Pencak Silat Menyejukkan Suhu Politik, Hanura: Politik Kebangsaan Itu Menyatukan

Ayo Berbagi!

SwaraSenayan.com. Pesilat Indonesia Hanifan Yudani Kusumah dalam selebrasi kemenangan setelah meraih medali emas dalam ajang Asian Games 2018 telah menyejukkan suhu politik yang kian memanas. Melalui pelukannya, Hanif mendekap Jokowi dan merangkul Prabowo lalu menyatukannya dalam balutan  bendera merah putih.

Kata Hanif, Indonesia jangan terpecah belah karena media sosial, pencak silat mempersatukan Indonesia yang damai dan tenteram. Sikap Hanif yang “menyatukan” Jokowi dan Prabowo ini diakui spontanitas, tidak merupakan sikap politis, semata-mata pesan yang disampaikan ke masyarakat Indonesia jangan terpecah belah.

Menyikapi sportifitas di panggung olahraga ini, Djafar Badjeber politisi Partai Hanura berharap sportifitas serupa dapat diimplementasikan dalam panggung politik nasional. Momentum “pencak silat” Asian Games 2018 sangat menurunkan suhu politik. Politik kebangsaan itu memang menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Ketika bicara kepentingan bangsa dan negara, semua elemen bangsa harus bersatu.

Djafar Badjeber, Politisi Partai Hanura

“Kontestasi politik itu hanya sementara sebagai bagian dari mekanisme demokrasi dalam fastabikhul khoirot (berlomba-lomba dalam kebajikan). Berbuat dan berikhtiar yang terbaik bagi bangsa dan negara,” tutur mantan aktifis PII ini.

Bersatunya Jokowi dan Prabowo pada event tersebut, menurut Djafar merupakan simbol pemimpin bangsa yang mengedepankan kepentingan bangsa dan negara. Meski sedang berkontestasi dalam merebut hati rakyat, keduanya memberi keteladanan.

“Beliau berdua memberikan keteladanan yang luar biasa. Sikap kenegarawanan ini jelas menyejukkan dan mengurangi tensi politik yang semakin memanas jelang pilpres,” ujar Djafar.

Politik kepentingan golongan yang selama ini mengisi ruang publik memang sudah mengarah kepada berhadap-hadapan sesama anak bangsa, yang bisa mengarah kepada perpecahan. Karena itu, Djafar mengedepankan politik kebangsaan dalam membangun kehidupan demokrasi yang berkeadilan untuk kepentingan bangsa dan negara.

Menurut Djafar, dalam membangun politik kebangsaan itu menyatukan, karenanya sangat diperlukan keakraban, persahabatan, tidak ada dendam dan tidak ada permusuhan. Inilah sikap kenegarawanan dari seorang pemimpin yang dibangun dari proses demokratisasi.

“Kita harus belajar menyikapi perbedaan pilihan politik melalui keteladanan pemimpin kita,” kata Djafar.

Menjelang musim kampanye pileg dan pilpres 2019, Djafar meminta segala provokasi harus dihentikan. Membangun suasana kebatinan dalam kekeluargaan dan kedamaian lebih penting. Seperti disampaikan Hanifan, bahwa dalam tradisi silat itu selalu ditanamkan silaturahim dan menjaga sholat, sehingga membentuk karakter cinta damai dan tidak suka terpecah belah. Djafar mengamini spontanitas Hanifan tersebut, bahwa bangsa Indonesia memiliki nilai-nilai luhur yang gemar tolong-menolong, ramah, suka bergotong-royong dan menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa.

“Yang berkompetisi di ajang demokrasi adem-adem saja, karena sistem demokrasi di Indonesia ini bukan ajang perang yang saling ‘membunuh’ tapi ajang untuk berikhtiar mencari solusi yang terbaik bagi permasalahan bangsa,” pungkas Djafar. *mtq

Ayo Berbagi!