut harus ditetapkan sesuai konstitusi, yaitu berbentuk BUMN.

Sejauh ini pemerintah sebenarnya sudah melangkah cukup baik dengan membentuk Holding Migas di bawah kendali Pertamina. Karena itu, akan lebih relevan dan optimal jika holding tersebut disempurnakan dengan mengintegrasikan satu BUMN baru ke dalam Holding Migas, berperan menggantikan tugas dan fungsi SKK Migas saat ini. Hal ini sekaligus akan mensinergikan seluruh resources nasional dan mencegah benturan kepentingan antar BUMN.

Untuk itu, berbagai tugas dan fungsi SKK Migas saat ini harus dievaluasi dan dipisahkan sedemikian rupa, sehingga hal-hal yang terkait pengelolaan dan bisnis migas kelak dijalankan oleh BUMN baru yang bergabung ke holding. Sedangkan yang terkait aspek regulasi, non-bisnis dan pengawasan dapat dijalankan Ditjen Migas. Hal ini sekaligus untuk mencegah wewenang yang tumpang tindih dengan fungsi Kementerian ESDM.

Selain itu, dalam membahas RUU Cipta Kerja, pemerintah dan DPR perlu memperhatikan pertimbangan MK dalam Putusan No.36/2012 ketika membubarkan BP Migas pada 2012. Dinyatakan, agar setiap pembentukan organisasi negara dan semua unitnya harus disusun berdasar rasionalitas birokrasi efisien, tidak membuka peluang inefisiensi dan penyalahgunaan kekuasaan. Keberadaan BUMN yang terpisah justru berpotensi terjadinya inefisiensi.

Faktor lain adalah aset cadangan terbukti (proven reserve) migas nasional selama ini tidak termonetisasi optimal, terutama karena SKK Migas berbentuk BHMN dan tidak berbisnis. Jika SKK tergabung dalam 1 holding bisnis, maka secara langsung cadangan terbukti berada di bawah kendali BUMN yang sekaligus berperan sebagai kustodian aset (custodian, berperan menyimpan dan menjaga). Karena itu, RUU Cipta Kerja harus memuat ketentuan holding BUMN-lah yang berfungsi sebagai kustodian aset SDA cadangan terbukti migas nasional.

Dalam konstitusi, BUMN dirancang memiliki dan mengelola aset SDA migas agar dapat dimonetisasi dan digunakan untuk berbagai aksi korporasi. Monetisasi SDA migas oleh BUMN melalui pemberian hak kustodian atas cadangan migas nasional dapat menjadi leverage bagi BUMN berkembang lebih besar dalam meningkatkan pendapatan dan keuntungan, serta membangun infrastruktur energi dan mengakuisisi cadangan terbukti di luar negeri. Hal ini akan sangat bermanfaat bagi peningkatan ketahanan energi nasional dan kesejahteraan rakyat.

Dengan menjadi kustodian, Pertamina dapat membukukan pendapatan bagian Pemerintah dari first trench petroleum (FTP) dan equity to split (ETS) sebagai bagian dari penerimaan. Menurut Woodmac, sebagai kustodian Pertamina sebagai pimpinan holding akan menikmati berbagai peningkatan kinerja korporasi berupa cadangan terbukti migas, produksi  migas, pendapatan korporasi dan keuntungan korporasi. Peningkatan ini diperoleh secara otomatis tanpa perlu suntikan penyertaan modal negara (PMN) dari pemerintah.

Manfaat lebih lanjut bagi Holding BUMN Migas adalah meningkatnya aset dan kemampuan memupuk modal untuk berinvestasi, termasuk peningkatan peringkat kredit. Peningkatan modal dan rating utang ini akan menambah kemampuan berinvestasi Holding Migas untuk digunakan menambah cadangan terbukti, kemampuan produksi dan membangun infrastruktur yang sangat berguna bagi peningkatan ketahanan energi nasional.

Dengan berbagai manfaat di atas, maka sejumlah ketentuan terkait aspek penguasaan negara melalui holding BUMN Migas dan kustodian aset migas oleh holding BUMN harus masuk dan ditetapkan dalam RUU Cipta Kerja. Sejalan dengan itu RUU juga perlu memuat ketentuan terkait peningkatan aspek good corporate governance (GCG) pengelolaan holding, termasuk mekanisme dan sistem perlindungan terhadap berbagai intervensi dan kepentingan oligarki penguasa-pengusaha yang selama ini sudah memeras dan merusak banyak BUMN di Indonesia. *SS

*Direktur IRESS

Ayo Berbagi!