Lewat Platform Digital Awasi Hukum Jadi Gampang

Ayo Berbagi!

SwaraSenayan.com. Mengawasi implementasi hukum melalui platform digital adalah hal yang jarang sekali kita dengar dalam penerapannya. Padahal pada kenyataannya, tanpa disadari masyarakat sudah sangat bergantung pada platform digital untuk menyuarakan aspirasinya.

Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dorong masyarakat dapat memanfaatkan platform digital untuk memastikan bahwa hukum benar-benar ditegakkan oleh penegak hukum melalui Seminar Merajut Nusantara dengan mengangkat tema: “Mengawasi Implementasi Hukum Lewat Platform Digital” disiarkan langsung dari GP Studio, Kemang, Jakarta Selatan yang diikuti oleh peserta secara daring via aplikasi Zoom Cloud Meeting, Selasa (01/03/2022).

Praktisi Hukum, Eunike R. Sumampouw selaku narasumber pada acara tersebut menyampaikan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, hal ini tertuang dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945. Negara hukum adalah negara yang menegakkan supremasi hukum untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, serta tidak ada kekuasaan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan.

“Jadi setiap kekuasaan yang ada di negara Indonesia, baik legislatif, eksekutif, maupun yudikatif harus dipertanggung jawabkan,” terangnya.

Eunike mengatakan, bahwa pada pasal 28 D ayat 1 UUD 1945, negara menjamin setiap orang berhak atas pengakuan jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di mata hukum.

“Ini merupakan HAM yang diatur dan dijamin oleh konstitusi negara kita, sekaligus bukti bahwa kita diharuskan untuk ikut andil dalam melakukan pengawasan implementasi penegakan hukum di Indonesia,” ungkap Eunike.

Sementara itu narasumber berikutnya, Anggota Komisi I DPR RI, Hillary Brigitta Lasut, S.H., L.L.M, mengatakan bahwa suatu keniscayaan bagi Indonesia untuk bertransformasi ke ruang digital pada masa pandemi Covid-19. Hal ini dikarenakan kondisi pandemi Covid-19 tidak memungkinkan kita untuk dapat bertemu dengan penegak hukum, wakil rakyat, atau para pemangku kebijakan.

Melalui akun Instagram miliknya, ia sering melakukan forum aspirasi yang dilakukan secara live. Forum ini bertujuan untuk menampung dan memberikan solusi terhadap berbagai permasalahan yang dirasakan masyarakat.

“Ada banyak sekali permasalahan-permasalahan yang mengiris hati dimana mereka diperlakukan dengan tidak adil, tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah, dan mereka juga tidak berani untuk mengungkapkannya,” jelas Hillary sebagai politisi termuda di Senayan.

Hillary menerangkan bahwa apabila kita memanfaatkan digital, maka secara otomatis jejak digitalnya tidak akan bisa hilang dalam waktu singkat, sehingga masyarakat dapat mendesak para pejabat atau wakil rakyat untuk turun tangan. Cara ini akan lebih aman dibandingkan dengan cara berdemonstrasi yang seringnya berujung pada kekerasan fisik.

Sementara itu, Guru Besar FISIP Univ. Airlangga Surabaya, Prof. Henri Subiakto menyampaikan bahwa terdapat banyak kasus UU ITE yang viral karena pemaknaannya diluar norma-norma yang berlaku di Indonesia, seperti kasus Prita Mulyasari, kasus Irfani, kasus Ramsyiah di UIN Makassar, dan kasus-kasus lain.

Lanjut Henri, hukum pidana di Indonesia itu menjadi favorit karena sesuai dengan kultur masyarakat Indonesia.
“Kejahatan pidana pencemaran nama baik dan fitnah di era digital, pelakunya sering anonym. Dengan pidana korban bisa minta bantuan negara untuk mencari pelakunya dan memproses hukum,” tegasnya.

Pada closing statement, Henri mengungkapkan bahwa kunci agar jalannya penegakkan hukum itu selalu lurus, maka harus diawasi. Cara kita untuk mengawasi saat ini, yang paling gampang adalah melalui platform digital. Kita suarakan, kita viralkan, dan kita ungkap fakta-faktanya. *SS

Ayo Berbagi!