Oleh : Muchtar Effendi Harahap (Ketua Tim Studi NSEAS)
SwaraSenayan.com – Pariwisata adalah salah satu urusan pemerintahan harus diselenggarakan oleh Presiden Jokowi. Pd level kementerian, terdapat Kementerian Pariwisata untuk khusus urusan pembangunan pariwisata. Kementerian ini dipimpin seorang Menteri sebagai pembantu Presiden. Studi ini bukan mengevaluasi kondisi kinerja Menteri, tetapi Presiden Jokowi urus pariwisata.
Pada pelaksanaan kampanye Pilpres 2014, Jokowi tidak memberi janji lisan kepada rakyat Indonesia terkait masalah-masalah Pariwisata.
Di dalam Dokumen NAWA CITA, Jokowi berjanji secara tertulis mengenai pariwisata sebagai berikut :
- Pengembangan kawasan pariwisata berbasis segitiga emas di titik strategis kawasan Indonesia untuk membangun intersullar tourism dan budaya lokal spt kawasan Bonaken-Wakatobi-Raja Empat.
- Memfasilitasi keterlibatan rakyat dlm pendidikan kebudayaan, pengelolaan lokasi, dan dukungan kebijakan untuk memfasilitasi ekonomi kreatif berbasis eco-tourism.
- Fasilitasi infrastruktur pariwisata.
- Merancang kebijakan anggaran pembangunan sektor pariwisata dgn target output kedatangan 20 juta wisatawan asing 2019 dan menggerakkan sektor ekonomi lokal.
Realisasi janji-janji tertulis Jokowi ini masih perlu dibuktikan. Sayang Pemerintah belum menunjukkan data, fakta dan angka realisasi dimaksud.
Mengacu pada RPJMN 2015-2019, Indeks daya saing pariwisata ada tiga ukuran, antara lain:
- Kunjungan wisatawan atau wisman yang selalu meningkat.
- Pengeluaran wisman juga meningkat setiap tahun.
- Sikap penduduk terhadap wisatawan asing.
Issue strategis pembangunan pariwisata adalah “Meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan sambil meningkatkan kontribusinya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat di daerah tujuan wisata”.
Sasaran pertumbuhan pariwisata terdiri dari (RPJMN 2015-2019):
- Kontribusi terhadap PDB Nasional 8 % (2019) dgn baseline 4,2 % (2014).
Kontribusi sektor pariwisata thdp PDB Nasional pada 2015 mencapai 4,23 %; 2016 sebesar 4,03 %. Diperkirakan kontribusi 2017 masih sekitar 5 %. Di pihak lain. Menteri Pariwisata Arief Yahya (17 Oktober 2017) klaim, pariwisata menyumbangkan 10 % PDB nasional dan merupakan nominal tertinggi di ASEAN. Angka ini perlu dipertanyakan kebenarannya.
Selanjutnya, untuk 2018 diperkirakan maksimal 5 % dan 2019 maksimal 7 %. Karena itu, tidak tercapai target 9 % pada 2019. Kondisi kinerja Jokowi buruk.
- Wisatawan Mancanegara (orang) 20 juta (2019) dgn baseline 9 juta (2014).
BPS mencatat, jumlah wisatawan mancanegara mengunjungi Indonesia pada 2015 sebanyak 10,41 juta orang; 2016 mencapai 11,52 juta orang; 2017 meningkat 14,04 juta orang, naik 21,88 %. Rata2 jumlah kunjungan per tahun 12 juta orang. Sementara, rata-rata kenaikan kunjungan sekitar 1,3 juta pertahun. Jika kenaikan rata2 1,3 juta kunjungan dari tahun 2015 hingga 2017, maka diperkirakan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara tahun 2018 sekitar 15,3 juta orang; 2019 sekitar 16,6 juta orang. Jokowi tidak akan berhasil mencapai target kunjungan 20 juta pada 2019. Hanya mampu sekitar 16,6 juta kunjungan. Kondisi kinerja buruk.
- Wisatawan Nusantara (Kunjungan) 275 juta (2019) dgn baseline 250 juta (2014).
Realisasinya, pada 2015 angka wisatawan nusantara 255 juta perjalanan; pada 2016 sekitar 260 juta perjalanan; 2017 maksimal 265 juta perjalanan. Diperkirakan, 2018 akan naik menjadi maksimal 270 juta perjalanan; dan, 2019 sebanyak 275 juta perjalanan. Diperkirakan Pemerintah mencapai target perjalanan wisatawan nusantara pada 2019. Kinerja bagus.
- Devisa (triliun rupiah) 240 (2019) dgn baseline 120 (2014).
Realisasi kontribusi sektor pariwisata thdp devisa negara pada 2015 sebesar 12,225 juta US dolar atau Rp. 144 triliun; 2016 mencapai 13,568 juta dolar atau Rp.176 triliun. Untuk 2017 maksimal Rp. 200 triliun, dan 2019 maksimal Rp. 230 triliun. Bahkan, Menteri Pariwisata menargetkan memberi kontribusi pada devisa Rp. 280 triliun.
Berdasarkan perkiraan, masih belum mencapai target Rp. 240 triliun pada 2019. Kinerja buruk.
Namun, di pihak lain, Menteri Pariwisata Arief Yahya (17 Oktober 2017) klaim juga, pariwisata peringkat keempat penyumbang devisa nasional, sebesar 9,3 %. Angka ini tentu masih perlu dipertanyakan kebenarannya. Sementara, Menteri ini klaim tahun 2019, pariwisata ditargetkan memberi kontribusi pada PDB Nasional sebesar 8 %.
Para pengamat dan praktisi pariwisata mengajukan sejumlah masalah pembangunan pariwisata, antara lain:
- Penataan kawasan wisata masih sering terlihat kurang mengikuti kaidah teknis penataan ruang.
- Pengembangan kegiatan pariwisata masih fokus hanya pada pengembangan aspek fisik saja, bukan non-fisik, seperti kebudayaan daerah.
- Konflik antar sektor masih sering terjadi dalam mengembangkan kegiatan pariwisata.
- Masyarakat berada di dalam kawasan wisata masih belum ikut “memiliki”, manfaat dihasilkan belum sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat di sekitarnya hanya dirasakan oleh para investor saja.
- Keterbatasan dukungan sarana dan prasarana penunjang.
Berdasarkan standar kriteria kontribusi terhadap PDB Nasional, Pemerintah tidak berhasil mencapai target 2019. Karena itu, Tim Studi NSEAS menilai, kondisi kinerja Jokowi urus pariwisata tergolong buruk.
Tim Studi NSEAS berkesimpulan, pembangunan pariwisata di bawa era Jokowi mampu meningkatkan jumlah kedatangan wisatawan asing setiap tahun. Hal ini juga berlaku pada wisatawan nusantara. Tetapi, berdasarkan standar kriteria target ditentukan jumlah kedatangan wisatawan asing, tidak berhasil dicapai. Karena itu, kondisi kinerja Jokowi buruk, gagal mencapai target.
Dari sisi target jumlah wisatawan nusantara, diperkirakan Pemerintah berhasil mencapai target 2019. Karena itu, Tim Studi NSEAS menilai kinerja Jokowi bagus.
Dari sisi standar kriteria devisa, kontribusi sektor pariwisata diperkirakan pada 2019 hanya Rp. 120 triliun dan tidak mencapai target. Kondisi kinerja Jokowi buruk.
Secara keseluruhan kondisi kinerja Jokowi urus pariwisata tergolong buruk dan gagal mencapai target.
Penilaian di atas pada dasarnya berdasarkan prediksi tahun 2019, yang bisa saja meleset dan tidak sesuai realitas obyektif. Rezim Jokowi masih punya waktu 1,5 tahun lagi untuk kerja keras memenuhi target-target standar kriteria di atas. Mari kita tunggu pada akhir 2019, apakah Rezim Jokowi mampu memberikan data, fakta dan angka realisasi sesuai target-target ditentukan itu. *SS