Kinerja Jokowi Urus Sosial

Ayo Berbagi!

Oleh : MUCHTAR EFFENDI HARAHAP (Ketua Tim Studi NSEAS)

SwaraSenayan.com – Presiden Jokowi harus menyelenggarakan urusan pemerintahan nasional. Salah satu urusan pemerintahan dimaksud adalah  bidang sosial. Presiden dibantu seorang Menteri yg memimpin Kementerian Sosial. Pada level Kementerian Sosial, bidang sosial ini mencakup: 1. Rehabilitasi sosial; 2. Jaminan sosial; 3. Pemberdayaan sosial; 4. Perlindungan sosial; dan 5. Penanganan fakir miskin.

Studi evaluasi kritis ini ditujukan untuk menilai kinerja Presiden Jokowi urus sosial, bukan kinerja Menteri Sosial sebagai Pembantu Presiden. Pertanyaan pokok: apa kondisi kinerja Jokowi urus sosial? Berhasil atau gagalkah Jokowi mencapai target rencana kegiatan bidang sosial?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, salah satu standar kriteria evaluasi kritis ini dapat menggunakan janji-janji lisan Jokowi dalam kampanye Pilpres 2014. Diantaranya, Jokowi berjanji akan:

  1. Meningkatkan anggaran penanggulangan kemiskinan termasuk memberi subsidi Rp1 juta per bulan untuk keluarga pra sejahtera sepanjang pertumbuhan ekonomi di atas 7%.
  2. Menyelesaikan masalah korban lumpur Lapindo.
  3. Menurunkan pengangguran dengan menciptakan 10 juta lapangan kerja baru selama lima tahun.
  4. Mengurangi kesenjangan sosial, diukur dengan “gini ratio” 0,30. Angka ini ternyata dirubah ke dalam RPJMN 2015-2019 menjadi 0,36. Jokowi telah ingkar janji sejak dari perencanaan pembangunan.
  5. Meningkatkan kualitas dan kuantitas program raskin.
  6. Alokasi Rp 1,4 miliar untuk setiap desa.

Sebagaimana janji-janji lisan Jokowi di bidang-bidang pemerintahan lain, pada bidang sosial ini juga Jokowi tidak merealisasikan atau memenuhi janji-janji tersebut alias ingkar janji. Untuk standar kriteria janji-janji lisan Kampanye Pilpres 2014 ini, kondisi kinerja Jokowi sangat buruk.

Janji-janji tertulis kampanye Pilpres 2014 Jokowi tertuang di dalam dokumen NAWA CITA. Janji-janji tertulis Jokowi ini bisa dijadikan standar kriteria  penilaian kritis  kondisi kinerja Jokowi urus sosial. Beberapa janji tertulis Jokowi, yakni:

  1. Peningkatan akses penduduk miskin pada pendidikan formal dan pelatihan keterampilan gratis melalui upaya penurunan tingkat kemiskinan menjadi 5-6 %.
  2. Implementasi sistem jaminan sosial secara merata di seluruh Indonesia.
  3. Ketersediaan air bersih.
  4. Menjaga daya beli masyarakat miskin dan menjamin stabilitas harga kebutuhan pokok.

Janji-janji tertulis di dalam NAWA CITA ini hanya tercatat. Sudah lebih 3,5 tahun, belum menjadi realitas obyektif. Kinerja buruk dan ingkar janji.

Mengacu RPJMN 2015-2019, sasaran bidang kesejahteraan masyarakat yakni:

  1. Tersedianya layanan publik serta lingkungan dan sistem sosial inklusif bagi penyandang disabilitas dan lanjut usia.
  2. Meningkatnya jumlah kabupaten/kota memiliki regulasi untuk pengembangan akses lingkungan inklusif bagi penyandang disabilitas dan lanjut usia.
  3. Terbangunnya sistem sosial dan tata kelola layanan dan rehabilitasi sosial terintegrasi dan partisipatif melibatkan pemerintah daerah, masyarakat dan swasta.

Apakah sasaran ini tercapai atau tidak? Kita masih menunggu data, fakta dan angka resmi Pemerintah, sudah seberapa jauh realisasi dari tiga sasaran tersebut.

Standar kriteria evaluasi kinerja Jokowi urus sosial dapat juga bersumber Renstra Kementerian Sosial 2015-2019. Sasaran strategis Kementerian ini hanya dua butir, yakni:

  1. Meningkatkan kemampuan keluarga miskin dan rentan serta PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) lain dalam memenuhi kebutuhan dasar.
  2. Pengembangan kapasitas SDM dan kelembagaan kesejahteraan sosial.

Data, fakta dan angka realisasi sasaran ini masih ditunggu. Bahkan berapa sesungguhnya jumlah fakir miskin di Indonesia belum ada jawaban dari Pemerintah. Bisa jadi, membuat rencana kegiatan penanganan fakir miskin selama ini tanpa pertimbangan data real  jumlah fakir miskin.

Di publik ada sejumlah penilaian masalah sosial belum terpecahkan Rezim Jokowi. Beberapa diantaranya:

Pertama, Sebuah survei opini publik menemukan (Nopember 2017)  lima masalah sosial era Jokowi kini. Yakni  harga bahan pokok  tinggi, jumlah pengangguran, kemiskinan, biaya pendidikan dasar, dan biaya berobat/kesehatan. Bagi publik, 5 hal ini masih menjadi masalah. Rezim Jokowi dinilai belum mampu mengatasinya.

Kedua, jpnn.com, Bogor, 9 September 2017,  membeberkan, Mantan Presiden RI SBY mengungkap lima masalah serius di era pemerintahan Jokowi-JK dirasakan rakyat.

Tiga masalah diantaranya:

  1. Sebagian rakyat masih mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan. Padahal orang menganggur pasti tidak punya penghasilan dan akhir hidupnya susah.
  2. Sebagian rakyat tidak cukup memiliki daya beli untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Meskipun harga barang dan jasa tidak terus meningkat, tapi kalau tidak punya uang, tidak ada bisa dibeli.
  3. Rakyat bisa menilai kesejahteraan dan kemakmuran makin tidak merata. Yang kaya dianggap menjadi semakin kaya, sedangkan yang miskin jalan di tempat.

Ketiga, VIVA 30 April 2018 membeberkan, Dana Desa mandek, tercatat baru dicairkan Rp. 134,65 miliar atau hanya 2,9 % dari total tersimpan di Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) sebesar Rp. 5,2 triliun pada Maret  lalu.

Keempat,  revolusi mental Jokowi  masih sebatas jargon belaka. Konsep revolusi mental ini  masih abstrak. Gagasan revolusi mental hanya berakhir sebagai proyek mengeruk uang negara melalui iklan. Sesungguhnya  paling mendesak dibenah, mental pemegang kekuasaan negara, terutama Jokowi, JK dan para Menteri. Mereka harus tidak lagi rendah diri (inferior) di hadapan bangsa asing dan ketergantungan terhadap modal asing. Harus terbebas dari mentalitas tidak percaya pada kekuatan dan kemampuan bangsa sendiri.

Kelima, di era pemerintahan Jokowi terjadi rakyat di Papua kehilangan hak dasar menerima pelayanan kesehatan. Ada  kematian massal anak karena kekurangan gizi. Sangat tragis! Selama era reformasi, baru terjadi di era Jokowi ini. Padahal Jokowi gembor-gembor membangun dari pinggiran, dalam hal ini termasuk Papua.

Kondisi kemiskinan di era Jokowi ternyata tidak ada perubahan lebih baik. BPS merilis angka kemiskinan bertambah, mencapai 27,7 juta orang pada Maret 2017. Ada penambahan sekitar 6.900 orang dibandingkan jumlah September 2016. Secara persentase, jumlah angka kemiskinan  menurun dari 10,70 % menjadi 10,64 %  karena kenaikan total jumlah penduduk Indonesia. Di Perkotaan pada September 2016 – Maret 2017, jumlah penduduk miskin naik sebanyak 188.190 orang dari 10,49 juta orang September 2016 menjadi 10,67 juta orang Maret 2017.

Juga ketimpangan sosial tidak ada perubahan berarti. Kinerja Jokowi buruk dan gagal mencapai target gini rasio dijanjikan 0,30 saat kampanye Pilpres 2014  dan 0,36 di dalam RPJMN 2015-2019. Setelah hampir 4 tahun berkuasa, Jokowi hanya mampu menciptakan gini rasio masih jauh dari target, sekitar 0,40 rata-rata versi BPS, September 2017, Gini Ratio sebesar 0,391.

Tidaklah berlebihan, jika Tim Studi NSEAS menilai setelah 3,5 tahun kondisi kinerja Jokowi urus sosial tergolong buruk. Sejumlah parameter target capaian gagal diraih Rezim Jokowi.

Mengapa Jokowi gagal meraih  target? Pertanyaan ini harus terlebih dahulu terjawab oleh Rezim Jokowi untuk dapatkan solusi. Jika belum, mustahil kinerja Jokowi bisa bagus tahun 2019.

Ayo Berbagi!