Rapatkan Shaf, Satukan Kekuatan Bangsa, Bersama Ummat  Kita Dukung Tokoh Oposisi

Ayo Berbagi!

Oleh:  Insanial Burhamzah, Penulis adalah  penggiat Koperasi dan Anggota Koalisi Ummat Madani (KUM),  Pengamat Geopolitik, Ekonomi & Keuangan Global.

SwaraSenayan.com. Selama ini banyak calon alternatif yang digadang-gadang dapat memiliki kapabilitas untuk melawan petahana pada Pilpres 2019.

Namun, pada akhirnya berbagai spekulasi itu, telah ditepis dengan adanya sejumlah deklarasi yang muaranya mendukung sejumlah tokoh yang menjadi representasi oposisi antara lain Prabowo, Amien Rais, Yusril Ihza Mahendra dan Anies Baswedan.

Walaupun demikian semuanya patut kita waspadai, sebab agenda konspirasi global untuk memecah belah bangsa / NKRI pada Pilpres 2019 semakin menguat. Sehingga banyak diantara kita yang tidak sadar bahwa kita sedang dibuat bingung memilih calon presiden yang akan melawan petahana.

Apalagi kita punya pelajaran pahit di Pilkada DKI, ketika itu, hampir semua petinggi republik ini men-support Ahok. Walaupun ketika itu mereka berhasil mendorong poros tengah untuk memecah suara, tetapi Alhamudilalh akhirnya atas pertolongan-Nya kita berhasil mengalahkan mereka. Karena sebagian besar warga DKI sudah jenuh dengan sikap prilaku petahana sehingga menginginkan gubernur baru.

Upaya Musuh Bangsa Mencegah Tokoh Oposisi

Sudah menjadi rahasia umum bahwa, pendukung petahana sadar bahwa calon yang kuat untuk melawan mereka adalah hanya tokoh yang didukung Koalisi Ummat, maka berbagai upaya dilakukan untuk membuat pendukung menjadi ragù-ragù dengan menyebar beberapa info keliru tentang tokoh Oposisi seperti mengkriminalisasi  beberapa tokoh supaya mendukung Petahana, memenangkan Cagub pendukung petahana  “dengan cara curang”.

Bahkan ada sekelompok taipan yang datang menawarkan sejumlah “hadiah” agar tokoh Oposisi mau istirahat dari dunia Politik. Dan duduk manis menikmati sisa waktu pesiunnya.

Tapi, Alhamdulilah, masih banyak  tokoh yang tidak tergiur dengan tawaran petahana. Sebab, bagi tokoh ummat yang bertahan saat ini, lebih baik mati berkalang tanah, dari pada ikut dalam barisan Petahana  yang lekang oleh waktu. Dan pantang kita meninggalkan dunia ini dengan menjadi penkhianat terhadap bangsa dan agama yang pernah pendahulu kita perjuangkan dengan mempertaruhkan nyawanya di medan tempur.

Para Tokoh Oposisi, lebih memilih bertekad dengan segenap keuatan bangsa yang ada dan siap mempertaruhkan hidupnya guna merebut kembali kedaulatan NKRI dari musuh bangsa ini, bersama atau tanpa dukungan dari elit bangsa, yang sudah menjadi pengkhianat.

Saat ini, kita hanya diperhadapkan hanya dua pilihan saja, yaitu ikut kedalam gerbong yang akan mempercepat kepunahan bangsa ini,  atau kita bersama Tokoh Oposisi menjaga kedaulatan NKRI dari penjajahan asing yang didukung oleh Taipan, kroni dan kompradornya.

Pokok-Pokok  Masalah Bangsa

Sejak reformansi beberapa dekade lalu,  konstelasi pembangunan Politik Indonesia semakin mengarah pada perpecahan bangsa dan puncaknya sejak pada tahun 2014. Apakah kata NKRI dan Pancasila ini masih tetap memiliki makna?

Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon memprotes keras Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20/2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA). Menurutnya, aturan ini adalah bukti pemerintah tidak pro terhadap buruh dan tenaga kerja lokal.

“Perpres TKA itu memiliki konotasi paradox dengam kondisi bangsa saat ini, dimana rakyat kita butuh pekerjaan, Perpes itu  berikan keleluasaan pada TKA. Logikanya, ketika rakyat butuh pekerjaan karena masih banyak pengangguran maka TKA harusnya dibatasi, bukan dibiarkan bebas masuk,”.

Tertangkapnya ratusan ton Narkoba yang masuk ke Indonesia patut diduga hanya puncak gunung es dari yang telah masuk di Indonesia. Sementara yang telah kecanduan sepanjang tahun 2017, BNN telah mengungkap 46.537 kasus narkoba di seluruh wilayah Indonesia.

Adanya indikasi kuat kecurangan pada Pilgub Jawa barat yang memenangkan calon yg mendukung Petahana. Sehingga, bukan tidak mungkin, Pilkada Jabar akan menjadi potret buram matinya demokrasi dan kecurangan pada pilpres 2019 akan lebih parah. Hal itulah yang menjadi  kecemasan kita bersama saat ini. Apakah demokrasi itu memang masih ada di negeri ini?

Angka Incremental Capital Output Ratio (ICOR) kita adalah 6.0 yang semestinya hanya 2.0. Ini angka darurat. Sepanjang rezim Soeharto, angka ICOR tertinggi adalah 3.0 akibat korupsi, ekonomi rente dan oligopoli. Di rezim Jokowi terus naik menjadi 6.0, atau 60% kebocoran pembangunan. Artinya korupsinya dan rentenya naik dua kali lipat dibanding Orde Baru. Sayangnya KPK, seakan menutup mata terhadap indikasi ini.

Seorang dokter rekan kami memperkirakan Indonesia ada 8 juta pengguna (narkoba), 1,2 juta pengguna (narkoba) ada di Jakarta. Sementara kapasitas rehabilitasi pemerintah, hanya 12 ribu orang per tahun. Bisa dibayangkan berapa puluh tahun waktu diperlukan untuk merawat kondisi saat ini.

Bangsa ini terpaksa menanggung beban kehampaan dan kenestapaannya, atas proses “Devide et Impera” atau di adu domba oleh konspirasi global yang telah berhasil melancarkan Asymmetric War nya, melalui bineka dan antek-anteknya, guna melemahkan persatuan dan kedaulatan rakyat bangsa. Sehingga, fondasi ekonomi bangsa ini yang  dulunya GDP nya mencapai 16% adalah yang  terkuat di ASEAN. Namun, saat ini GDP Indonesia hanya tinggal 10% sementara Thailand 19%, hal  ini dipastikan semakin tidak berdaya lagi, ditengh gelombang krisis keuangan global ke dua, yang lebih berbahaya dari  krisis keuangan keuangan global tahun 2008 lalu. Diperparah lagi oleh pelaksanaan penegakan hukum yang semakin jauh dari rasa keadilan rakyat bangsa ini.

Untuk membayar gaji pegawai negeri pada tahun 2018, Menteri keuangan melakukan pinjaman dana lagi pada bank dunia sebesar 28 milyar USD. Sementara, tenaga kerja China bukan saja menjadi ancaman lapangan kerja nasional, tetapi semakin menguat dugaan bahwa kehadiran tenaga kerja yang semakin dimudahkan dalam jumlah tidak terbatas di Indonesia bukan tidak mungkin adalah sudah menjadi ancaman terhadap pertahanan territorial yang  dipersiapkan secara sistematis.

Sementara itu, menurut sumber yang terpecaya untuk mempertahankan NKRI jika terjadi serangan militer, maka Hankam memprediksi logistic TNI hanya mampu bertahan tidak lebih dari 3 hari saja. Belum lagi logistik nasional (Pangan, Papan dan lainnya) dibuat semakin  tergantung dengan impor.

Melihat fakta diatas sangat naif jika masih ada elit bangsa yang tidak paham dan masih mau membela rezim yang telah memposisikan bangsa ini berada di tepi kepunahannya.

Novel Ghost Fleet dan Konflik Geo-Politik Global

Streotype NKRI justru mengalami paradoks. Kini fenomena NKRI berada ditepi kepunahannya. Bahkan, jika semua pihak mau jujur pada  fakta yang ada saat ini, kepunahan bangsa ini tidak perlu menunggu tahun 2030 lagi, sebagaimana prediksi novel “ghost fleet”, sebab hampir disemua sendi pilar ketahanan nasional  kita sudah mengalalami “disability” untuk menjaga keutuhan dan kedaulatan NKRI. Dalam bidang kesejahteraan dan kesehatan enam bulan lalu bank dunia telah mengeluarkan pernyataan bahwa 37 % anak anak Indonesia mengalami gizi buruk.

Terlepas isi novel itu sebuah fiksi atau prediksi, tapi yang jelas novel “Ghost Fleet”, bukanlah fiktif, terbukti. Darby Stratford dari badan intelijen Amerika Serikat, Central of Inteligent Agency (CIA), memberikan komentar atas novel tersebut dan diunggah di laman resmi CIA.

Menurut stratford, apa yang digambarkan dalam novel itu dapat menjadi peringatan bagi Amerika Serikat untuk mengantisipasi kemampuan musuh.

Ia juga menyebut novel tersebut dapat menjadi bahan renungan untuk para pelaku dunia intelijen, konflik dimulai dengan pecahnya perang dunia ketiga antara Amerika Serikat melawan China dan Rusia.

Dalam novel itu, China dengan segala teknologi canggih yang dimiliki mampu melumpuhkan sistem satelit dan global positioning system milik Amerika Serikat.

Tak hanya itu, China juga berhasil menguasai Hawaii dan mendirikan kawasan administratif disana, kala itu, hampir seluruh armada pasifik Amerika Serikat hancur di tangan China.

Awal April 2018 ini saya baru pulang dari Kathmandu, Nepal untuk Voard Meeting of ICA. Disana saya temukan negara itu sudah menjadi negara yang dikendalikan komunis, yang dulunya berbentuk kerajaan sejak abad ke 17, tetapi pada tahun 2001 keluarga kerajaan dibantai oleh kelompok Maois yang didukung Komunis China. Mereka memfitnah Raja Gyanendra yang menggantikan Raja Dipendra Bir Bikram Shah yang terbunuh bersama istri, anak dan ayahnya  pada tahun 2001, sebagai pelaku pembunuhan.

Dan akhirnya fitnah itu dianggap sebagai hal yang benar oleh sebagian besar penduduk Nepal, dan akhirnya ikut pada barisan Maois guna menhancurkan kerajaan Nepal yang saat ini menjadi Repulik dibawah rezim Komunis. Peristiwa ini jangan sampai terjadi di Indonesia.

Semua hal tersebut diatas, telah di prediksi oleh Dr. Samuel P. Hutington, penulis buku “The Clash of Civilization” tentang pertikaian pada Geopolitik Global akan mengerucut pada China vs Amerika Serikat kedalam neraca kompetisi yang memicu proxy war di Asia dan menggunakan taktik “perang Asymetris” yaitu perang tanpa militer, tetapi melalui pelemahan ekonomi bangsa lain dengan cara devide et impera dan pemberian hutang  untuk mengendalikan suatu negara.

Oleh karena itu kami ingatkan bahwa bahaya laten imperialis China Komunis bukan isapan jempol, mereka bisa hadir dalam berbagai bentuk.

Membangun Koperasi Berbasis Patron Ekomomi Desa

Dengan ditariknya dana Ease Quantity oleh Trump dan penetapan tariff baru untuk import baja ke Amerika serikat, di yakini oleh Bill Gate dan banyak pengamat keuangan dunia akan memicu krisis keuangan global yang lebih parah dari kerisis keuangan global tahun 2008 lalu. Sebab, krisis keuangan global kali ini akan dipicu oleh perang dagang global dan multinasional fund seperti ease quantitative fund sebesar USD 3,7 trilyum akan ditarik, padahal selama ini menjadi penopang liquiditas global.

Namun, kita optimis bahwa ketergantungan Indonesia dari negara lain akan bisa diatasi dengan memperkuat patron ekonomi domestic dengan perwilayahan komoditi di tiap propinsi. Sehingga  setiap propinsi di Indonesia memiliki kapasitas Market Supply-Demand Chain. Sebab Indonesia dengan dukungan luas wilayah dan populasi penduduk besar serta sumber daya alam yang melimpah. Sangat wajar digagas kemandirian Ekonomi nasional Indonesia bisa terwujud.

Adapun hutang Indonesia yang sudah terlanjur besar itu, dapat di re-schedule  pembayarannya, untuk me-recovery keuangan nasional. Ada sejumlah potensi sumber daya alam yang memiliki unggulan komperative tinggi untuk di dorong  menjadi andala komoditi nasional.

Hal tersebut hanya dapat terwujud, jika Indonesia bukan dibawah kendali asing. Dan Indonesia tidak lagi tergantung oleh negara-negara Asean, tetapi sebaliknya Asean yang akan bergantung pada Indonesia.

Untuk mewujudkan patron ekonomi dari seriap desa, tentunya akan memerlukan wadah koperasi yang paling ideal. Sebagaimana dilakukan oleh negara-negara maju lainnya, yang berhasil menjadikan Koperasi sebagai pondasi kekuatan ekonominya, seperti Amerika Serikat, Jepang dan lainnya. Dimana koperasinya memainkan peran sangat dominan dalam perekenomisannya dan akhirnya mampu memberikan konribusi signifikan pada GDP nya, sementara Koperasi Indonesia saat ini dibiarkan tidak berdaya menghadapi perusahaan pemodal besar yang masih melakukan praktek kartel dan monopoli.

Dengan fakta-fakta itu, berarti rezim ini bukan lagi melakukan perbuatan makar, tetapi juga subversif.

  • Jika kita melihat kebijakan pembiaran Tenaga Kerja Asing China masuk secara massif dan sistematis tanpa kendali yang memadai telah menjadi ancaman serius terhadap keamanan dalam negeri, sebab diperkirakan mereka bukan saja sebagai pekerja tetapi patut diduga mereka juga adalah tentara China yang menyusup sebagai pekerja.
  • Ratusan ton Narkoba yang ditangkap diperkirakan patut diduga adalah gunung es dari Narkoba yang telah masuk ke negara ini. Akhirnya jutaan anak bangsa yang kecanduan saat ini. Sementara kapasitas BNN dalam melakukan rehabilitasi hanya 12 ribu orang pertahun, jadi diperlukan puluhan tahun untuk merehab mereka.
  • Penegakan hukum terkesan hanya untuk lawan politik rezim ini, sementara beberapa kasus yang seharusnya menjerat kroni rezim ini dibiarkan bebas seakan tidak tersentuh oleh hukum
  • Belum lagi sejumlah kebijakan ekonomi yang sangat membahayakan negara

Dari semua fakta itu, sebenarnya rezim ini sangat layak di impeach. Sudah waktunya kita semua melek mata dan hati untuk tidak dibohongi oleh pencitraan jahat.

Bila kita telah membuat keajaiban pada saat mengalahkan petahanan yang didukung kekuatan uang dan backup habis oleh penguasa negeri ini. Hal itu, karena ada Allah SWT yang membantu Ummat, melalui Doa bersama yang dilakukan pada aksi bela Islam.

Maka, untuk memenangkan Pilpres 2019, kita perlukan Istigosha Nasional seperti Aksi Bela Islam 212, guna gerakan #2019GantiPresiden di mulai dari doa bersama secara nasional. *SS

Ayo Berbagi!