Ketua Panja Perfilman Nasional Abdul Kharis Dorong Sineas Tanah Air Pakai Produk Lokal

Ayo Berbagi!

image

SwaraSENAYAN.com. Permasalahan perfilman nasional sepertinya tidak pernah ada habisnya. Disaat para sineas tanah air berjuang menghasilkan karya mereka, penggunaan peralatan syuting dan proses produksi yang masih menggunakan produk impor menjadi sorotan.

Karena itu, kebijakan perfilman melalui Undang-Undang No. 33 tahun 2009 tentang Perfilman diharapkan mampu memberi dorongan terhadap pengembangan penggunaan production design dan costume design buatan lokal. Dengan demikian perfilman kita mampu mengurangi komponen syuting di luar negeri.

“Perfilman nasional tidak hanya mencakup proses produksi saja, namun juga distribusi dan eksibisi. Sebab tanpa dukungan distribusi dan eksibisi yang kuat, perfilman nasional tidak bisa bertahan,” ujar Ketua Panja Perfilman Nasional Komisi X DPR RI Abdul Kharis Almasyhari kepada wartawan di Pressroom Nusantara III Gedung DPR RI, Rabu (27/4).

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu juga menyoroti jumlah bioskop yang berada di Indonesia ini, yang menurutnya masih terlalu sedikit jika dibandingkan dengan jumlah penduduk yang ada. Dengan jumlah penduduk 250 juta, Indonesia ternyata hanya memiliki 1.117 bioskop, itu pun tidak tersebar secara merata.

Keberadaan bioskop yang sebagian besar di mal-mal besar, menurut Kharis, adalah salah satu penyebab mengapa beberapa lapisan masyarakat enggan mengunjunginya. Ditambah, rendahnya tingkat pendapatan rata-rata masyarakat Indonesia ditengah situasi ekonomi yang tidak menentu dan masih lemahnya penegakan hukum terhadap pembajakan film di tanah air menjadi kendala tersendiri.

Dengan tingginya jumlah penduduk di Indonesia, kata Kharis, maka harus diikuti dengan jumlah bioskop yang lebih banyak lagi, contohnya seperti Korea Selatan dan Perancis yang yang mampu mendapatkan

“Indonesia memerlukan sekitar 20.000 layar bioskop untuk melayani kebutuhan masyarakatnya. Kalau di Korea Selatan yang berpenduduk 51 juta jiwa memiliki 5.000 layar bioskop, dimana sektor film dan tayangan televisi di Korsel mampu menyumbang PDB hingga Rp 2.100 triliun per tahun,” terang Kharis.

“Sedangkan di Prancis dengan jumlah penduduk 67 juta jiwa memiliki layar bioskop lebih dari 20.000 layar. pemerintah Prancis mengutip pajak pada industri film dan acara televisi sebesar Rp 11 triliun yang dikembalikan lagi untuk mendanai produksi film di negara itu,” pungkasnya.■mrf

Ayo Berbagi!