SwaraSenayan.com. Perkembangan teknologi saat ini banyak memberikan perubahan yang besar di segala bidang yang mempengaruhi cara kerja aktivitas manusia, misalnya dalam kegiatan bertransaksi dan investasi online. Sayangnya tak jarang pula banyak masyarakat yang tetap terjebak dalam penipuan online dan investasi bodong. Besarnya keuntungan yang dijanjikan membuat masyarakat berbondong-bondong untuk mengikuti investasi tersebut tanpa mencari kembali legalitas investasi tersebut.
Anggota Komisi I DPR RI, Hillary Brigitta Lasut, S.H., LL.M mengatakan bahwa investasi bodong biasanya memberikan janji keuntungan yang besar, namun tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan tidak diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Untuk menghindari investasi bodong, Hillary menyeru masyarakat perlu memiliki literasi keuangan digital yang baik dan dapat memilih perusahaan investasi yang legal dan diawasi OJK.
“Kemudian masyarakat juga perlu aktif dalam berkonsultasi kepada orang yang ahli ketika ingin menjadi nasabah investasi,” kata Hillary selaku narasumber dalam narasumber pada Webinar Literasi Digital yang diselenggarakan oleh Direktorat Aplikasi dan Informatika Kemkominfo RI dengan tema ‘Literasi Keuangan Digital di Era Revolusi 4.0 dan Mewaspadai Investasi Ilegal’, secara virtual, Jakarta (23/03/2023).
Ia melanjutkan, ketika menemukan investasi bodong, masyarakat harus aktif dalam melaporkan perusahaan investasi tersebut ke aparat kepolisian. Karena saat ini, aparat kepolisian juga sudah turut aktif melakukan aksi-aksi cepat tanggap dan tegas terhadap influenser dan orang-orang yang terlibat dengan investasi bodong. Selain itu, pemerintah juga sudah berupaya dalam memblokir akun-akun investasi bodong.
“Cara untuk mengecek apakah investasi tersebut adalah legal atau tidak, salah satunya adalah mencari informasi melalui Search Angine Google,” ujar Hillary.
Internet adalah guru terbaik yang canggih pada saat ini, melalui internet kita bisa mengetahui company profile suatu perusahaan investasi. Jika perusahaan investasi tersebut legal, di dalam company profilenya pasti mencantumkan legalitas atau informasi bahwa perusahaan investasi tersebut diawasi oleh OJK.
Hillary mengingatkan bahwa investasi tidak selalu menguntungkan, baik investasi konvensional maupun investasi online tetap berpotensi untuk rugi.
“Kegagalan dalam berinvestasi harus dimaknai sebagai pelajaran hidup bahwa kita harus terus mencoba dan jangan kapok, tapi kita harus tetap kritis dalam memilih investasi yang tepat dan secara legal, serta berpeluang dapat meningkatkan penghasilan kita.” Tutup Hillary.
Sementara itu narasumber berikutnya, Hamid Fakaubun S.H, M.H selaku Direktur Mollucas Corruption Watch (MCW) menyebutkan, skor financial knowledge pada masyarakat Indonesia masih di bawah rata-rata negara OECD dengan skor 4,6.
“Skor 3,7 milik Indonesia yang masih tergolong rendah membuat masyarakat mudah tertipu akan berbagai modus investasi hingga keuangan,” papar Hamid
Ia melanjutkan, keputusan pengelolaan keuangan yang kurang rasional, dan minimnya pengetahuan individu terhadap risiko serta pemanfaatan pengelolaan keuangan.
Bagi negara-negara yang sudah memiliki layanan teknologi finansial, perkembangan inklusi keuangan mereka sudah berkembang seperti China dan India. Terlebih India dengan program Aadhaar mampu membuat berpendapatan menengah ke bawah untuk memiliki akses perbankan
“Indonesia mampu mengejar ketertinggalan asalkan ada perbaikan dalam hal : regulatory sandbox, akses data, dan penguatan infrastruktur,” ujar Direktur Mollucas Corruption Watch (MCW).
Sementara itu narasumber terakhir, Arman Kalean, M.pd selaku Ketua KNPI Maluku sekaligus Dosen IAIN Ambon mengatakan, literasi keuangan adalah kemampuan untuk memahami bagaimana seseorang berhasil mendapatkan uang atau mencetaknya dengan bijak menurut program investasi yang dia ketahui.
Ia menyebutkan beberapa program literasi keuangan di dunia, diantaranya Towards A National Strategy For Financial Capability di Inggris, National Strategy For Financial Education di India, dan Study International Network And Financial Educational (INFE) dan Organisastion For Economy Co-Operation And Development (OECD).
“Sementara itu, di Indonesia terdapat program tahunan sinergi empat otoritas keuangan di Indonesia yang telah dimulai pada tahun 2021, yaitu LIKE IT,” sebut Arman.
Seri pertama dalam program tersebut telah dibuka pada tanggal 3 Agustus 2021, mengusung tema Literasi Investasi Lintas Generasi memberikan pemahaman mengenai produk atau investasi di surat berharga negara yang diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan.
“Tiga cara cerdas untuk berinvestasi di era digital, yaitu Legal, Logis, dan Learn,” pungkas Dosen IAIN Ambon tersebut. *SS