Pemuda Sebagai Agen of Changes Mendorong Kemajuan Politik Digital

Ayo Berbagi!

SwaraSenayan.com – Untuk mencapai harmoni dan kemajuan bangsa dibutukan kecerdasan politik yang mampu mengemban tugas kewarganegaraan, serta memahami hak dan kewajiban.

Demikian yang disampaikan oleh Anggota Komisi I DPR RI, Hillary Brigitta Lasut, S.H., LL.M  selaku narasumber pada Webinar Literasi Digital yang digelar oleh Ditjen APTIKA Kominfo dengan tema “Peran Pemuda dalam Meningkatkan Politik Kebangsaan di Era Digital” secara virtual, Jakarta (07/09/2021).

Menurut Politisi Partai Nasdem ini, kemajuan era revolusi industri 4.0 telah berdampak pada perubahan konstelasi politik yang cepat dan dinamis. Pemuda menurut Hillary akan mampu membawa Indonesia ke era digital.

“Di mana pada pentas politik, diwarnai dengan ciri khas pemuda seperti produktivitas, kreativitas, inovasi, dan kompetisi,” ujar Hillary.

Pada era revolusi 4.0, perlunya pendidikan karakter Pancasila sebagai upaya membangun generasi yang unggul. Pendidikan Pancasila berperan agar nilai-nilai bangsa Indonesia tidak tergerus dengan perkembangan zaman.

“Sudah saatnya kita sebagai generasi muda melaksanakan perannya sebagai agen of changes yaitu mendorong kemajuan revolusi bangsa ke arah yang lebih baik, termasuk dalam politik,” harap Hillary.

Paparan kedua disampaikan oleh Guru Besar FISIP Universitas Airlangga Surabaya, Prof. Henri Subiakto. Ia menyampaikan, keberagaman masyarakat Indonesia perlu diimbangi dengan politik kebangsaan yang berorientasi pada persatuan Indonesia dengan Bhinneka Tunggal Ika. Dan kehadiran teknologi mengharuskan masyarakat terutama pemuda untuk menjaga ruang digital tetap demokratis berdasar prinsip-prinsip kebangsaan.

“Pengguna internet di Indonesia sudah sebanyak 202,6 juta dan pengguna media sosial sudah sebanyak 170 juta. Hal itu menyebabkan keragaman yang luar biasa dalam memanfaatkan teknologi digital,” ungkap Henri.

Menurut Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika RI, pada era digital semua orang sudah bisa menjadi wartawan, komunikator politik, pengamat, bahkan juga komentator atau provokator. Terjadi fenomena dimana internet atau media sosial dijadikan ajang perang komunikasi untuk mendukung gerakan politik tertentu.

“Media sosial digunakan sebagai senjata disinformasi untuk tujuan politik. Maka muncullah akun-akun cyber troops, cyber army, atau buzzer sebagai pasukan perang komunikasi di internet,” jelas Henri.

Pada sesi closing statement ia menyampaikan bahwa politik kebangsaan adalah politik yang berkomitmen kepada Pancasila. Kita harus saling menghormati, saling toleransi dan menerima perbedaan. Jangan sampai terjadi pemaksaan dan kekerasan hanya karena perbedaan suku atau keyakinan.

Kemudian paparan ketiga disampaikan oleh KRMT Roy Suryo selaku Pakar Telematika Indonesia. Ia menyampaikan bahwa era digital telah mempersatukan Indonesia hanya melalui sebuah gawai.

“Sebagai salah satu negara dengan pengguna internet terbesar di dunia, Indonesia potensial menjadi target fenomena Post-Truth baik untuk tujuan ekonomi maupun kepentingan politik,” terang Roy Suryo.

Sementara itu paparan terakhir disampaikan oleh Franko C. Wangko selaku Anggota DPRD Manado. Ia menyampaikan bahwa peran pemuda dalam politik kebangsaan tidak dapat dinafikan. Peran itu terceritakan dalam berbagai sejarah bangsa, bertalian dan berkaitan satu sama lainnya.

Namun politik tidak bisa menunggu kesiapaan pemuda, dengan atau tanpa pemuda, politik terus bergerak secara dinamis dan menentukan kebijakan terkait nasib hidup warga, dan persoalan hidup sehari-hari.

“Kak Hillary Lasut adalah salah satu anak muda yang sadar dan paham akan peran serta politik kebangsaan, ia menggerakkan komponen kepemudaan untuk terus terlibat, karena beliau sadar politik akan terus bekerja dengan atau tanpa kehadiran kita, kaum muda,” kata Franko penuh semangat. *Ndi

 

Ayo Berbagi!